“Kau punya ide?” Tanyaku pada Ryan.
“Bagaiman denganmu?”
“Ada yang mau nyumbang rencana? Ini waktu yang tepat.” Ucapku.
“Leo, bagaimana?” Tanya Dave.
“Kenapa kau selalu bergantung padaku? Aku ini bukan ayahmu.”
“Karena aku yakin kau tau apa yang harus di lakukan pada saat seperti ini.”
“Ok, kau bisa bertarung dengan tangan kosong?”
“Ya, Mungkin.”
“Ryan, Arif, Dian, Sisi, Mio apa kalian mau mengamuk?”
“Kenapa kau bertanya? Tentu aku mau.” Ucap Ryan.
“Jangan tanyakan sesuatu yang kau sudah tau jawabannya.” Tambahku.
“Baiklah, Dian, Sisi kalian lindungi di sini lindungi kami. Ryan, Arif, Mio mengamuklah sesuka kaian. Aku, Dave, dan Rebeka akan membantu kalian dari belakang!” Ucap Leonardo mengatakan rencananya.
“Tunggu sebentar, kau ingin aku membantu mereka dari belakang?” Ucap Dave protes.
“Kau ingin melawannya 1vs1?” Ucapku.
“Tidak terimakasih.”
“Kalo begitu diam dan nurut aja.”
“Apa kami juga bisa ikut membantu dari belakang?” Tanya Sisi.
“Tentu saja sayang.” Jawab Leonardo.
“Kalian siap?” Tanya Ryan.
“Tentu saja.” Jawab Mio.
“Ayo, tapi, Mio. Tolong jangan serang aku.”
“Aku tidak bisa janjikan itu.”
“Entah kenapa aku tidak bisa marah karena hal itu.”
“Tenang, aku akan kasih hadiah kalau aku menggoresmu.”
“Kurasa aku akan sengaja menggoresnya.”
“Hey, Fokus!” Teriak Leonardo.
Aku mengangkat pedangku dan mulai melakukan serangan pertama. Aku menggerakkan pedangku dari atas ke bawah dan tebasan api itu meluncur menuju Fanrir.
“Serangan yang sama tidak akan berhasil.” Ucap Fanrir sambil dia bersiap untuk menebas seranganku.
Tapi sebelum dia menebasnya tebasan api itu berubah menjadi tornado api yang tidak terlalu besar. Fanrir sedikit terkejut dengan itu tapi itu tidak membuatnya gentar sedikitpun, dia tersenyum tipis dan mengayunkan pedangnya dari kiri ke kanan secara mendatar pusaran api itu menghilang seiring tebasan itu.
“Sudah aku bilang kalau serangan yang sama tidak akan bisa mengenaiku.” Ucap Fanrir sambil tersenyum lebar.
Tiba-tiba, tepat setelah pusaran angin itu hilang tepat di depan matanya muncul cahaya leser yang tidak terlalu besar tapi mematikan, dia menangkisnya dengan pedangnya. Aku muncul di sampingnya secara tiba-tiba dan langsung mengarahkan pedangku padanya, menyadari itu dia melompat ke atas dan seranganku hanya menebas angin saja. Saat dia berada di udara Ryan sudah bersiap di sana dengan tinjunya, Fanrir yang terlambat menyadari keberadaanya tidak sempat menghindar dan dia terkena pukulan yang telah di perkuat dengan sihir angin miliknya. Fanrir terhempas ke bawah tepat ke arahku, aku memasag kuda-kuda dan mengayunkan pedangku ke arahnya kobaran api muncul dari tebasanku dan mengarah padanga.
Dia terkena seranganku dengan telak. Kobaran api itu terus mengarah ke atas menuju ke arah Ryan berada, karena terkejut Ryan langsung menyatukan kedua tangannya dan mengarahkannya ke kobaran api yang mengarah padanya. Pas kobaran api itu akan mengenainya kobaran api itu terbelah tepat di depan jari tangannya.
“Woy, Rif. Kau mau membakarku ya?” Teriak Ryan marah.
“Ma….”
Belum sempat aku menyelesaikan ucapanku Fanri sudah berada di sebelah kananku, dia lalu menggerakkan pedangnya dari bawah ke atas. Aku yang tidak sempat menganti sipasi serangan itu hanya bisa menangkisnya dengan dinding apiku, tapi serangan itu terlalu kuat sampai membuat dinding apiku meledak dan aku terpental beberapa meter ke samping kiri. Tubuhku memantul di atas tanah beberapa kali sampi akhirnya dia mencengkram leherku lalu mengangkatku.
“Sepertinya aku salah, kau bukanlah Sang Raja.”
“Aku tidak tau apa yang kau katakan. aaak”
Fanrir mencoba menusukku dengan pedangnya, tapi sebelum itu terjadi sebuah tembakan laser mengarah pada kami. Fanrir melepas cengkramannya dan melompat ke belakang beberapa kali, sedangkan aku terjaduh dan laser itu hampir mengenaiku.
“Darling, kau tidak apa-apa?”
“Jika maksudmu masih hidup. Ya.” Jawabku agak jengkel.
Setelah pertarungan ini selesai, aku akan menempel terus padanya. Dia sudah hampir membunuhku dua kali, aku bagun dan mulai menyerang lagi. Kali ini hanya serangan pedang biasa, aku mengayun kan pedangku secara horizontal dan dia menangisnya dengan mudah, kali ini secara horizontal dan dia tetap bisa menangkisnya dengan mudah. “Sial, kemampuan berpedang orang ini hebat juga.” Bantinku kesal. Aku menyerangnya secara terus menerus dan dia cuma menangkisnya saja tanpa membalas seranganku sedikitpun.
“Kemampuan berpedangmu payah.”
“Berisik.”
Tiba-tiba ada sambaran petir tepat di depanku dari rah kanan. Aku menoleh ke kanan dan melihat Mio bediri dengan tangan mengarah padaku.
“Kau. Yang tadi itu hampir mengenaiku.” Teriakku marah.
“Diam dan cepat mundur!”
Aku kesal tapi aku tetap menuruti perkataan Mio. Aku pun melompatke belakan beberapa kali, Mio berlari ke arahku.
“Aku pinjam pedangmu sebentar.” Ucap Mio saat dia sudah berada di sebelahku.
“Untuk apa?”
“Kau tddak tau cara menggunakannya. Biarkan aku yang memakainya.”
“Kau tau cara menggunakan ini?”
“Tentu saja, aku ini pernah belajar kendo kau tau.”
Wah, ni anak sombong juga ternyata. Aku akhirnya menyerahkan pedangku padanya. Dan setelah menerima pedangku tanpa peringatan Mio langsung melesat ke arah Fanrir dan muncul di belakangnya dengan posisi tangan kanan berada di kiri dan dia bersiap menebasnya dengan posisi mendatar. Fanrir yang terkejut dengan hal itu langsung memutar tubuhnya dan menangkis serangan itu. Mio terus mendorong pedangnya sampai Fanrir terpental kebelakang beberapa meter. Aku rasa dia menggunakan kekuatannya untuk menambah kekuatan tebasannnya. Mio bersiap untuk menyerang lagi, sekarang listrik mengalir dari tangan ke pedangnya. Lalu Mio secara mengejutkan menghilangb dan muncul di depan Fanrir, Fanrir yang tidak sempat mengantisipasi serangan itu terpaksa menggunakan sihirnya. Di belakang Fanrir muncul sebuah lingkaran sihir berwarna ungu yang tidak begitu besar, dan dari lingkaran sihir itu melesat sesuatu yang sangat cepat. Mio yang menyadari serangan itu menghilang dan muncul beberapa meter di depan Fanrir.
Saat aku melirik ke arah Fanrir di depannya tertancap sebuah tombak berwarna emas, dan tanah tempat tombak itu menancap terdapan lekukan yang lumayan besar. Aku rasa lekukan itu di akibatkan oleh tombak itu yang melesat dengan kecepatan tinggi.
“Kau lebih baik dari pacarmu.”
“Terimakasih untuk pujiannya.” Ucap Mio tersenyum.
“Tapi, kemampuanmu masih belum sebanding denganku. Aku akan serius sekarang,” Ucap Fanrir dengan raut muka sangat serius. “Sihir Senjata, Hujan Pedang.”
Bertepatan dengan itu di belakang Fanrir muncul lingkaran sihir seperti tadi tapi dengan jumlah yang lebih banyak, dari masing-masing lingkaran sihir itu muncul berbagai macam senjata tajam. Seperti, pedang, tombak, pisau, dan masih banyak lagi dengan berbagai bentuk dan ukuran.
“Kita lihat, bagaimana kau mengatasi serangan ini.”
Lalu beragam senjata itu melesat dengan kecepatan tinggi ke arah Mio. Mio langsug menghilang dan muncul diberbagai tempat secara random menghindari serangan itu gerakan dan kecepatan senjata-senjat itu sangat cepat aku bahkan tidak bisa melihatnya.
“Bagaimana Mio bisa bergerak seperti itu?” Ucapku kagum.
“Mio melakukannya tanpa berpikir.”
Tiba-tiba Sisi sudah berada di sebelahku.
“Mmm, seperti itu … Tunggu, sejak kapan kau berada disini?” Ucapku terkejut.
“Sejak tadi.”
“Tadi kau bilang kalau Mio melakuaknnya tanpa berpikir.”
“Iya.”
“Bagaimana dia melakukannya?” Tanya Ryan.
“Dia bilang entah bagaimana dia bisa mengendalikan kekuatannya tanpa berlatih. Dia bilang sepertinya tubuhnya mengingat bagaimana dia menggunakan kekuatannya.”
“Tubuhnya mengingat bagaimana dia menggunakan kekuatannya?”
“Iyap.”
“Kurasa itu bisa terjadi, kita juga jarang melatih kekuatan kita tapi kita bisa mengendalikannya sesuka kita.” Ucap Ryan.
“Ku rasa kau benar.” Ucapku.
“Kalo begitu kita coba menggunakannya tanpa berpikir.” Ucapku.
“Iya, tapi bagaimana?” Tanya Dian.
Kami berpikir keras sampai-sampai kami lupa untuk membantu Mio.
“Woy, kalian semua. Kalian hanya mau berdiri saja disana atau mau membantuku?” Ucap Mio marah.
“Ah, kita melupakannya.” Ucap Rebeka.
“Bisa tidak kalian lebih serius sedikit? dia mencoba membunuh kita.” Teriak Mio.
“Yap, dan juga mencba membunuhku sebanyak dua kali.” Ucapku dengan nada datar,
“Aku tau dan aku minta maaf. Sekarang tolong bantu aku, tenagaku tinggal sedikit.”
“Baiklah. SISI!”
“Siap laksanakan.”
Sisi mengangkat tangannya dan mobil-mobil di sekitar tempat ini mulai melayang dan melesat mengarah pada Fanrir. Melihat hal itu Fanrir mengarahkan salah satu lingkaran sihirnya pada mobil-mobil itu dan mobil-mobil itu meledak. Bersamaan dengan ledakan itu Ryan muncul secara tiba-tiba di dekat Farnir dan langsung melepaskan pukulan yang di perkuat dengan kekuatannya, Fanrir tidak sempat menghindar dan dia terlempar beberapa meter. Setelah dia mendarat dengan kakinya aku muncul di depannya dan langsung menyerangnya, aku mengarahkan pukulanku tepat ke perutnya . Dia menangkis pukulanku dengan telapak tangannya dan dia memegang tanganku dengankuat. Lalu Mio bersiap melepaskan railgunnya, aku yang menyadari serangan itu langsung membalut tubuhku dengan api dan membuat api itu melilit tubuh Fanrir, Dian menembakkan esnya tepat ke kaki Fanrir. Kaki itu langsung membeku, Fanrir memunculkan lingkaran sihirnya tapi sebelum lingkaran sihir itu selesai di buat lingkaran itu langsung pecah.
Fanrir terkejut dan melihat ke arah belakangku dan dia melihat Rebeka, Dave, dan Leonardo menodongkan senjata mereka ke arah kami.
“Sayonara, BEB!” Ucapku sambil tersenyum.
“Aku tau.”
Mio lepaskan tembakannya, laser berukuran sedang meluncur ke arah kami. Aku melompat ke belakang untuk menghindari laser itu, tepat sebelum laser itu mengenai tubuh Fanrir laser itu tertahan dengan sesuatu. Kami mengumpat mengetahui serangan itu gagal.
“Kalian cukup lumayan hebat saat kalian berkerja sama. Kenapa kalian tidak berkerja sama sejak awal? Itu akan sangat menghibur.” Ucap Fanrir dengan senyuman lebar di wajahnya.
“Saus tartar.” Umpatku.
Tepat setelah umpatanku itu, Fanrir melesat ke arahku dan dia menendangku dengan kaki kanannya. Aku menangkis serangan itu dengan menggunakan tanganku, serangan itu terlalu kuat sampai membuatku terpental beberapa meter, aku berguling beberapa kali sampai akhirnya berhenti. Akibat serangan itu tangan kiriku patah. Ya, ampun ni tulang suka bener ya patah. Sakit ini woy.
“ARIF!” Teriak yang lainnya bersamaan.
“Ayolah, patah lagi.” Gerutuku.
“Kau tidak apa-apa?” Tanaya Rebeka.
“Aa, tapi ini akan memakan waktu untuk sembuh.” Ucapku sambil menarik tanganku yang patah ke posisi semula agar proes penyembuhannya sedikit lebih cepat.
“Berapa lama sampai tanganmu kembali seperti semula?” Tanya Dave.
“Aku tidak tau, sekitar beberapa jam?”
“Sekarang apa yang akan kita lakukan?” Tanya Sisi.
“Kita improfisasi.” Ucapku.
“Terserah kalian mau berbuat apa? yang penting jangan menyerang teman yang sedang berhadapan jarak dekat dengannya.” Tambahku.
“Aku rasa itu ide yang bagus.” Ucap Leonardo.
Kami setuju untuk melawan Fanrir tanpa rencana yang jelas, kami hanya akan menyerang secara random. Aku sedang tidak bisa menggunakan tangan kiriku, aku harus memikirkan cara lain untuk melawannya kalau-kalau tangan atau kakiku patah lagi. Kami bersiap untuk menyerang lagi, melihat kami mulai serius Fanrir tersenyum lebar dengan ekspresi yang mengerikan. Mio menghentakkan kakinya dan dia menghilang di ikuti oleh sekelebat kilatan listrik mengarah ke depan lalu muncul di depan Fanrir dan langsung menyerangnya secara vertikal. Serangan itu di blok dengan mudah, lalu di sebuah mobil sedan jatuh tepat di tas mereka berdua. Mereka menyadari mobil itu dan melompat ke belakang untuk menghindarinya. Tepat saat Fanrir mendaratkan kakinya Ryan muncul dengan angin yang berbentuk pedang di tangan kanannya mencoba menusuk Fanrir. Fanrir yang menyadarinya langsung menunduk dan memutar tubuhnya sambil mengayunkan pedangnya pada perut Ryan.
Ryan langsung menghembuskan nafas dari mulutnya dan dia terlempar ke atas untuk menghindari serangan itu, Fanrir mengernyitkan dahinya dan dia membuat lingkaran sihir tepat di depannya mengarah pada Ryan. Tepat sebelum pedang yang muncul di lingkaran sihir itu melesat lingkaran sihir itu pecah terkebih dahulu terkena tembakan Leonardo. Fanrir yang mengetahui serangannya kembali dipadahkan menoleh ke arah Leonardi dan langsung membuat lingkaran sihir lagi, sekarang lingkaran sihir itu selesai dengan lebih cepat dan menembakkan sebuah tombak lebih cepat seblum Leonardo menembaknya. Tepat sebelum tombak itu mengenai Leonardo dari atas tanah muncul sebuah bongkahan es besar yang menahan tombak emas itu lalu pecah bersamaan dengan tombak itu.
Dian yang berada di samping Leonardo tersenyum, Dave yang bersembunyi melihat kesempatan untuk menerang. Dia membidik tepat ke kepala Fanrir dan langsung menembakkan Snipernya, peluru itu melesat tapi lintasannya dapat di rubah oleh Fanrir menggunakan barirnya tapi peluru itu bisa menembus barir itu dan menggores kepala Fanrir saja. Fanrir yang mengetahui barirnya dapat di hancurkn hanya dengan menggunakan senjata yang dibuat oleh manusia itu mulai merasa marah dan dia menghentakkan tanah dan melesat menuju Dave yang posisinya sudah ketahuan. Tepat sebelum dirinya dapat meraih Dave aku meninjunya dari kanan dengan tangan kananku yang di selimuti oleh api dan di kakiku terdapat api yang berkorbar besar yang aku gunakan sebagai pendorong. Karena dia tidak menyadari seranganku, pukulanku membuatnya terpental beberapa meter dan beberapa kali memantuk di atas tanah sampai pada akhirnya menabrak tembok.
Dan tepat setelah tubuhnya menabrak tebok tepat dia atasnya ada mobil tengki yang jatuh karena dampak dari seranganku membuatnya tidak bisa bergerak sampai akhirnya mobil tengki itu mengenainya dan meledak. Dan untuk memastikan kematiannya aku mengerahkan kekuatanku dan membaut sebuah dua buah cakram api dan langsung melemparnya ke arah kobaran api itu, terjadi ledakan besar lagi setelah cakram apiku mengenai sesuatu di sana. Aku pikir ini sudah berakhir, tapi itu ternyata tidak benar Fanrir muncul di belakangku dengan pakaian yang sudah sobek sana-sini dan terdapat lukabakar di beberapa bagian tubuhnya, terutama di bagian wajah bagian kanannya. Mengalami luka bakar yang cukup serius. Fanrir mengayunkan pedangnya dari atas ke bawah dengan kekuatan penuh dan pedang itu mengeluarkan cahaya yang begiu terang, aku yang terkejut dengan kenyataan dia masih hidup setelah menerima serangan seperti itu tidak sempat menghindar dan akhirnya dia menebas punggungku. Leonardo dan yang lainnya yang melihat hal itu terkejut dan berusaha untuk menyelamatkan aku, tapi terlambat serangannya sudah mengenai punggungku.
Itu yang aku pikirkan, tapi ternyata aku salah. Pedangnya di tahan oleh ekorku yang panjangnya sampai ke leher, dia tampak terkejut dengan apa yang terjadi begitu juga. Ekorku secara reflek bergerak dan menahan pedangnya, dan ekorku di selimuti oleh api yang melindunginya dari serangan itu. Setalh tersadar aku langsung mendorongnya dengan ekorku dan aku melompat ke depan beberapa kali untuk menjaga jarak.
“Apa yang terjadi?” Teriak Mio khawatir.
“Arif, menahan serangannya dengan menggunakan ekornya.” Jawab Rebeka.
Semua orang yang melihatnya tidak percaya dengan apa yang terjadi.
“Sepertinya ekormu itu buka hanyalah sebuah pajangan belaka.” Ucap Fanrir dengan ekspresi tersenyum yang menakutkan.
“Ah, benar juga. Aku lupa kalo aku sekarang memiliki ekor,” Teriakku dalam hati. “Bagaimana kalau aku memanfaatkannya?”
Aku langsung berkosentrasi ke ekorku, aku menyalurkan kekuatanku yang tersisa ke sana. Aku membayangkan kekuatanku mengalir ke seluruh ekorku dan aku mencoba untuk membuat duplikat ekorku sebanyak tiga buah, dan berhasil sekarang ekorku brjumlah empat buah. Di tambah dengan ekor yang aku buat dengan menggunakan kekuatanku, Ekor tambahan itu lebih panjang dari ekor asliku dan lebih gemuk dan juga ekor asliku menjadi lebih panjang karena jubah api itu dan sekarang panjanganya menyamai ekor tambahannya.
“Baiklah, sekarang giliranku untuk menyerang.” Ucapku dengan senyum lebar dan aku mematahkan jari telunjuk tangan kananku.
Bersamaan dengan suara otot itu tubuhku melesat ke arah Fanrir lalu aku mengarahkan salah satu ekorku untuk menusuknya. Fanrir yang melihat seragan itu langsung melakukan gerakan bertahan, dia menahan tusukan ekorku denngan badan pedanganya tubuhku yang masih di udara langsung mengarahkan satu ekor lagi dari atas ke bawah, dia mendorong ekor yang sedang dia tahan dan langsung menahan ekorku yang menyerangnya dari atas. Ekorku terpental setelah bertubrukan dengan pedangnya aku melanjutkan serangan lagi dengan ekorku yang belum aku gunakan untuk menyerang. Dengan mengarahkannya dari bawah ke atas dengan posisi menusuk, saat aku melakukannya tubuhku berputar di udara selama beberapa kali sampai akhirnya aku mendarat ke tanah.
Saat aku berputar itu aku menyerangnya beberapa kali tapi dia bisa menangkisnya terkecuali tusukanku yang pertama, dia menghindarinya. Dan setelah putaranku itu berakhir dia terdorong ke belakang beberapa centi, setelah mendarat aku melesat ke arahnya dan mengarahkan tinjuku ke arah kepalanya. Dia menghindarinya dan langsung melakukan serangan balik, pedangnnya dia ayunkan dari kanan bawah ke atas kiri mengarah ke tangan kananku, tapi sebelum pedang itu sampai ke tanganku aku menahanya dengan ekorku. Aku berputar ke kanan dan mengarahkan semua ekorku ke padanya. Dia menangkis dengan tangan kirinya dan langsung memegangnya dan di menarik dan melemparku ke belakang. Aku terlempar sejauh beberapa meter sambil beberapa kali memantul ke atas tanah, dia mengiuti arah jatuhku dan saat aku sudah berhenti berputar dai mengarahkan pedangnya padaku dengan gerakan menusuk. Tepat sebelum pedang itu mengenaiku Dian menembakkan panah esnya dan membaut punggung Fanrir membeku dan menghentikan serangannya. Sisi langsung menarikku dengan kekuatannya ke dekatnya dan aku di jatuhkan tepat di sebelahnya dengan cukup keras.
“Aduh, terimakasih untuk bantuannya.” Ucapku.
“Tadi itu bagaimana kau melakukannya?” Tanya Leonardo.
“Yang mana?”
“Menagkis serangannya dengan ekormu.”
“Aku tidak tau, ekorku bergerak engan sendirinya.”
“Aku tidak ttau kau bisa akrobat seperti tadi.” Ucap Ryan.
“Aku juga tidak tau, tubuhku seperti tau harus bagaimana dan bergerak sendiri.” Ucapku bingung.
Ekor tambahanku menghilang, Kurasa aku hanya bisa menggunakannya dalam jangka waktu tertentu.
“Ryan, Mio, Dian, Sisi, Leo, Dave, Rebeka. Sisanya aku serahkan pada kalian. Tenagaku habis.” Ucapku sambil terengah-engah.
“Kau istirahat saja, Sisanya serahkan pada kami.” Ucap Mio.
“Sekarang bagaimana? Masih mau improfisasi?” Tanya Rebeka.
“Tentu saja, kau punya rencana?” Ucap Ryan.
“Tidak.”
“Ryan, Sisi, Dian jangan berfikir apa yang harus kalian lakukan. Biarkan tubuh kalian yang melakukan apa yang harus di lakukan.” Ucap Mio.
“Apa yang kau katakan?” Tanya Sisi tidak mengerti.
“Saat bertarung jangan berpikir kalian harus bergerak seperti apa? Biarkan tubuh kalian yang memberi tahu apa yang harus kalian lakukan. Kalo kalian bisa melakukannya, kalian akan bisa melakukan apa yang Arif lakukan tadi.” Jelan Mio.
“Seperti itu, aku paham sekarang.” Ucapk Ryan.
“Leo, Rebeka, Dave aku minta bantuan kalian.” Ucap Mio.
“Tanpa kau mintapun aku akan membantumu Princess.” Ucap Dave.
“Baiklah, Ayo!” Teriak Leonardo.
Ryan, Mio, Dian, dan Sisi langsung berlari ke arah Fanrir. Fanrir bersiap untuk menyambut mereka, dia menggunakan sihirnya dan di sekitarnya muncul banyak sekali lingkaran sihir. Dia menenbakkan semua senjata yang dia punya ke arah mereka, Mio menepis semua senjata yang mengarah padanya dengan pedangnya sedangkan Ryan menggunakan menepisnya dengan batang besi yang dia ambil sebelum berkumpul dengan yang lainnya tadi. Tentu saja dia memperkuatnya dengan kekuatannya, udara di sekitar batang besi itu mengers dan membentuk seperti pedang. Dian tidak menepis seragan itu, melainkan hanya menghindarinya. Sedangkan Sisi terus saja berlari tanpa memperdulikan apapun, dia menepis semua senjata yang mengarah padanya dengan kekuatannya. Setiap senjata itu akan mengenainya senjata itu langsung terpental.
Mereka terus berlari samoai mereka Fanrir masuk ke jarak serangan mereka. Yang menyerang terlebih dahulu adah Dian, dia menggunakan kekuatannya untuk membuat seekor macan es dengan ukuran sama dengan mcan dewasa. Macan itu berlari dan melompat untuk menerkam Fanri, Fanrir tidak bergeming dan dia menebas macan itu engan mudah macan itu berubah mencadi serpihan es setelah di tebas oleh Fanrir. Lalu Mio muncul secara tiba-tiba dari arah samping kiri dan langsung menyerang dari atas ke bawah, Fanrir memutar badannya dan dia menangkisnya. Tepat setelah kedua pedang mereka bertabrakan Ryan muncul di belakangnya dan langsung mengayunkan pedang anginnya pada Fanrir secara mendatar dari kiri ke kanan. Fanrir menyadari hal itu dan langung melompat menghindarinya, saat di udara tubuh Fanrir terasa seperti di cengkram dengan sesuatu yang tidak terlihat. Dia menelusuri setiap sudut dan dia melihat Sisi sedang mengangkat tangannya dan mengarahkan tangan padanya sambil telapak tangannya mengepal.
Sisi lalu mengayunkan tangannya ke kanan lalu ke arah kiri. Tubuh Fanrir lalu mengikuti gerakan itu dan saat dia akan bergerak ke kiri, gerakan itu tiba-tiba menjadi sangat cepat. Fanrir terlempar sampai beberapa meter dan menabra beberapa mobil. Dian melihat kesempatan dan langsung Menembakkan panah es padanya. Tepat dimana Fanrir terbaring sekarang berubah menjadi sebuah bongkahan es yang sangat besar berbentuk seperti cipratan air.