Bab 22

1174 Kata
Gempa pelan yang berulang kali terjadi membuat para penduduk sekitar langsung bergegas keluar rumah. Mereka pun langsung turun gunung. Tidak hanya itu, para turis yang sedang liburan di sekita pulau langsung di evakuasi. Mengingat gunug itu aktif, besar kemungkinan akan terjadi letusan. Tapi belum ada himbauan dari pemerintah setempat karena gempa yang mendadak itu. Bunyi gemuruh hujan pun membuat suasan menjadi tak terkendali. Justin merasa ada yang aneh dengan gunung aktif tersebut. “Kalau kita bertindak gegabah, besar kemungkinan gunung akan meletus,” katanya sambil menatap ke langit yang tampak pekat, tak ada bintang ataupun bulan sama sekali. “Tidak ada pilihan lain!” teriak Steve sambil merentangkan kedua tangannya, sontak lava yang ada di sana terangkat. “Kau gila!” pekik Zack memegang bahu Steve. Mata pria itu berwarna melah menyala ketika bola kehidupan elemen api terombang-ambing di lautan kubah lava. “Mundur!” Justin mengayunkan air untuk menghadang lava yang mulai tidak terkendali. Zack dan Hans pun berada dibelakang tubuh pria itu untuk mencari perlindungan. Lava itu terangkat ke atas seperti ombak yang siap melahap apa saja. “Jangan keluar dari pelindung ini!” Justin membuat lingkaran air untuk melindungi mereka bertiga. Karena Steve tak mampu menampung lava itu, akhirnya pertahananya runtuh seketika. Melihat dia kuwalahan, Justin langsung mengambil bola kehidupan tersebut dengan elemen air miliknya. Kaki pria itu dihentakkan ke tanah, seketika air muncul dari dalam tanah emmbawa mereka bertiga pergi ke permukaan dengan cepat. “Menjauh!” Justin mendorong Hans dan Zack ke tempat lain karena lava mulai naik ke permukaan. “Steve!” Steve yang sedang berusaha keras tetap bertahan pun menyerah dan memilih naik ke permukaan. Sempa pun terjadi cukup kuat sehingga membuat beberapa bebatuan ikut turun. “Gunung ini akan meletus!” kata Zack dengan wajah cemasnya. Tiba-tiba ada elemen tanah yang menutup lava yang mulai dimuntahkan oleh gunung itu. Zack pun mulai mencari keberadaan seseorang tersebut. Matanya membulat saat melihat Martin yang berusaha menutup kubah lava itu “Siapa?” teriak Justin sambil balik badan, begitu juga Steve. Hans langsung bersembunyi dibalik tubuh Raja Adeus itu. Namun tidak lama kemudian, tanah yang keras itu mulai retak. Lion pun ikut membantu sehingga lava tidak keluar kembali. Karena mereka berdua sedang sibuk menekan lava, bola kehidupan elemen api pun yang melayang di udara langsung masuk ke dalam tubuh Zack dengan cepat padahal masih belum siap sama sekali. “Sialan...!” Martin mengeram, menekan kedua kakinya di tanah untuk memperkuat pembekuan lava melalui elemen tanah miliknya. Namun karena terlalu besar dan panas, tetap saja tak bisa mengatasi lava itu. Kemudian Steve yang sedikit pulih berusaha menggunakan kekuatannya untuk mengatur aliran lava dan juga Justin pun membuat air menjadi mengeras. Ketiganya bekerja sama tanpa memikirkan permusuhan yang terjadi. Dalam posisi seperti itu, musuh bisa menjadi kawan karena menyangkut keselamtan manusia yang tidak berdosa sama sekali. Meninggalkan mereka yang masih berusaha mengendalikan lava, dua orang musuh lainnya sedang berusaha mendekati Zack yang masih dikendalikan oleh bola kehidupan elemen api. Lihat, dia tsangat kesakitan. Smeua tulangnya seakan remuk dan melebur menjadi debu. Sangat klise memang, tapi itulah yang Zack rasakan. Setiap aliran darah yang mengalir terasa panas, sakit, nyeri tak tertahankan. Dia berteriak keras, cukup memekakkan gendang telinga. Hans yang sebagai manusia biasa hanya bisa bersembunyi di tempat aman sambil menutup kedua telinganya rapat-rapat. Tiba-tiba saja, angin berhembus kencang. Will berusaha mengendalikan angin tanpa undangan itu. Dia sendiri juga kewalahan. Dan untuk Lion berserta Maxel mulai melakukan aksinya. “Lakukan sekarang!” teriak Lion cukup keras. Maxel