Bianca menggelengkan kepalanya. Gadis itu baru sadar jika sang kakak telah menjebaknya. Bahkan Melinda memfitnah Bianca habis-habisan.
Bianca kembali mengambil dan menatap kertas itu dengan penuh emosi karena Melinda sudah keterlaluan. "Ini keterlaluan! Bagaimana mungkin aku-- aagrh!!" Bianca kembali meringis karena Alex menarik tubuhnya dan menyeretnya ke kamar mandi.
"Jangan harap aku akan mengampunimu, Bianca! Bukankah ini yang kamu inginkan? Menjadi istriku? Jadi, nikmati statusmu sebagai istri dari seorang Alex dan jangan pernah bermimpi berbahagia hidup denganku!"
Brak!!
Pintu kamar mandi itu ditutup. Bianca hanya bisa menatap pintu itu dengan helaan nafas kasar. Bianca tidak mengerti apa maksud dan tujuan sang kakak memfitnah dirinya. Bagi Bianca hal itu memang bukan pertama kali dilakukan oleh sang kakak padanya. Namun, untuk kali ini Bianca yakin ada hal besar sehingga Bianca harus kembali menjadi tumbal sang kakak.
Bianca menyenderkan tubuhnya ke tembok. Tubuh itu pun melorot ke lantai. Gadis malang itu memeluk tubuhnya merasakan hawa dingin kamar mandi.
"Aku wanita kuat, bahkan aku bisa bertahan hidup sampai saat ini sendiri, bukan?" Bianca membenamkan wajahnya di bawah tumpuan kedua tangannya. "Aku bersumpah akan menemukan' mu, Kak Melinda!"
***
Ceklek!!
Terdengar suara pintu kamar mandi itu di buka. Bianca mengabaikannya karena begitu malas harus berhadapan dengan Alex. Bianca masih membenamkan wajahnya yang sudah menggigil kedinginan akibat semalaman berada di kamar mandi.
"Nona, apa Anda baik-baik saja?"
Bianca baru berniat mengangkat wajahnya ketika mendengar suara orang lain yang memanggilnya. Nampak seorang wanita muda menghampiri Bianca dan merangkulnya untuk keluar dari kamar mandi. Bianca pun tidak menolaknya karena tubuhnya sudah tidak berdaya.
"Ya Tuhan ... badan Anda dingin sekali, Nona."
"Aku tidak--"
Brugh!!
Tubuh Bianca tidak kuat lagi untuk bertahan. Tubuhnya memang sudah terlalu lelah sebelum bertemu dengan Alex, setelah menikah dengan pria itu pun Bianca tidak diperlakukan dengan baik. Sehingga tubuh gadis itu tidak bisa lagi menahan beban tubuhnya. Setelah beberapa jam mata Bianca terpejam, akhirnya Bianca sadar.
"Kau sudah bangun?" tanya Alex saat Bianca membuka matanya. "Jika kau sudah bangun, segera bersiaplah!"
Bianca masih tak bergeming. Selain karena tubuhnya masih terasa lelah, Bianca juga bingung karena Alex menyuruhnya untuk bersiap. Dengan berat hati Bianca beranjak dari baringannya.
"Memangnya kita mau kemana?"
"Kau tidak perlu banyak bicara karena aku tidak suka mendengar suaramu. Pake baju itu." Alex melemparkan baju itu pada Bianca.
Bianca memalingkan wajahnya. Tak ingin membuat Alex semakin marah, Bianca beranjak untuk membersihkan diri. Walau sebenarnya tubuh Bianca masih belum baikan.
"Aku sudah selesai," ucap Bianca yang sudah berganti baju dengan baju yang Alex berikan.
Alex menatapnya dalam diam. Sorot kekaguman itu terlihat dari mata Alex melihat penampilan Bianca. Namun, segera Alex tepis dengan kebencian terhadap gadis malang itu.
"Aku katakan jika di sana kamu tidak perlu banyak bicara, mengerti?"
Bianca hanya mengangguk mengiyakan. "Iya, Kak."
Mereka pun pergi meninggalkan hotel menuju ke tempat yang belum pernah Bianca datangi sebelumnya. Bianca merapatkan bibirnya walau ingin sekali bertanya. Bianca hanya menuruti perintah Alex agar pria itu tidak marah.
"Turun!" titah Alex saat mereka tiba di depan sebuah rumah mewah.
Bianca turun. Bianca tidak ingin mengeluarkan suaranya sedikit pun dan hanya mengikuti perintah Alex. Bahkan saat Alex mengapitkan tangan Bianca pada lengannya. Bianca hanya bingung, mengapa juga mereka harus terlihat begitu romantis? Bukankah keluarga Alex tahu jika dirinya adalah istri pengganti?
"Akhirnya pengantin baru datang juga," ucap wanita hampir sepuh yang kini melebarkan senyumnya pada Alex dan Yasmin. "Kamu istri Alex?" tanyanya pada Bianca dengan rangkulan lembut di tangan wanita muda itu.
Bianca menoleh pada Alex yang mengangguk. "Iya, Nyonya."
Terdengar suara tawa kecil dari wanita hampir sepuh itu mendengar panggilan Bianca. "Aku Cristina, aku omanya Alex, oma suamimu. Mana bisa kamu memanggilku nyonya, he he. Panggil aku Oma, ya."
Bianca pun akhirnya melebarkan senyum karena ternyata sang nenek menyukainya. "Baik, Oma. Terima kasih." Bianca merengkuhkan badannya, lalu mengecup punggung tangan sang oma. "Aku Bianca, Oma."
Cristina terlihat menatap Bianca dalam sejenak, wanita hampir sepuh itu pun menoleh pada Alex dengan senyuman lebarnya. "Entah mengapa oma lebih menyukai Bianca, Alex. Ayok masuk, Nak."
Alex menatap Bianca yang langsung dibawa oleh sang nenek. Pria itu memang melihat sedikit keanehan pada sang nenek. Sebab, selama ini Melinda tidak pernah terlihat sedekat Itu dengan neneknya. Bagaimana mungkin dengan Bianca sang nenek bisa langsung dekat begitu?
"Terima kasih karena kalian sudah datang. Oma sebenarnya ingin bisa lebih dekat saja dengan kalian."
Bianca begitu mengikuti ucapan Alex agar tidak banyak bicara. Gadis itu hanya mengeluarkan suaranya jika sang nenek bertanya. Bianca hanya mengangguk dan tersenyum tipis, apalagi saat Alex menatapnya.
"Oh iya, apa kamu sungguhan masih adik dari gadis manja itu?"
Bianca menoleh pada Alex yang sudah mengepalkan tangannya mendengar panggilan sang nenek pada Melinda. "Gadis manja?" Bianca menarik napasnya pelan melihat Christina mengangguk. "Iya, Oma."
"Oma hanya sedikit tidak percaya karena kamu sangat jauh berbeda dari gadis manja itu," ujar wanita sepuh itu lagi seolah memang tidak menyukai Melinda.
"Tentu saja beda, Oma. Kan setiap keluarga juga pasti memiliki karakter dan sifat yang berbeda walau terlahir dari rahim yang sama."
Alex memalingkan wajahnya karena nyatanya Bianca bisa lebih dekat sang oma. Berbeda dengan Melinda yang biasanya cenderung tidak menyukai Christina. Pria itu sedikit menggusar rambutnya bingung.
"Apa Oma ada di balik kepergian Melinda karena Oma tidak menyukainya?" Entah mengapa Alex malah mencurigai sang oma karena hubungan Melinda dengan sang oma memang kurang baik.