"Aku tidak akan mengampunimu," sentak Alex mengangkat dagu Bianca dengan remasan kasar.
Bianca semakin menengadah karena Alex meremas dagunya begitu kencang. "Kau tahu, Kak? Aku pikir kamu itu pintar, tapi nyatanya tidak."
Kening Alex mengerut mendengar ejekan Bianca. "Apa maksudmu?"
Bianca menyeringai penuh arti. "Bukankah kamu kekasihnya? Lalu bagaimana mungkin kamu tidak tahu kemana calon istrimu pergi? Bukankah
kamu memang bodoh?"
Bianca memejamkan matanya menahan remasan Alex pada dagunya. "Jika kalian benar saling mencintai, kenapa Kak Melinda harus pergi dari pernikahan kalian? Bukankah itu artinya dia tidak mencintaimu? Argh!!"
Alex beralih mencekik leher Bianca. "Berani kau bicara begitu, hah?"
Bianca meneteskan airmatanya karena alam seolah tak adil pada hidupnya. "Katakan padaku jika apa yang aku katakan itu salah?"
Alex menatap Bianca dengan semakin menekan cengkeramannya pada leher gadis malang itu. "Argh!!" Pria itu akhirnya melepaskan cengkeraman tangannya. "Kurang ngajar kamu Melinda!"
Bianca mengatur napasnya yang hampir habis akibat cengkraman Alex. Bianca sendiri bingung mengapa Melinda pergi meninggalkan hari pernikahannya dengan Alex. Padahal, yang Bianca tahu Melinda begitu mencintai Alex.
Setelah beberapa menit mereka sibuk dengan pikiran masing-masing, handphone Alex pun berdering. Alex mengangkatnya, tapi tak ada sahutan sama sekali pada lawan bicaranya. Bianca hanya melihat Alex menggusar rambutnya prustasi, lalu kembali beranjak berdiri.
"Aku akan membiarkanmu menikmati statusmu sebagai istriku, tapi itu hanya 100 hari. Setelah 100 hari, aku akan menceraikanmu dan aku pastikan aku akan membuatmu menyesal karena sudah menyembunyikan Melinda!"
Tubuh Bianca terduduk lemas menatap kepergian Alex ke luar kamarnya. Sungguh Bianca ingin berteriak menangisi nasibnya. Namun, Bianca tidak ingin membuat Alex semakin menindasnya jika gadis itu terlihat lemah.
"Kamu keterlaluan, Kak. Kamu pasti tahu jika ini akan terjadi padaku dengan kepergianmu, bukan?" Bianca mengumpati Melinda yang memang selalu berbuat semena-mena padanya. "Tapi bagaimana mungkin pria itu menuduhku menyembunyikanmu? Kemana sih kamu sebenarnya?"
Bianca merebahkan tubuhnya yang lelah di kasur pengantin milik Melinda yang kini menjadi miliknya. Mata Bianca berangsur melemah dan akhirnya terpejam setelah kelelahan memikirkan nasibnya. Namun, pejaman mata itu tidak berlangsung lama karena Alex kembali mencengkram tangannya.
"Agghr!"
Alex kembali menarik tubuh Bianca. "Kamu tidak bisa menyangkalnya lagi, Bianca. Katakan padaku dimana Melinda? Aku yakin kamu tahu kemana dia pergi, bukan?"
"Bagaimana pun kamu memaksaku mengatakan di mana Kak Melinda, aku tidak akan mengatakannya karna aku memang tidak tahu. Bahkan jika kamu membunuhku sekalipun, kamu tidak akan bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan," sentak Bianca dengan kembang kempis tak mengerti akan tuduhan Alex.
Alex menatap Bianca sejenak. Sedetik kemudian, Alex melepaskan tangannya dari rambut Bianca lalu kembali beranjak pergi meninggalkan Bianca yang hampir mati diterkamnya. Bianca menarik napasnya panjang meratapi apa yang terjadi padanya.
"Hah! Sepertinya aku akan mati lebih dulu sebelum 100 hari menjadi istrinya." Bianca mengusap wajahnya. "Aku harus segera menemukan Kak Melinda. Ini keterlaluan."
Bianca mengambil handphonenya, lalu menggulir nomer telpon yang Bianca tahu adalah teman Melinda. Satu per satu nomer teman Melinda Bianca hubungi, tapi nyatanya mereka tidak tahu kemana Melinda.
"Kamu kemana sih, Kak?" Bianca bangkit dari duduknya untuk pergi mencari Melinda karena rasa kantuknya pun hilang seketika saat Alex menarik rambutnya tadi. Namun, langkah Bianca terhenti karena Alex kembali ke kamar mereka.
"Mau kemana, kamu? Kamu tidak aku izinkan pergi dari sini tanpa seizinku," ujar Alex yang tiba-tiba kembali datang seperti jaelangkung mengamati Bianca membawa tas kecilnya dan di yakini Alex akan pergi dari hotel.
Bianca memalingkan wajahnya. "Baiklah, aku minta izin untuk keluar mencari Kak Melinda."
Alex menyeringai mendengar alasan Bianca. "Kau pikir aku bodoh? Kau ingin lari, bukan?"
Bianca menghembuskan nafasnya bingung. "Maumu apa sih, Kak? Bukankah kamu tidak menginginkanku? Aku akan mencari Kak Melinda karena aku yakin ada hal yang membuat Kak Melinda harus pergi dari pernikahan kalian."
Bianca menoleh pada Alex. "Apa jangan-jangan sebenernya Kak Alex tahu ke mana Kak Melinda? Argh!"
Lagi-lagi Alex mencengkeram dagu karena Bianca mencurigainya. "Apa maksudmu, hah? Kau berani menuduhku menyembunyikan Melinda? Kau pikir apa yang akan para tamu katakan tentangku jika saja pernikahan ini batal?"
Bianca mencoba mendorong tubuh Alex, tapi Alex malah semakin mencengkram dagu wanita malang itu. "Kau menyakitiku, Kak."
Brugh!!
Pada akhirnya Alex terhuyung terbentur meja akibat dorongan kencang dari Bianca. Bianca menatap Alex dengan d**a kembang kempis. Bianca tidak percaya jika dirinya harus berhadapan dengan pria seperti Alex.
"Aku harus pergi. Aku akan buktikan jika aku benar-benar tidak tahu tentang kepergian Kak Melinda. Kamu tenang saja, aku tidak akan lari karena aku bukan wanita seperti itu."
Bianca beranjak melangkahkan kakinya, namun, Bianca terkejut mendapati dua pria berbaju hitam tengah menghadangnya saat pintu kamar itu terbuka. "Saya mau mencari Kak Melinda, tolong beri saya jalan."
Pria-pria itu terlihat menoleh pada Alex. Dengan cepat mereka pun menutup kembali pintu itu. Bianca tidak berontak, gadis itu kembali menoleh pada Alex yang masih menatapnya tajam.
"Apa maumu, sih?" Bianca begitu muak.
Alex memberikan bukti jika ternyata Melinda pergi karena Bianca. Alex menemukan satu surat yang ditemukan di kamar pengantin. Dan di kertas itu tertulis jika Melinda pergi karena Bianca yang memintanya. Bianca meminta Melinda pergi agar Bianca bisa menikah dengan Alex.
"Ini tidak mungkin, ini fitnah!" Mata Bianca terbelalak, lalu membuang kertas itu karena menurutnya tuduhan itu terlalu gila.