memperkuat kuda-kudanya untuk membawa air danau yang sudah menjadi targetnya. Dia akan menggulung Zack-masuk ke dalam bola air agar tidak bisa bernafas dan akhirnya mati. Sementara Zack yang masih kesakitan perlahan tubuhnya terangkat ke udara dan mengakhibatkan medan energi yang tidak stabil. Kekuatan para pengendali langsung lenyap seketika. Beruntung Martin, Justin, dan Steve sudah membuat lava tertidur dan kembali ke tempatnya. “Apa yang terjadi?” tanya Steve sambil menatap Zack yang terus saja berteriak. Angin, air, api, dan tanah langsung mengelilingi dirinya. “Berlindung!” teriak Lion bergegas mencari tempat aman. Semuanya pergi mencari tempat yang dirasa cukup aman, lalu melihat Zack dari jauh. Keadaan sekitar membuat mereka tak punya pilihan lain lagi untuk mencari perlindungan. Awan pun segera mengumpul menjadi satu, kilat menyambar berkali-kali ditambah dengan bunyi petir yang saling menyahut. Angin pun berhembus dengan cepat, merusak beberapa pepohonan hingga menyebabkan beberapa pohon patah dan terbang. “Justin, kenapa alam menjadi seperti ini?” tanya Steve tak mengerti. Justin sendiri jika tak tahu kalau alam ikut ebrgejolak karena batu kehidupan elemen api masuk ke tubuh Zack. “Yang kita lakukan hanya bisa mengamati. Itu semua tergantung Zack.” Lantas, bagaimana kondisi Zack? Tubuhnya masih tetap panas dan dagingnya merasa terkelupas. Tidak hanya itu, ada uap yang keluar dari tubuhnya tanpa peringatan. Beberapa organ tubuhnya juga merasa terbakar hebat. “Sialan! Aku tak bisa bertahan.....! Arrrggghhhhhh!” Zack berusaha menekan bola kehidupan elemen api yang mulai menggerogoti tubuhnya itu. Tapi naas, dia tidak bisa menahannya dan malah jatuh pingsan. Tubuh Zack terombang-ambing di udara, tapi jiwanya melayang ke sebuah ruang hampa berwarna putih dan hitam. Satu naga berwarna merah sedang berdiri dengan angkuhya. Ujung ekornya terdapat api berwarna kebiruan. “Dasar lemah,” ejeknya dengan santai. Baru bertemu sudah menghinanya dengan terang-terangan. Zack hanya bisa tersenyum masam. “Aku tidak lemah.” Naga itu balik badan membelakangi dirinya. “Kalau bukan karena tubuh alam, kau tak akan bisa bertahan, Ares.” “Siapa kau?” tanya Zack penasaran. “Aku apimu. Dan kau lupa wujudku?” Setiap bola kehidupan melambangkan naga sesuai warnanya. Sedari kecil, Ares tak pernah melihat kebangkitan karena kekuatan yang dimiliki sudha ada sejak lahir. “Kau jiwa!” pekik Zack tak percaya. “Seharusnya kau tahu sejak dulu.” Naga itu mempertontonkan kejadian masa lalu, selama Ares menjadi naga pelindung. Kekuatan yang ditunjukkan hanyalah elemen api saja. “Selama perubahan tubuhmu mengalami hilang kendali.” Naga itu mengangkat kaki kanannya. “Tapi karena kau bodoh, aku harus mengalami belengge seperti ini.” Rantai emas pun muncul di kaki kanan naga itu. “Apakah kau bisa terlepas kembali?” tanya Zack menatap rantai itu tanpa berkedip sama sekali. “Tergantung kau mau melepaskanku atau tidak. Jika kau tak mau melepaskanku, selamanya kau akan menjadi manusia biasa.” Naga itu sedikit menunduk. “Ikuti apa kata hatimu, Zack.” Zack mendekati, tapi tak bisa lebih jauh lagi karena ada sekat kasat mata yang menghalangi mereka. “Apa ini?” “Pemisah! Jika kau tulus maka pemisah akan retak! Ingat kembali tujuanmu pergi mencari aku, Zack?” Zack berusaha keras memukul pemisah itu dengan kedua tangannya, tapi tak kunjung retak juga. Dia merasa frustasi dan marah sehingga membuat naga itu mengeluarkan percikan api. “Santi, Zack! Kau terlalu bersemangat! Jika kau seperti itu, maka tempat ini bisa menjadi abu. Kua ada aku tak bisa bersama lagi.” Zack heran, kenapa semua ini terjaid kepadanya? Jika saja dia tak percaya pada Amerta, maka tugasnya sebagai naga pelindung akan baik-baik saja. “Tenangkan dirimu, kendalikan emosimu, Zack,” pinta naga merah itu dengan bijak. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN