12

1959 Kata
Kami berjalan meninggalkan gedung itu dengan perasaan kesal, capek dan beberapa perasaan yang aku sendiri tidak ingin bahas. “Jadi, Sekarang bagaimana?” Tanya Dian. “Leo!” Panggilku. “Kita cari kendaraan lain.” “Kalo gitu kita pergi ke parkiran, di sana pasti bayak mobil yang nganggur.” Ucap Mio. “O….” Belum sempat aku selesai ngomong ada sesuatu yang menyerangku dari belakang, dinding api yang aku gunnakan untuk menahan serangan Diablo tadi muncul. Kami terkejut karena serangan dadakan itu, aku menoleh kebelakang dan melihat ada seorang pria dengan rambut pirang bermata biru, dan memakai sebuah kemeja berwarna putih dan celana panjang berwarna hitam. Membawa pedang berwarna silver dengan lambang serigala di bagian pangkal gagangnya. Dia mendorong pedangnya dan aku terpental cukup jauh dan menabrak pagar beton, dia juga menyerang Mio dan yang lainnya dan membuat mereka terpental beberapa meter. “Kurang ajar. Siapa kau?” Teriak Dave. “Siapa aku? Perkenalkan namaku Fanrir. Salah satu iblis pengawal permaisuri.” “Iblis katamu?” Ucap Rebeka terkejut. “Sial, Aku kira cuma Kora saja yang memiliki ras iblis.” Gerutu Ryan. “Kora? Jangan samakan aku dengan wanita lajang itu. Aku ini lebih kuat darinya.” “Dave! Bagaimana dengan sisa amunisi kita?” Tanya Ryan. “Tidak bagus. Kita sudah menggunakan terlalu banyak untuk melawan gurita tadi.” “Sial.” Umpat Leonardo. “Adu, du, duh. Ayo lah, berikan aku waktu untuk istirahat sebentar.” Gerutuku dalam hati. Aku langsung melesat ke arah pria kurang ajar yang tiba-tiba menyerangku. Aku menghunus pedangku dan langsung menyerangnya dengan tebasan dari bawah kiri ke atas kanan, pria yang bernama Fanrir itu menyadari seranganku dan langsung menangkisnya dengan mudah. “BISA TIDAK KALIAN TIDAK MENGGANGGU KAMI … JUST FOR FIVE MINUTE?” Teriakku kesal. “Yo, aku tidak menyangka akan bisa bertemu denganmu Yang Mulia.” Ucapnya dengan nada sombong. Aku menarik pedangku dan melompat ke belakang beberapa kali untuk menjaga jarak. “Diablo juga mengatakan hal yang sama, sebenarnya apa yang kalian mau dariku?” “Diablo? ah. Anjing permaisuri itu, aku tau dia hanya di perintahkan untuk menyampaikan pesan permaisuri padamu saja. Aku tidak mengira dia akan berbuat sedikit lebih. Yah, aku tidak heran karena dia sangat mencintai permaisuri.” “Sebenarnya apa yang kau katakan?” Ucapku tidak paham. “Yah, kau mengerti atau tidak. Itu bukanlah hal yang penting, yang terpenting sekarang adalah ayo bersenang-senang.” Ucapnya lalu memasang kuda-kuda. Aku juga memasang kuda-kuda dan bersiap untuk menyerangnya. Bersamaan dengan jatuhnya keringatku ke atas tanah, kami melesat bersamaan. Aku menyerangnya dengan tebasan dari atas kanan ke bawah kiri sedangkan dia melakukan hal sebaliknya. Pedang kami bertubrukan tapi kami hanya menggoreskan pedang kami satu sama lain dan melewati satu sama lain, setelah posisi kami bertukar kami memutar tubuh kami dan langsung menyerang balik. Aku menggerakkan tanganku dari bawah kiri ke atas kanan sambil melakukan gerakan memutar, dia juga melakukan hal yang sama. Pedang kami bertabrakan dan adu kekuatanpun terjadi, kami saling mendorong dengan pedang kami. “Kekuatanmu lumayan juga bisa mengatasi seranganku.” “Terima kasih atas sanjunganya. Tapi, ini belum apa-apa.” Aku mengangkat pedangku ke atas dan pedangnya juga ikut terangkat