Fanrir menoleh ke arah Ryan dan yang lainnya melihat Fanrir melihat ke arah mereka tubuh mereka tiba-tiba menjadi susah untuk digerakan. Fanrir berjalan kearah mereka dengan tatapan marah dan mulut yang berlinang air liur Ryan menggelengkan kepalanya beberapa kali untuk menyadarkan dirinya dan bersiap untuk melawan Fanrir. Jika yang dikatakan oleh Mio benar seharusnya dia bisa melakukan apa yang baru saja Arif lakukan Ryan memasang kuda-kuda dengan kaki kanan di depan dan kaki kiri di belakang, tubuhnya menyamping ke karah kiri dia mengeluarkan pedang anginnya dan memegangnya dengan dua tangan. Melihat Ryan memasang kuda-kuda dan mengeluarkan pedang anginnya Mio dan yang lainnya sudah tau apa yang akan Ryan lakukan.
“Tuggu, Ryan kau mau apa?” Tanya Dian dengan wajah pucat.
“Tidak perluku katakan kau sudah tau sendiri, kan?” ucap Ryan dengan ekspresi serius. “Aku akan melawannya dan saat perhatiannya mengarah padaku kalian pergilah sejauh yang kalian bisa!”
“Tapi, jika kau melakukannya kau akan mati,” ucap Sisi dengan ekspresi sedih. “Aku tidak ingin kehilangan seseoarng yang aku sayangi lagi.”
“Selain itu kau tidak mungkin melawannya sendiri,” tambah Leonardo.
“Sendiri? jangan bercanda. Aku tidak akan bertarung sendiri,” ucap Ryan dengan senyuman lebar diwajahnya.
“Apa maksudmu?” Tanya Mio.
“Aku tau kau masih hidup,kan … ARIF.”
Berbarengan dengan teriakan itu sebuah cahaya berwarna merah darah kehitaman melesat dari arah bukit yang telah memiliki cekungan berukuran besar di salah satu sisinya. Cahaya itu langsung melesat ke arah Fanrir merasakan ada yang mendekatinya Fanrir menoleh ke kiri dan melihat sebuah cahaya berwarna merah darah kehitaman melesat ke arahnya saat dia lebih memusatkan pandangan ke cahaya itu dia melihat Arif dengan kedua tangan memegang pedang di s**u kanan tubuhnya dengan seluruh tubuhnya di selimuti oleh kobaran api berwarna merah darah kehitaman dengan senyuman mengerikan diwajahnya. Arif bersiap untuk mengayunkan pedanganya Fanrir sudah siap untuk menyambut serangan itu dengan serangan yang sama yang dia keluarkan sebelumnya. Fanri bersiap untuk menembak tapi sebelum dia menembakakan bola sihir di mulutnya Ryan sudah melesat dengan posisi pedang siap untuk menusuk. Ryan mendorong pedang itu ke arah depan dengan dua tangan dan setalah pedang itu berada di depannya sebuah tembakan laser berwarna hijau melesat dari pedang itu menuju ke arah Fanrir yang masih fokus pada Arif.
“Badai Roh.”
Serangan itu melesat sangat cepat dan karena terlalu fokus pada Arif Fanrir tidak menyadari serangan itu dan serangan itu mengenainya tepat di kepala saat dia menembakan bola sihirnya serangan itu berubah arah ke arah kiri Arif. Arif mengayunkan pedangnya dari bawah ke atas dan sebaliknya dua tebasan tegak lurus melesat mengarah ke arah Fanrir dengan ukuran yang sama besar dengan tubuhnya Fanrir melompat ke kiri tebasan itu melewatinya dan membelah gedung di belakangnya. Fanrir berlari ke arah Arif dan dia memutar tubuhnya ekornya bergerak dan menyambar Arif. Arif menahan sabetan ekor itu dan memegangnya dengan kedua tanganya lalu menarik ekor itu Fanrir erkejut karen tubuhnya terseret dan sekarang berputar-putar sebanyak tiga kali sebelum Arif melepas genggaman tangannya pada ekor Fanrir. Fanrir terlempar sejauh beberapa meter dan menabrak bagunan di lintasan terbangnya sebelum berhenti setelah menabrak sebuah gedung tinggi dan membuatnya runtuh.
“Sial, bagaimana dia bisa sekuat ini?. Dan juga … kekuatan apa itu? aku tidak pernah melihat kekatan seperti itu ….” ucap Fanrir lalu menyadari sesuatu. “Tunggu sebentar, aku pernah mendengar ini sebelumnya … kau, jangan-jangan ….”
