"Boy, apa yang kamu lakukan? Pindah dari sana!" sentak Christie, tak terima jika ternyata putra kesayangannya pun menyukai Bianca.
Bianca dan Alex mengeratkan genggaman tangan mereka. Alex masih menatap Bianca yang masih tersenyum pada padanya. Sungguh, Alex merasakan sesuatu yang beda dalam hatinya selama hidup bersama Bianca.
"Ck, apaan sih, Moms? Aku dan Bianca ini sudah saling mengenal. Jadi tentu saja hubungan kami sedekat ini."
Christie menggelengkan kepalanya tak percaya. "Kalian sudah saling mengenal?"
"Ya, jadi Mommy jangan mengada-ada. Ini, Bi. Kamu makan yang banyak, ya." Brian mengambilnya nasi dan lauk untuk Bianca.
"Brian, aku bisa ambil sendiri. Sebaiknya kamu duduk dan makanlah."
Brian tak mendengarkan ucapan Bianca. Jelas Alex semakin mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Bianca. Ingin sekali Alex marah, tapi amarah itu masih di jaganya agar Alex tidak terlihat lebih buruk.
"Nah, ini makanlah, Bi. Aaa."
Bianca menoleh pada Alex yang masih tanpa reaksi. "Brian, Kak Alex suamiku, jadi tidak baik jika aku mengambil suapan itu darimu."
Bianca pun berdiri, lalu mengambilkan nasi untuk Alex. Lalu untuk Christina, dan terakhir untuk dirinya. Bianca menoleh pada Christie.
"Apa Mommy mau aku ambilkan nasinya juga?"
Christie mengeratkan kepalan tangannya. Selain karena Bianca mengabaikan putra kesayangannya, Christie juga tidak menyukai Bianca.
"Aku bisa sendiri. Brian, kamu juga makan."
Brian menghela napasnya kasar. Baru kali Brian mendapatkan penolakan. Apalagi kali ini saingannya adalah sang kakak. Padahal, biasanya Brian selalu lebih unggul dalam urusan itu daripada Alex.
"Kak Alex mau sama ini?" Bianca mengambil sepotong lauk itu setelah Alex mengangguk.
"Bi, aku juga, dong." Brian menyodorkan piringnya pada Bianca.
Bianca menoleh pada Alex yang masih tanpa reaksi. "Ya sudah, aku ambilkan."
Suasana makan siang kali ini begitu tegang. Pasalnya, Christina begitu cemas dengan keadaan hati cucu-cucunya. Bagaimana pun Alex dan Brian adalah saudara, tidak mungkin mereka harus menyukai wanita yang sama.
"Aku selesai." Alex beranjak dari duduknya.
"Aku juga sudah selesai." Bianca ikut bangkit dan menghampiri Alex di wastafel. "Kak Alex."
Alex menoleh pada Bianca. "Ada apa?"
"Apa ini sungguhan rumahmu?" Bianca menoleh ke kanan dan kiri. "Bukankah kamu hidup sendiri, Kak? Kenapa rumahmu besar sekali?" ujar Bianca yang selalu bicara apa adanya.
Alex menarik napasnya, lalu berbisik di telinga Bianca. "Jangan lupa sekarang aku sudah menikah."
Bianca terdiam sejenak. "Iya, tapi kan ini hanya sementara."
Alex ikut terdiam mendengar lirihan Bianca. Pria itu memejamkan matanya karena nyatanya Bianca memang tidak ingin hidup dengannya. Entah bagaimana perasaan Alex pada Bianca sebenarnya, yang jelas Alex tidak ingin sampai Brian mengambil Bianca darinya.
"Tidak perlu banyak berpikir, bukannya nanti mah gimana nanti?" Alex menatap Bianca penuh arti.
"Kok aku kaya hapal bahasa itu? Bukankah aku yang tadi bilang nanti mah gimana nanti? Kenapa dia pun mengatakan hal yang sama?" batinnya Bianca. "Iya, deh."
Alex pun tersenyum tipis. Bianca tidak tahu jika semua aktifitasnya akan Alex ketahui. Kecuali di kamar mandi.
"Kita kembali."
"Bi, Alex, terima kasih ya atas makan siangnya. Makan siang kali ini sungguh luar biasa," ujar Christina, "mulai sekarang kalian tinggal di sini, bukan?"
