Bab 12

1230 Kata
Beberapa polisi masuk ke apartemen milik Petra. Awalnya scurity apartemen tidak mengizinkan karena kedatangan polisi mengganggu. Begitu surat perintah penangkapan diberikan, mau tak mau dia mengizinkannya. Sampai di tempat tinggal Petra, para polisi tak menemukan jejak pria itu. Besar kemungkinan pria tersebut berangkat kerja, mengingat sepasang sepatu tak ada di tempat. “Kita pergi ke kantornya.” Mereka pun hendak pergi dari apartemen. Tiba-tiba saja ada yang melapor kalau Petra sudah berada di depan kantor polisi. Komandan dan para bawahannya bergegas kembali ke markas. Ketika mereka sampai, dua orang berbadan besar yang merupakan suruhan Steve berdiri di depan ruang kerjanya. “Siapa kalian?” “Kami dari Wilson Campany, melakukan penangkapan Petra karena telah melanggar hukum dengan melakukan tindak kejahatan, yaitu mencelakai Tuan Zack Winter.” Bahkan mereka juga membeberkan beberapa bukti akurat mengenai kecelakaan yang di alami Zack. “Bukti ini sangat kuat. Aku tak akan banyak bicara lagi. Aku pastikan dia dihukum berat atas kejahatan yang dilakukannya.” “Baik, kami undur diri.” Dua pengawal itu pun pergi. Si komandan langsung duduk di kursi sambil menghela nafas panjang. “Lapor,” kata bawahannya secara mendadak. “Ada apa? Biarkan aku istirahat sejenak.” Sang komandan terlihat pusing. Jelas pusing karena tidak mendapatkan apa-apa, malah menerima bantuan dari Wilson. “Nona Liana datang, Komandan.” Belum sempat petugas kepolisian itu mempersilahkan Liana masuk, dia sudah melangkahkan kaki ke ruang komandan tersebut. “Maafkan aku. Aku hanya ingin memastikan penangkapan Petra.” “Kau keluar,” usir komandan terhadap bawahannya. “Silahkan duduk, Nona.” Liana duduk dengan perasaan cemas, “Bagaimana dengan penangkapannya?” “Tuan Wilson sudah bertindak lebih dulu. Tersangka sudah berada di sel tahanan.” Komandan itu juga memberikan beberapa bukti baru yang lebih akurat. “Saya tidak menyangka kalau Tuan Petra mencintai Anda.” Bak disambar petir di siang bolong, ternyata Petra menaruh hati padanya. “Kami hanya berteman. Aku tak memiliki perasaan padanya.” “Saya mengerti. Itulah kenapa cinta sepihak mampu membuat manusia bertindak kejahatan.” Komandan itu menyembunyikan berkas tersebut. “Motifnya jelas, yaitu cemburu. Jika Tuan Zack Winter meninggal, maka Tuan Petra lah yang akan menjadi pengganti dan menemani Anda.” Sangat masuk akal, dan Liana masih tidak menyangka kalau Petra tega melakukan hal itu kepada temannya sendiri. “Bagaiamanapun juga, dia harus dipenjara,” geram gadis itu tertahan. “Anda tak perlu khawatir. Dia tak memiliki pembelaan apapun. Jika ingin melihatnya, saya akan mengantar Anda ke sel.” “Lain kali saja. Kalau begitu permisi.” Liana pegi begitu saja karena otaknya dipenuhi oleh Zack. Pria itu, kemana dia pergi? Jika Wilson yang melakukan penangkapan Petra, biesar kemungkinan kekasihnya ada di rumah Wilson. “Aku harus kesana. Aku harus memastikan keadaan Zack.” Kediaman Wilson Justin dan Steve saling pandang satu sama lain begitu Zack bangun dalam kondisi wajah yang dingin tanpa ekspresi. Tangan Justin langsung mengeluarkan sinar, tapi anehnya sinar itu redup kembali. “Kenapa jadi seperti ini?” tanya dia tak mengerti sama sekali. “Kau sendiri raja dari segala raja. Pasti tahu jawabannya.” Steve duduk di samping Zack yang masih berdiam diri. “Sepertinya dia tak sadar.” Tangannya melambai-lambai tepat di depan wajah Zack. Justin berpikir keras, lalu teringat dengan kalung sisik naga. “Apakah karena benda itu!” pekiknya tertahan. “Apa yang kau maksud?” Steve keheranan. “Kalung sisik naga! Kalung itu ada dimana sekarang?” Justin mondar mandir tak karuan karena lupa menaruh kalung itu. “Jangan-jangan kau menghilangkannya?” Steve terlihat kesal karena Justin ceroboh. “Tidak... aku tidak menghilangkannya.” Justin menatap telapak tangan yang mulai bersinar lagi. “Ambil pisau!” teriaknya membuat Steve langsung bangkit. “Kau gila! Apa yang ingin kau lakukan?” “Ambil