lalu aku menebasnya dari bawah kanan ke kiri atas, Fanrir membaca gerakanku dan dia mundur ke belakang. Aku mengejarnya dan terus melakukan serangan beruntun, dari bawah kiri ke kanan atas, atau sebaliknya, dari atas ke bawah atau secara mendatar, dan menusuknya. Tapi dia bisa membaca setiap seranganku, dan saat aku menyerangnya secara vertikal dia melompat kebelakang sejauh beberapa meter. “Aku pikir kemampuanmu lebih kuat, tapi sepertinya aku salah. Kau tidak sekuat yang di ucapkan permaisuri.” “Sebnarnya apa yang kau katakan? Siapa sebenarnya permaisuri itu? Apa hubungannya denganku?” “Sudah jelaskan kalau dia itu permaisuri, Penguasa kaum iblis. Istrimu.” Mendengar perkataan itu membuat kami semua terkejut. “APAAAAA?” Teriak kami semua. “Kak, kau sudah menikah?” Tanya Sisi. “Arif, Kau tidak pernah bilang kalau kau sudah nikah.” Ucap Dian. “Kenapa kau tidak bilang kalau sudah menikah, Setelah ini selesai kau harus mentraktir kita.” Ucap Ryan. “Tidak bukan seperti itu. Woy, kalo ngomong jangan sembarangan. Aku ini masih anak sekolah, masih polos. Mana mungkin aku sudah menikah. Dan juga, siapa permaisuri yang dari tadi kau bicarakan itu?” Belaku. Tiba-tiba aku merasakan hawa membunuh yang sangat kuat. Aku menoleh ke sumber hawa membunuh itu dan melihat Mio yang berdiri dengan aliran listrik besar yang mengelilinginya. Dan tatapnnya sangat mengerikan, bulu hidungku sampai berdiri sendiri. “Apa maksudnya semua ini Arif? Coba kau jelaskaaaan.” Mio sekarang dalam posisi akan mengeluarkn railgunnya. Tangan kanannya terangkat lurus dengan bahu, jari-jarinya mengepal, dan di antara ibu jari dan jari telunjukknya terdapat sebuah koin dan ibu jarinya bersiap di bawah koin itu untuk melemparnya. Listrik bertegangan tinggi mengalir ke tangannya dan dia menyentilkan ibu jarinya dan dalam sekejab cahaya leser berukuarn besar melesat mengarah padaku. Aku reflek melompat ke samping kanan. “Mio, apa yang kau lakuakn? Mau membunuhku?” Teriakku. “Benar, aku akan membunuhmu. Dasar laki-laki hidung BELAAAAAANG.” Mio kembali melepaskan tembakan dan aku kembali melompat ke samping untuk menghindarinya. Serangannya barusan mengenai sebuah tembok dan tembok itu berlubang dengan cairan panas ditepi lingkaran itu. “Tu-tunggu sebentar! biar aku jelaskan.” “Tidak ada yang perlu di jelaskan dasar, m***m, Hentai, Buaya Darat, Marimo, Kadal Gurun, Siscon Akut, Kang Nyasar, Bodoh, Tidak Peka, Wibu, Simper Janda, Penyuka Mama Muda.” Mio mengatakan itu semua sambil terus menembakku dengan railgunnya. Tunggu sebentar, dari mana dia dapat pelurunya? Saat aku berfikir seperti itu aku melihat ke arah Mio dan melihat Ryan sedang memberikan berbagai barang berukuran kecil yang mengandung besi kepada Mio sedangkan Leonardo bertugas mencari barang-barang yang memiliki unsur besi. “Woy, Bajak laut A, Jangan memberinya barang untuk di tembakkan lagi. Dan Leo, jangan ikut-ikutan. Nyawaku jadi taruhannya di sini.” Teriakku marah. “Sebenarnya apa yang mereka lakukan?” Ucap Dave dengan ekspresi datar. Sedangkan Rebeka, Dian, dan Sisi hanya tertawa terbahak-bahak. Kami bahkan sampai lupa dengan iblis yang sedari tadi memperhatikan kami dengan ekspresi, aku tidak tau bagaimana mendeskripsikannya antara bingung atau apa? yang pasti dia hanya melihat kami dengan ekspresi datar yang konyol. Mio terus menembakkiku sampai tidak ada lagi barang yang bisa di gunakan sebagai peluru. Aku berdiri sambil terengah-engah dengan ekspresi kesal, dan kelelahan. Tenagaku terkuras habis hanya untuk melompat ke sana kemari untuk menghindari serangan dari Mio. “Akhirnya selesai juga. Haduh, capek banget.” Tiba-tiba Mio kembali menembakkan railgunnya lagi padaku, sekarang dengan ukuran yang lebih besar. Aku terkejut dan langsung melompat ke udara dengan bantuan dorongan dari api di kakiku dan berhenti di udara, Aku mengeluarkan api di kakiku secara terus menerus dan mengakibatkan tubuhku melayang di udara. Setelah aku bisa menyeimbangkan tubuhku aku melihat ke arah Mio dan sekarang malah Sisi ikut-ikutan memberikan peluru berupa benda-benda yang terbuat dari besi. Sekarang dengan ukuran yang lebih besar. “Woy, Sisi. Jangan iku-ikutan. Aku akan membelikannmu sesuatu tapi jangan memberinya sesuatu untuk di tembakkan lagi.” Bujukku. “Mmm, Tidak.” “Apa? Rebeka, Dave, Dian, Tolong! Hidupku di pertaruhkan di sini.” Teriakku meminta pertolongan sambil terus terbang ke sana kemari menghindari serangan Mio. “Maaf Arif, aku ingin menolongmu tapi….” Ucap Rebaka. “Aku juga ingin tapi….” Ucap Dave. “Ini sedikit menghibur.” Ucap Mereka berdua bersamaan. “Apa? Woy, Ayolah. Aku akan traktir kalian makan. Tapi suruh Mio berhenti! DIAN!” “Maaf Rif, Tapi ini memang terlihat sedikit menarik.” “Wah kurang aja. Punya temen gak ada akhlak bener.” “Apa yang mereka lakukan?” Ucap Fanrir dalam hati bingung. “Woy, Fanrir Lakukan sesuatu?” “Yah, Maaf tapi ini memang sedikit menarik.” “Wah kurang aja. Dasar Musuh gak ada akhlak. Apa kau tidak memiliki rasa prikeiblisan apa?” “Aku tidak tau apa yang kau katakan.” “APAAAA?” Mio terus menembakku selama kurang lebih dua jam tanpa henti, Sampai akhirnya aku geram. Akhirnya aku terbang melesat ke arah Mio sambil terus menghindarai tembakkannya. Dan saat ada celah aku langsung menyambar Mio dan langsung memeluknya. “Ya ampun, apa yang sebeneranya kau pikirkan?” Ucapku sambil memeluk Mio erat. “Aku … Aku hanya merasa kesal saja saat aku dengar kalau pemimpin mereka adalah istrimu. Aku takut kau akan pergi meninggalkan aku.” “Bodoh, Bagaimana bisa aku pergi meninggalkanmu begitu saja. Kau tau aku sudah menyukaimu saat aku pertama kali bertemu denganmu. Dan selama itu, aku berusaha untuk bisa mendapatlkanmu. Dan sekarang, aku sudah mendapatkanmu. Aku tak akan melepaskanmu begitu saja.” “Sungguh?” “Tentu saja.” “Apa kau mau berjanji kalau kau tidak akan meninggalkanku?” “Tentu saja, Aku janji aku tak akan meninggalkanmu. Tak akan pernah.” Setelah mendengar perkataanku Mio memelukku dengan kuat. “Mio!” “Tunggu sedikit lagi.” Setelah beberapa menit akhirnya Mio melepaskan pelukannya, dan di matanya aku melihat ada air mata. Aku langsung mengusapnya dengan tanganku dan tersenyum padanya. “Sudah lebih baik?” “Mmm, Sudah.” “Sekarang…. Kenapa kalian tadi tidak menghentikannya dan malah membantunya? Aku bisa saja terbunuh tadi.” “Benar itu, Kalian kejam sekali. Leo, Ryan.” Ucap Sisi tanpa rasa bersalah. Aku menatapnya dengan tatapan marah dan berjalan mendekati Sisi. Dan saat aku sampai di depannya aku langsung mencubit dan memuta-mutar pipi tembemnya dengan perasaan jengkel. “Kau sendir juga iku-ikutan. Malahan lebih parah, kau memberinya peluru yang lebih besar.” Ucapku dengan nada super duper dingin, sedingin