Fanrir berdiri dan terkejut melihat Arif sudah mengangkat pedangnya ke atas kepalanya dan memegangnya dengan dua tangan. Dia merasakan sesuatu yang sangat berbahaya akan dilakukan oleh Arif dan itu bisa mengancam nyawanya. Fanrir mendongak ke atas sambil pandangannya tidak lepas dadi Arif lalu sebuah bola berukuran raksasa muncul tepat didepan mulunya yang menganga bola itu kemudia mengecil dan Fanrir memakanya. Setelah itu pupunya mulai mengembang sedangkan Arif mengeluarkan api pada pedangnya dan api itu membumbung sangat tinggi keangkasa sedangkan kobaran api berkorbar di sekitar tubuhnya dan tanah di bawahnya mulai berubah menjadi lautan lava padahal jarak Arif dengan tanah sangat jauh tapi tanah di bawahnya sampai meleleh. Ryan yang melihat hal itu sangat terkejut dan disaat yang bersamaan mereka melancarkan serangan mereka masih-masih. Fanrir menembakan bola sihirnya dan sekarang bola sihir itu tidak berubah bentuk menjadi laser tapi tetap berbentuk bola dengan ukuran yang hampir sama dengan ukuran tubuh Fanrir sendiri dan saat menembakan bola sihir itu tanah dibelakang Fanrir terangkat karena daya tolaknya sangat luar biasa. Sedangkan Arif sendiri mengayunkan pedangnya ke bawah dengan sangat cepat dan kobaran api yag membumbung tinggi itu bergerak turun ke arah Fanrir. Bola sihir dan tebasan api itu berbenturan dan mengakibatkan udara disekitarnya meledak dan mengakibatkan benda-benda disekitar bola sihir da tebasan api itu terpental bahkan tanah di bawah dan disekitarnya pun ikut terangkat.
Ryan, Mio, dan yang lainnya berusaha sekuat tenaga mereka agar tidak ikut terpental karena hembusan angin yang di akibatkan oleh tubrukan antara dua sihir yang sangat dahsyat itu. Setelah beberapa detik mereka beradu kekuatan akhirnya bola sihir milik Fanrir terbelah menjadi dua diikuti oleh Fanrir sendiri yang juga terbelah menjadi dua. Korban dari serangan Arif tidak hanya mereka berdua tapi juga segala macam benda dibelakang Fanri juga ikut terkena inbasnya. Gedung pencakar langit, rumah, jalanan, dan tanah yang terkena serangan itu secara telak langsung hancur meleleh menjadi lava sedangkan yang hanya terserempet juga mengalami kerusakan yang berat.
Fanrir terjatuh dengan tubuh yang sudah terbelah menjadi dua lalu Arif menoleh ke arah Ryan yang masih melayang di udara dan menghilang lalu muncul didepannya secara tiba-tiba. Arif melihat wajah Ryan dengan tatapan kosong Ryan hanya berdiri mematung dan tidak membuat gerakan secara tiba-tiba agar Arif tidak menganggapnya sebagai musuh. Lalu setelah melihat wajah Ryan, Arif meliaht ke arah Mio dan yang lainnya lalu menghilang dan muncul beberapa meter di depan mereka. Arif melihat mereka satu-persatu lalu berjalan menghampiri mereka.
“Apa yang harus kita lakukan?” Tanya Dave takut.
“Jangan bergerak, biarkan dia memutuskan kita ini musuhnya atau bukan,” jawab Sisi tenang.
Arif berjalan ke arah Mio dan setelah sampai tepat di depannya Arif mulai mendekatkan kepalanya ke arah wajah Mio dan mengendus bau tubuhnya. Tubuh Mio bergetar karena hal itu dia memejamkan matanya sampai Arif selesai mengendus bau tubuhnya lalu membuka matannya setelah Arif selesai melakukannya. Dia meliaht Arif dengan mata berkaca-kaca perasaanya bercampur aduk, dadanya terasa sangat sesak. Mio sangat ingin langsung memeluk Arif yang berdiri sangat dekat dengan dirinya yang melihatnya dengan tatapan kosong tapi dia takut untuk melakukan hal itu. Dia takut kalau Arif akan menganggapnya musuh karena bergerak secara tiba-tiba.
Mio akhirnya memberanikan diri untuk mengangkat tanganya dan secara perlahan mendekatkan tangan kanannya pada pipi Arif. Awalnya Arif merespon gerakan tangan itu dengan menatap Mio dengan tatapan membunuh tapi Mio memilih untuk mengabaikannya dan terus menggerakkan tangannya untuk menyentuh pipi Arif. Dan setelah tanganya berhasil menyentuh pipi Arif, tubuh Arif yang tadinya sangat tegang sekarang mulai mengendur. Dia menurunkan bahunya lalu menutup matanya mencoba untuk menikmati gesekan tangan putih kecil itu dipipinya lalu dia menjatuhkan pedangnya. Sebelum pedang itu menyentuh tanah pedang itu sudah berubah menjadi kobaran api lalu menghilang. Mio mulai merasa senang karena dia merasakan hangat ditangan kanannya bahkan rasa hangat itu menajalar ke seluruh tubuhnya melalui tangan kanannya yang mengelus-elus pipi Arif. Lalu tanpa peringatan tubuh Arif mulai muncul luka sayatan di seluruh tubuhnya dan darah segar muncrat dari luka tebasan itu dan membuat area disekitar Mio dan Arif belumuran darah. Bahkan muka, tangan, dan pakaian Mio juga terken muncratan darah itu lalu Arif jatuh kedepan dan di tangkap oleh Mio lalu Mio terduduk sambil memeluk Arif yaang tidak sadarkan diri. Kejadian itu terjadi begitu cepat dan membaut semua orang disitu terkejut.
“Rif!”
“Kakak!”