"Iya, Oma," sahut Alex.
"Baguslah. Semoga kamu bisa betah di sini, ya, Bi. Oma akan datang ke sini kapan-kapan."
"Terima kasih, Oma."
Brian pun bangkit dari duduknya setelah menyelesaikan makannya. "Aku juga akan sering datang ke sini, Bi. Kamu tenang saja, ya."
Bianca menoleh pada Alex yang kembali pada raut kesal. Bianca jadi ingin tahu, kira-kira Alex kesal kenapa? Tidak mungkin kesal karena cemburu, bukan?
"Kamu tidak boleh sering-sering datang ke sini, Boy. Ingatlah, Bianca ini istri kakakmu, jangan mengada-ada."
Kening Alex mengerut mendengar ucapan sang mommy. Baru kali ini Alex merasa di bela oleh wanita yang sudah melahirkannya itu. Padahal selama ini wanita itu selalu meminta Alex mengalah pada Brian.
"Bianca ini bukan selera kamu, bukan, Brian?" tambahnya.
Alex kembali mengepalkan tangannya karena nyatanya pembelaan dari Christie hanya karena Bianca tidak cocok dengan Brian menurutnya. "Mommy benar, Brian. Bianca ini bukan selera kamu. Lagipula dia istriku, jadi jangan sering-sering datang ke sini apalagi saat aku tidak ada."
Brian menatap Alex dengan tajam, lalu menyeringai mengejek. "Kamu yakin jika Bianca ini istrimu? Lalu kenapa kamu malah menyakitinya, hah? Apa itu yang dikatakan suami istri?"
"Apa? Kamu menyakiti Bianca, Alex?"
"Ya, Oma. Dia itu bukan manusia, dia spycopat. Dia menyiram Bianca dengan air panas dengan alasan Bianca harus menanggung akibat ulah Melinda."
Christina menggelengkan kepalanya. "Bianca, apa itu benar, Nak?"
Bianca menoleh pada Alex yang menatapnya, lalu menoleh pada Christina. "Aku--"
Alex bangkit dari duduknya, lalu pergi ke luar rumahnya entah mau kemana. Alex sadar dirinya memang tidak pantas untuk Bianca. Berkali-kali Alex melukai Bianca, bahkan Alex tega mem-blacklist nama Bianca agar tidak bisa bekerja di mana-mana.
"Kak Alex!" Bianca hendak mengehentikan Alex, tapi Brian mencekal tangannya.
"Bi, biarkan dia pergi. Kamu harus ingat siapa dia, Bi. Dia bisa saja membunuhmu kapan pun."
Bianca menatap Brian. "Tapi dia suamiku, Brian. Aku harus pergi mengejarnya." Bianca menepis tangan Brian. "Aku khawatir padanya."
"Bianca?" Dengan terpaksa Brian membentak Bianca. "Bi, aku mohon, biarkan dia pergi. Dia harus sadar akan kesalahannya. Aku mohon, Bi. Kamu terlalu berharga untuk dia sakiti terus."
Christina semakin memegang kepalanya karena nyatanya Brian memang menyukai istri dari Alex. Begitupun dengan Christie yang masih tidak percaya jika putra kesayangannya menyukai Bianca. Brian bahkan dengan terang-terangan mengatakan Bianca terlalu berharga untuknya di hadapan mereka.
"Oma, aku mohon lakukan sesuatu. Aku khawatir pada Kak Alex." Bianca menatap sang oma penuh harap.
Christina menatap Bianca. Christina tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya diantara Bianca dengan Alex sampai Brian masuk pada kehidupan mereka. Namun, Christina bisa melihat ketulusan dari Bianca pada Alex. Tentu Christina senang karena selama ini Alex memang kurang kasih sayang, tidak seperti Brian yang selalu di manjakan oleh kedua orang tuanya.
Wanita paruh baya itu merangkul tangan Bianca. "Kamu tidak perlu khawatir, Bi. Alex memang keras, tapi Oma yakin kamu bisa mengatasinya." Christina semakin merangkul tangan Bianca. "Oma mohon, apapun yang terjadi, jangan tinggalkan suamimu."
"Oma!" Brian membentak Christina karena tak terima. "Apa maksud Oma? Oma mau Bianca mati pelan-pelan di tangan anak spycopat itu?"
"Stop, Brian. Oma minta kamu jangan mengganggu hubungan Bianca dengan Alex. Oma yakin mereka bisa bahagia."
"Bahagia Oma bilang? Ini, lihat luka yang anak itu torehkan pada Bianca, Oma." Brian menaikan baju Bianca dan memperlihatkan luka Bianca pada Christina.
"Brian, aku mohon hentikan. Aku tahu kamu orang baik, tapi aku yakin Kak Alex juga bisa berubah."
"Tidak, Bi. Aku tidak percaya jika dia akan berubah. Aku tahu betul siapa pria itu, Bi. Aku tidak akan rela kamu terus disakitinya."
"Brian!!" Christie tidak tahan lagi karena Brian sudah benar-benar terang-terangan mengatakan kesukaaannya pada Bianca. d**a wanita itu kembang kempis menahan amarah."Kita pulang!"
"Tidak, Moms. Aku akan tetap disini melindungi Bianca dari Alex."
Christie menghentikan langkahnya. Kepalan tangannya kian erat karena Brian sudah tidak mau mendengarkan ucapannya. Dan semua ini karena Bianca.
"Ini semua karena kamu, Bianca! Ingat, Brian, jika kamu tidak mau nurut pada Mommy, jangan salah kan mommy jika mommy pun melakukan hal yang sama dengan Alex pada Bianca!" Christie menoleh pada Bianca dan menatapnya dengan tatapan tajam penuh penekanan, setelah itu, Christie pun pergi.
"Moms, apa maksudmu? Mommy! Argh!" Pada akhirnya Brian pun ikut pulang karena tidak ingin sang mommy mencelakai Bianca. "Bi, aku pulang. Aku janji aku akan tetap melindungimu."
Bianca hanya menghela napasnya kasar, lalu menundukkan wajahnya. "Ini semua memang salahku, Oma. Aku minta maaf, tapi aku tidak tahu jika semua ini akan terjadi."
Christina menggelengkan kepalanya. "No, Bianca. Apa maksudmu? Ini bukan salahmu, Oma mohon, jangan tinggalkan Alex apapun yang terjadi pada kalian, okey!"
Bianca menatap Christina dengan bingung. "Tapi, Oma, apa aku bisa?"
"Bisa, Oma yakin Alex sudah menyukaimu, Bi. Hanya tinggal bagaimana kalian memulainya. Oma pastikan Alex baik-baik saja, dia pasti pulang. Oma pulang dulu." Christina memeluk Bianca, setelah itu ikut pergi meninggalkan Bianca sendiri di dalam rumah besar bak istana.
"Ya Tuhan ... apa yang harus aku lakukan sekarang?"
"Nyonya, ada yang bisa aku bantu?"
Bianca menoleh pada arah Mona. "Mona? Ah, kenapa aku lupa aku punya kamu? He he. Mon, bisakah kamu tunjukkan satu persatu ruangan di rumah ini? Aku takut nyasar nanti saat sendiri."
Mona tersenyum tipis karena sang nyonya selalu lucu. "Tentu, Nyonya. Mari, saya tunjukkan."
Bianca mulai berjalan memasuki ruangan demi ruangan. Sampai akhirnya ruangan terakhir Mona tunjukkan, yaitu kamar utamanya. Kamar dimana Bianca dan Alex nanti tidur.
"Oh my God, ini kamar apa lapangan bola, Mon?"
"Kamar, Nyonya. Bukan lapangan. Ingat!"
Bianca tertawa renyah mendengar candaan Mona. "Iya, iya. Aku pikir ini lapangan bola, ha ha."
"Mungkin bisa saja nanti Nyonya dan Tuan buat kamar ini jadi lapangan bola, aku doain Nyonya dan Tuan memiliki anak 11 agar bisa wujudkan keinginan nyonya itu."
"Apa kamu bilang, Mona? Sebelas? Memangnya aku kucing?" Bianca mengejar Mona yang malah berlari takut kena amuk sang nyonya, namun, sampai di depan pintu, Bianca terpeleset. Beruntung sepasang tangan kekar dengan cepat meraih tubuh itu sehingga tubuh Bianca jatuh dalam dekapannya.