oven. “Yah, Huntuk Hitu.” “Setelah semua ini selesai. Aku akan menghukumu selama sebulan.” “Eee, Apa kalian sudah selesai?” Tanya fanrir. Kami yang mendengar pertanyaan itu langsung menoleh ke sumber suara dan melihat seorang pria sedang berdiri mematung sambil membawa pedang dengan ekspresi muka datar yang seolah mengartikan kalau dia sedang ke bingungngan. “Aaaa, Benar juga. Aku lupa kalau kita sedang bertarung melawan iblis.” Ucap kami bersaman dalam hati dengan ekspresi terkejut di wajah kami. “Ya-yah, Maaf. Kami lupa kalau kami sedang melawanmu.” Ucapku. “YA, ya. Ini semua salah Arif.” Ucap Mio menyalahkanku. “Ya, ini salah … Eh? Salahku? Bukannya kau yang dari tadi menyerangku?” “Yah … Ehe!” Ucap Mio sambil memukul kepalanya dengan lidah menjulur dan mata di tutup satu. “Ehe.” “Bisa kita lanjutkan?” Tanya Ryan. “Mmm, Sampai mana tadi? Ah iya. Apa hanya ini kemampuanmu manusia?” “Apa katamu?” Teriak Ryan marah. Yang di buat-buat. Entah kenapa ini menjadi sedikit canggung tapi kami berusaha untuk masuk kembali ke dalam alur ceritanya. Jadi … Sampai mana tadi? Oh iya. Ryan dan aku bersiap untuk menyerang Iblis itu dengan serangan yang kami gunakan untuk melawan monster Nemo tadi. “Kau siap, Marimo?” “Kau sendiri bagaimana, Lolicon akut.” Ryan mengeluarkan Panah Anginnya dan aku mengangkat pedangku ke atas dan memegangnya dengan kedua tangan. Dari pada melakukan serangan yang sama aku lebih memilih melakukan serangan yang berbeda, karena aku yakin dia telah melihat serangan bertarung dengan Cumi-cumi m***m itu. Angin kencang berputar di sekitar tubuh Ryan dan kobaran api berkobar di sekitarku dan di pedangku. Aku menambah kekuatanku yang aku larikan pada pedangku dan itu membuat sentakan pada udara di sekitarku. Api yang membakar pedangku tambah membesar bersamaan dengan sentakan itu. Tanpa aba-aba kami melepaskan serangan kami secara bersamaan. “Sihir Angin, Panah Tornado.” “Sihir Api, Ekusu, KALIBAAAAAAA.” Ryan melepaskan anak panahnya dan aku mengayunkan pedangku dari atas ke bawah, Finrar yang melihat panah angin dan pedang api mengarah padanya tidak bergerak sedikitpun. “Untuk ukuran sihir yang digunakan oleh manusia, ini kumayan juga. Tapi….” Panah angin itu berubah menjadi tornado besar dan pusaran tornado itu membesar saat pedang tebasan apiku mengenainya dan merubah tornado itu menjadi tornado api. Dian tanpa peringatan menembakkan panah esnya dan membekukan pusaran api itu, Lalu Sisi mengangkat sebuah keranjang belanja dan Mio menenbakkn railgunnya mengguakan keranjang belanja itu. Pusaran tornado yang membeku itupu hancur berkeping-keping saat tailgun itu mengenainya tapi. Aku bisa melihat siluet seseorang dari dalam kepulan asap yang berasal dari railgun tadi. Kami semua terkejut karena serangan tadi tidak bisa membunuhnya. “Sudah lumayan, tapi sihir seperti itu tidak akan bisa membunuhku.” Kami semua diam mematung, lalu aku baru sadar kalo tornado itu memiliki celah di dalamnya yang mengakibatkn serangan es dari Dian tidak mempan. Mesi bagian luarnya membeku, bagian dalamnya tidak akan ikut membeku karena ada ruang hampa di dalamnya. Tapi seharusnya dia sudah mati terpanggang karena meski bagian dalamnya ada cela tapi pasti suhuu di dalamnya sangatlah panas. Aku rasa ini akan menjadi pertarungan yang panjang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN