Petra disekap disebuah gudang terpencil, letaknya jauh dari pemukiman penduduk. Di sekeliling gudang, terdapat banyak pohon-pohon yang menjulang tinggi. Tak jauh dari tempat itu ada pabrik besar milik Wilson Company.
Saat dua orang penjaga di luar pintu melihat mobil BWM milik Steve, mereka menyambutnya cukup baik. Tiga orang keluar dengan aura kuat.
“Apakah dia sudah berada di dalam?” tanya Steve memastikan.
“Sudah, Tuan. Bahkan dia pingsan. Bangun tidaknya kami belum mengecek. Yang jelas kami sudah mengikatnya di tiang.”
“Kalian boleh pergi,” usir Steve sambil emmberikan sebuah kartu kepada mereka. Inilah kekuatan uang, bisa membeli semua yang di inginkan. Dan pria itu sangat suka cara tersebut.
“Kita masuk,” kata Zack sudah tak sabar karena sedari tadi menyimpan amarahnya.
“Biarkan dia masuk terlebih dulu.” Justin ingin membiarkan Zack dan Petra sendirian untuk melihat reaksi yang timbul jika perasaan benci mulai tumbuh.
Steve mengangguk, dan mereka memutuskan untuk mengamati dari luar ruangan. Saat Zack mulai melangkahkakan kakinya mendekat, Petra yang disekap mulai sadar.
Matanya yang tertutup kain hitam membuat suasana menjadi mencengkam. Petra hanya bisa mengandalkan pendengarannya, tapi tetap saja tidak bisa kosentrasi sebab suara bising dari tempat lain.
“Siapa kau?” tanya Petra berusaha melepaskan diri, tapi tak bisa karena ikatan terlalu kuat.
Zack tersenyum menyeringai, belum puas kalau pria yang ada dihadapannya belum sekarat. Hanya saja, dia tak menyangka kalau Petra lah yang membunuh pemilik tubuh dengan alibi sebuah kecelakaan.
“Kau pasti mengenalku.” Zack mendekati perlahan, sedikit jongkok. Hembusan nafasnya menerpa wajah Petra sampai membuang muka ke arah lain.
Dapat dilihat tubuh Petra bergetar hebat saat mendengar suara itu. Suara milik Zack yang di dengarnya. Tidak mungkin mimpi yang di alami menjadi kenyataan. Jika benar, maka Zack adalah monster.
“Zack! Kau tidak bisa melakukan ini padaku!” teriak Petra cukup keras.
“Tentu saja aku bisa, karena aku ingin membuatmu merasakan hal yang sama.” Zack mengeluarkan aura naganya, membuat kedua pria yang ada di luar memasang waspada. Petra yang berada di ruangan yang sama lehernya merasa tercekik, tak bisa bernafas hingga menghidup udara lewat mulut.
“Aku akan membuatmu menderita!” Zack menarik ikat pinggangnya, melayangkan cukup keras ke tubuh Petra berulang kali untuk melampiaskan amarahnya. Suasan dalam ruangan kian memanas saat kemarahan terus meningkat diiringi teriakan Petra yang tiada henti.
“Sakit!” Petra mengaduh kesakitan tapi zack tak berhenti sama sekali. Padahal tubuhnya sudha mengeluarkan darah dan bekas cambukan di mana-mana.
“Sakit...! Cuih.” Zack mengeluarkan ludahnya tepat di wajah Petra. “Kau membunuhku dua kali. Kau bilang sakit!” Manusia seperti petra pantas mendapatkan hukuman yang layak. Tak segan-segan Zack menendnagnya puluhan kali hingga nyaris pingsan.
“Kau tidak akan mati dengan mudah. Aku akan menjebloskanmu ke penjara, dan mendekamlah di sana seumur hidup.”
Petir menyambar sebanyak tiga kali. Hujan deras pun langsung turun seketika. Petra yang pingsan di biarkan begitu saja oleh Zack yang masih memiliki amarah memuncak. Dia keluar dari ruangan sambil membanting pintu.
Dua orang yang berada tak jauh dari pintu tersentak kaget. “Apakah sudah selesai?” tanya Steve sedikit takut.
“Belum,” jawab Zack dingin. Justin memegang bahu Steve lalu menggeleng kepala.
“Kita pulang.” Zack masuk ke dalam mobil duluan, tapi tak lama kemudian keluar untuk menendang mobil.
“b******k!” teriaknya menggema di udara. Mobil Steve kena imbasnya, dan si pemilik hanya bisa menggigit bibir saja.
“Laporkan tindak kejahatan Petra ke polisi,” kata Justin.
“Sialan....!” teriak Zack. Dia benci saat tidak mampu melakukan kejahatan karena perasaan pemilik tubuh yang maish tertinggal. Saat pria tersebut melayangkan cambukan demi cambukan, bsisikan-bisikan halus terdengar di telinganya.
Si pemilik tubuh asli tak pernah menginginkan hal demikian terjadi. Makanya amarah Zack tak bisa tersalurkan dengan baik. Malah yang ada kebencian yang kian menumpuk. Kenapa seornag Zack Winter yang baik hati diperlakukan buruk? Kenangan mereka berdua sebagai teman pun terlintas dibenaknya, bahkan kenangan ketika dia di ambang kematian.
“Arrrgggghhhhhhh!”
Zack berteriak lagi cukup keras, membuat telinga Justin dan Steve berdengung kesakitan. Petir menyambar beberapa kali, ditambah dengan kilatan cahaya. Tiba-tiba, telapak tangan Justin bersinar dengan warna biru.
“Steve...” panggilnya dengan wajah berbinar. Steve menoleh dan terkejut karena sinar yang ada di telapak tangan milik Justin.
“Ini.” Pria itu bahkan kesulitan untuk bicara dan mulai mendekat.
“Letak batu kehidupan elemen api.” Akhirnya muncul juga, sesuatu yang dicari oleh mereka bertiga. Perasaan benci yang dimiliki oleh Zack sudah mencapai puncak sehingga letak batu kehidupan muncul.
“Kau buat Zack pingsan. Aku yakin dia akan mengamuk.” Justin menatap Zack yang masih berteriak memegang kepalanya.
Steve segera bertindak memukul tengkuk leher Zack cukup keras hingga pingsan seketika. “Aku akan membawanya masuk ke dalam mobil.”
Justin terus menatap telapak tangannya itu, lalu menghilang saat Zack pingsan. “Kenapa juga harus seperti ini?” tanyanya kebingungan.
“Ada apa lagi?” Steve memilih keluar mobil.
“Peta itu menghilang. Sialan.... kita harus membuatnya sadar lagi.” Justin menoleh ke arah gudang. “Urus Petra dulu, bawa dia ke kantor polisi.”
Steve merasa diperlakukan sebagai pesuruh, tapi tidak punya pilihan lain dan memilih hanya mendesah saja. “Kau sungguh merepotkanku.” Dengan kekuatannya, dia menyembuhkan Petra tapi hanya bagian luar saja.
Pria itu pun mengeluarkan ponsel untuk menghubungi seseorang. “Kalian kembali kemari! Bawa dia ke kantor polisi.”
Dua pengawal itu pun bergegas pergi ke gudang. Untung saja mereka masih di pabrik sehingga datang dalam waktu singkat. “Tuan,” panggil salah satu dari mereka kepada Justin.
“Dia ada di dalam. Bawa dengan hati-hati.”
Mereka mengangguk, segera melaksanakan perintah. Steve pun keluar berpapasan dengan dua orang tersebut. “Antar paket dengan baik.”
Dia berjalan melewati mereka, “Justin... kita pulang sekarang.” Tmpak langit masih mendung, sebentar lagi akan hujan lagi. Mereka berdua masuk ke dalam mobil, bergegas pergi ke rumah Steve.
Para pelayan langsung menyambut kedatangan mereka. Tidak ada yang bernai mendongak meskipun penasaran dengan orang yang mereka bawa. Mulut pun tak berani bersuara, dan bahkan seperti pura-pura tidak tahu.
“Pergi ke paviliun belakang. Selama satu jam jangan kembali kemari.” Intruksi Steve menggelegar di seluruh ruangan. Mereka berbaris rapi, meninggalkan tempat itu sesuai perintah dari tuannya.
“Kenapa kau harus mengusir mereka?” Terkadang Justin heran dengan sikap Steve yang seperti iitu.
“Aku hanya tak ingin mereka curiga. Kita harus waspada.”
Keduanya masuk ke dalam kamar yang cukup luas. “Sungguh merepotkan,” keluh Steve memabnting tubuh Zack ke atas ranjang.
“Apa yang harus kita lakukan, Justin?” tanya pria itu tak sabaran. Justin mendekati Zack, lalu membangunkannya dengan kekuatannya. Air yang ada digelas melayang di udara, menetes sedikit demi sedikit agar pria itu bangun.
Begitu dia membuka mata, Zack langsung bangkit dengan wajah merah menahan amarah. Justin dan Steve pun mulai memasang sikap waspada agar tidak terjadi hal buruk seperti sebelumnya.
Bersambung.