pisau... aku yakin ada di dalam sini,” tunjukknya ke telapak tangan. Sialan, ingin rasanya Steve mengumpat sekarang juga, tapi ditahan dan hanya memilih menuruti kemauan Justin. Saat pisau digoreskan, ternyata hanya darah yang keluar. Benda yang di maksud tak ada sama sekali. “tidak mungkin. Aku bisa gila! f**k!” Justin menjatuhkan pisaunya dan mulai berpikir keras sambil menghunuskan tatapan tajam ke arah Steve. “Apa lagi?” tanya Steve sedikit kesal. “Keluarkan bola apimu, ambil benda itu dengan kekuatan api biru.” Justin berharap cara itu berhasil. “Aku tidak mau,” tolak Steve mentah-mentah. Justin menarik kerah leher pria itu cukup keras. darah yang menetes bahkan dia biarkan begitu saja. “Ikuti perintaku. Ini perintah raja.” Matanya berkilat biru, membuat Steve tunduk seketika. Walapun pria itu enggan, tapi tubuhnya tak bisa dikendalikan sama sekali. Bola api biru, adalah api terpanas dan terkuat yang dimiliki manusia berelemen api. Jika api itu mengenai kulit, maka besar kemungkinan dalam hitungan detik tangan manusia bisa meleleh. Steve tak mau melakukan itu karena tidka ingin membuat Justin mengalami kesakitan luar biasa. Tapi, perlu ditekankan lagi bahwa Justin memiliki kekuatan penyembuh. Dia bisa menggunakan eleman airnya untuk menekan rasa sakit. “Percaya padaku. Aku akan baik-baik saja.” Steve mengangguk, lalu mengeluarkan api biru ditepalak tangannya. Begitu mengenai kulit Justin, rasa panas luar biasa menjalar. Tangan pria itu terangkat jukup kuat untuk mengumpulkan air. Tampak air dari kolam renang masuk menerobos melalui jendela, membuat lingkaran kecil cukup untuk menyelimuti telapak tangan milik Justin. “Sedikit lagi,” kata Justin sambil meringis. Api dan air itu saling mneyatu, tapi juga betetntang satu sama lain. Meskipun tangan Justin merasa terbakar, tapi juga dingin bersamaan. Begitu sesuatu dari telapak tangannya teerangkat ke permukaan, Zack langsung mengambilnya. “Berhasil!” pekik Justin dan Steve bersamaan. Mata Zack langsung berwarna merah, semerah darah. Sisik naga yang ada di tangannya pun terangkat ke udara. Mereka bertiga mendongak karena melihat sinar putih menjulang ke atas. Terdapat tulisan kuno milik Planet Aques, tapi seperkian detik berubah menjadi tulisan manusia bumi. Prancis, Pulau Reunion, Gunung Piton De La Fournaise “Kita pergi ke sana,” kata Zack sambil menyeringai. Ternyata pria itu sudah sadar beberapa waktu lalu saat Justin melakukan hal konyol dengan menyayat telapak tangannya. “Naga sialan!” teriak Steve hendak memukul wajah tampan Zack. Tawa naga itu pecah seketika. “i***t,” ejek Zack kepada mereka berdua. “Pasti kau tahu caranya bukan? Kau sengaja bukan? Dasar iblis!” tuding Justin tiada henti. “Sudah cukup!” Justin lelah dan kesal bersamaan melihat pertengkaran mereka di setiap pertemuan. Aku lelah, batinnya langsung tengkurap di ranjang sambil memejamkan mata tak ingin mendengar mereka berdebat. “Justin,” panggil Zack dan Steve bersamaa. Ternyata Justin sudah tidur karena kelelahan. “Aku akan berisap sekarang. Kau jaga Justin. Jangan membuat masalah.” Steve harus menyiapkan segala sesuatu untuk perjalanan mereka bertiga menuju ke Perancis. Tidak lama Steve keluar, pria itu kembali lagi ke dalam kamar. “Ada Liana!” pekiknya trtahan. “Kenapa gadis itu selalu saja menganggu hidupku?” Zack mengintip ke arah jendela. Tampak Liana sedang berdiri di depan gerbang. “Aku tak mau berurusan dengannya. Kau urus sendiri saja.” Steve pun menghubungi seseorang. Beberapa menit kemudian, seorang pelayan wanita datang. “Apa yang bisa saya bantu, Tuan.” “Siapkan semuanya. Dan bawa gadis yang ada di luar masuk ke ruang tamu. Suruh semua pelayan kembali ke mansion utama.” “Baik.” Pelayan itu undur diri, sedangkan Zack masih menatap Liana dengan pandangan tajam. Gadis itu, jika di biarkan akan terus saja menjadi penghalang. Sepertinya aku harus membuatnya menjauh dari hidupku, batin Zack bertekad. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN