Leonardo terus mengemudkan mobil dengan liar untuk menghindari terjangan benda-benda random itu. Sampai pada suatu ketika mobil kamu seperti di tabrak oleh sesuatu yang cukup besar dan mengakibatkan mobil kami berguling sampa beberapa kali.
“Ugh, ugh aah. Kalian tidak apa-apa?” Tanyaku.
“Yah.” Jawab Ryan.
“Lumayan.” Tambah Leonardo.
“Apa itu tadi?” Teriak Dave marah.
Kami berusaha untuk keluar dari mobil secepat mungkin karena sekarang keadaan mobil kami terbalik dan aku takut kalau tangki bahan bakar bocor dan bisa meledak kapan saja. Leonardo dan Ryan menendang-nendang pintu di sebelah mereka sampai terbuka, setelah terbuka kami merangkak keluar satu-persatu. Sayangnya tangan kananku sepertinya patah karena terbentur saat mobil kami terguling tadi..
“Aah, Sial. Sepertinya tangganku patah.” Gerutuku.
“Sepertinya kau ini di kutuk dengan nasib sial.” Ejek Dian
“Jangan bicara yang sembarangan. Ingat kita megalami hal seperti ini karena tadi Rebeka berkata tentang sesuatu yang buruk.” Belaku.
Sial, orang lagi ketimpa musibah kek gini malah di ejek, kami hanya mengalami luka ringan. Hanya mengalami bocor kepala ringan dan hanya aku yang mengalami luka lumayan parah, kenapa aku yang selalu mendapat bagian terburuknya astaga. Kami mengambil arang-barang kami yang sekiranya masih bisa di ambil dan digunakan. Lalu berlari menjauhi lokasi itu, kami berlari masuk ke dalam sebuah mall dan setelah behasil masuk kami memeriksa barang kami yang masih ada. Hanya tesisa senjata dan berapa amunisi dan sebagian bekal makanan kami rusak dan peralatan P3K kami juga rusak.
“Bagaimana?” Tanya Sisi.
“Tidak terlalu bagus. Bahan makan kita kebanyakan rusak karena guncangan tadi dan hanya menyisakan beberapa bungkus roti dan beberapa ketimun.” Jawab Ryan.
“Alat P3K juga rusak, perban berhamburan tidak karuan. Beberapa obat juga hilang pas kita terguling tadi dan kotanya juga mengalami kerusakan berat. Kita sekarang dalam keadaan yang berbahaya.” Tambah Rebeka.
“Bagaimana dengan senjatanya?” Tanya Dave.
“Senjata aman. Tidak ada keruskan yang berati.” Jawabku.
“Jadi, apa yang akan kita lakukan sekarang?” Tanya Mio.
“Kita mengisi kembali persediaan kita, terutama makanan dan peralatan medis.” Perintah Leonardo.
“Kita mau cari kemana?” Tanya Sisi.
“Hey, kita sekarang berada di mall. Pasti ada sesuatu yang dapat kita manfaatkan.” Jawab Dian.
“Kita berpencar dan mencari sesutu yang bisa digunakan. Kita kumpul lagi di sini setelah dua jam. ingat, kita tidak tau apa kita sendiri di gudung ini atau tidak. Bisa saja seseorang yang melempari kita dengan benda-benda tadi ada di gedung ini. Jadi, tetap waspada! Dian kau bersama dengan Rebeka, Sisi kau bersama aku dan Rebeka, Dave kau bersama Ryan, Mio bersama dengan Arif.” Ucap Leonardo memberi perintah sambil memegang senjatanya.
“Baik.”Teriak kami bersamaan.
“Kalau begit, cepat bergerak!” Ucap Leonardo sambil mengokang senjatanya.
Kami bergerak sesuai apa yang Leonardo perintahkan, kami sepakat untuk menunjuknya sebagai pemimpin dalam misi ini karena dia adalah pensiunan tentara, jadi kami yakin kalau dia bisa meminpin kami yang hanyalah rakyat biasa yang tidak tau bagaimana jika terjadi hal-hal yang berbahaya.
“Bagaimana dengan lenganmu?” Tanya Mio Khawatir.
“Sudah tidak begitu sakit.”
Kami sedang berjalan melewati lorong dengan toko-toko yang menjual berbagai pakaian. Seelum pergi tadi Rebeka melakukan pertolongan pertama pada tanganku dan sekarang tanganku diperban sekarang. Kami berjalan sambil terus memprhatikan sekitar, jika dilihat aku dan Mio seperti sedang kencan sekarang tidak ada siapapun di sekitar kami selain kami berdua saja. Memikirkannya membuat jantungku berdetak tidak karuan, tanganku juga menjadi basah karena keringat dingin. Sial, kenapa aku menjadi gugup begini padahal aku sering jalan dengannya sepulang sekolah karena rumah kami satu jalan kalau mau ke sekolah. Tapi, kenapa sekarang aku menjadi gugup banget.
“Mio!”
“Apa?”
“Kalau saja keadaannya berbeda. Kita berdua seperti sedang kencan sekarang.” Ucapku asal nerocos.
“Kurasa memang seperti itu, tidak ada siapapun selain kita berdua sekarang,” Ucap Mio sambil menunduk raut wajahnya seperti sedang ragu akan sesuatu. “Apa kau … Mau menggandeng tanganku?”
Mendengar perkataan Mio langsung membuatku terkejut dan mukaku terasa seperti terbakar.
“APA? .... Yah, jika kau tidak keberatan aku juga tidak keberatan.” Ucapku sambil menahan rasa panas di wajahku.
Sial, pasti wajahku sekarang sangat merah karena perasanku tercampur aduk seperti gado-gado lengkap dengan kerupknya. Bentar, kenapa malah memikirkan gafo-gado? Aku sekarang menjadi laparkan, sial.
“Bagaimana? Boleh?”
Aku langsung memegang tangan kanannya.
“Kyah!”
“Jangan mengeluarkan suara aneh! dan juga aku hanya memegang tanganmu saja. Kenapa reaksinya seperti aku memegang bagian lain.”
“Tapi tanganmu mengelus-elus pantatku.”
“Apa yang kau bicarakan? sudah jelas aku memegang tanganmu, lihat!” Ucapku sambil mengangkat tangan kiriku yang menggenggam tangan kanan Mio.
“Kalau kau yang memegang tanganku … Lalu. Siapa yang sedang mengelus-elus pantatku?”
Mendengar perkataan itu aku reflek melihat p****t MIo dan benar saja kalau sekarang ada sesuatu yang sedang mengelus-elus pantatnya. Sebuah tentakel berwarna merah sedang meraba-raba daging yang aku saja tidak berani menyentuhnya tapi pengen. Aku langsung menarik Mio ke arahku, karena tarikan yang tiba-tiba itu Mio tersentak dan menabrakku dan aku langsung memeluknya dengan tangan kiriku.
“Kau ini kenap….”
Mio menghentika ucapannya saat dia melihat ekspresi wajahku yang sedang marah.
“TUNJUKKAN DIRIMU DASAR m***m!” Teriakku marah.
Mio menoleh ke arah belakangnya dan terkejut karena melihat sebuah tentakel berwarna merah mengambang di udara. Aku menelusuri batang tentakel itu dan ternyata tentakel itu berasal dari toko di sebelah kiri kami.
“DUAAAAR”
Terjadi ledakan besar dari toko di depan kami. Asap membumbung tinggi sampai menutupi pandangan kami, setelah asap itu mulai menghilang aku sudah bisa melihat siluet berbentuk seperti gurita berukuran besar dengan tentakel yang bergerak-gerak. SEtelah asap itu menghilang seenuhnya sosok siluet itu terlihat jelas. Seekor gurita berwarna merah berukuran besar sedang berdiri di depan kami dengan tentakel yang terus bergerak, dan tanpa peringatan dua tentakel melesat ke arah kami. Aku yang masih memeluk Mio langsung melompat ke bawah dengan dorongan api di kakiku, tentakel itu meleset dan sekarang kami sedang terjun bebas dari lantai empat menuju dasar. Mio berteriak keras dan ada empat tentakel mengejar kami dan mengepung kami lalu mencoba raih kami. Aku menarik nafas panjang dan langsung menyemburkan api dari mulutku sambil berputar di udara, tentakel-tentakel itu terkena semburan api ku dan gurita itu menariknya.
Aku memutar tubuhku agar yang berada di bawah adalah kakiku karena sekarang posisiku sangat berbahaya karena epalau berada di bawah, setelah aku berhasil mengganti posisi tubuhku aku langsung mengeluarkan api di kakiku untuk memperlambat jatuh kami dan setelah sampai di lantai paling dasar aku melepas pelukanku pada Mio tapi tangannya masih memelukku.
“Kau tidak apa-apa?” Tanyaku khawatir.
“Mmm.” Jawabnya sambil menenggelamkan wajahnya pada dadaku.
Kejadian tadi memang hanya berlangsung beberapa detik. Tapi aku merasa itu terjadi dalam waktu yang lama, aku merasa waktu di sekitarku menjadi sangat lambat dan reflekku meningkat dengan pesat.
“Mio, Arif!”
Aku mendengar suara memanggilku, aku langsung menoleh ke kanan dan ke kiri dan melihat yang lainnya sedang berlar ke arah kami.
“Apa yang terjadi? Aku tadi menedengar suara ledakan?” Tanya Rebeka.
“Iya, aku juga melihat kalian terjun dari lantai empat dan ada empat tentakel mengejar kalian.” Tambah Dian.
“Apa yang terjadi?” Tanya Ryan.
“Be….” Belum sampai aku menjawab pertanyaan Ryan aku mendengar suara kaca pecah dan langsung menoleh keatas dan melihat gurita tadi melompat dari lantai empat dan ukurannya terus membesar. Kami langsung berlari menjauh ukuran gurita itu terus membesar sampai tingginya hampir menyentuh langit-langit gedung.
“Woy, woy, woy kenapa ada gurita di tempat seperti ini?” Gerutu Dave.
Gurita itu mulai menyerang, tentakelnya melesat mengarah pada Rebeka. Melihat serangan itu dia melompat ke kana menghindarinya, tentakel itu melesat melewatinya dan menabrak tanah. Dua tentakel mengarah padaku aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya lewat mulut di sertai semburan api yang cukup besar melihat seranganku gurita itu mengentikan tentakelnya tepat sebelum mengenai semburan apiku, dan saat semburan apiku selesai dia melanjutkannya. Kepalaku terasa pusing karena serangan tadi, aku tidak sempat menghindar tapi Sisi menarikku sampai aku menabrak tembok.
“Woy, Sisi kalau kau mau mearik seseorang setidaknya kau cari cara untuk meredam dampak tarikannya tanpa membuatnya membentur tembok!”
“Kakak diam saja, sudah di selamatin juga.”
Rebeka, Dave, dan Leonardo mulai menembaki monster itu dan sepertinnya kulit monster itu tidak begitu tebal karena tembakan itu bisa melukainya, aku melihat darah mengalir dari lubang-lubang yang dibuat oleh peluru-peluru itu. Aku berlari dan menarik pistolku dari sarungnya dan mulai menebakinya.
“Arif gunakan pedangmu untuk memotonya!” Teriak Mio.
“Tidak bisa, dia terlalu besar. Pedangku tidak akan bisa memotongnya.”
“Gunakan kekuatamu bodoh, sama seperti saat kau melawan minatour waktu itu.”
“Aku butuh pengalih perhatian, pedangku terjatuh pas aku terjun tadi.”
“Kau tau pedang itu berada dimana?” Tanya Dian.
“Ada di dekat cumi-cumi itu.”
“Apa?” Teriak Dian.
“Kau pasti bercanda, dan juga. Dia itu gurita.” Ucap Dave.
“Apa? Satu, dua, tiga….”
“Tidak perlu di hitung, Sudah jelas kalau dia ini gurita bukan cumi-cumi.”
“Tapi, Cumi-cumi itu ada tuju tentakel dan gurita itu ada tuju.”
“Kau tidak perlu menghitungnya, cumi-cumi itu kepalanya lancip, sedangkan gurita itu kepalanya bulat.”
“Eh? Iyakah?”
“Tentu saja.”
“Woy ini bukan waktunya berdepat masalah gurita atau cumi-cumi. Itu bisa kalian lakukan nanti. Sekarang kita harus mengurus ikan paus ini.” Teriak Ryan.
“ITU CUMI-CUMI.” Teriak Dave kesal.
“Bercandanya nanti saja, sekarang cepat ambil pedangnya akan aku alihkan perhatian bintang lau ini.” Teriak Leonardo.
“Sudahku bilang kalau itu gurita, dan juga. Kau jangan ikut-ikut Leo.” Teriak Dave Tambah jengkel.
“Kenapa mereka malah mempermasalahkan hal itu?” Tanya Rebeka.
“Sudah biasa. Mereka selalu bersikap seperti itu, jangan hiraukan.” Jawab Sisi.
“Ookee.”
Leonardo langsung berlari dan menuju tas yang tergeletak di dekat pintu masuk dan langsung mengambil rpg di dalamnya, dia mengarahkan rpg itu ke arah gurita di depannya dan mnarik pelatuknya. Roket itu meluncur dan menabrak salah satu tentakel gurrita itu sampai putus, gurita itu mengaung keras lalu melihat ke arah Leonardo dan menyerangnya dengan salah satu tentakelnya. Leonardo berlari ke arah kiri menghindari serangan itu, tentakel yang meyerangnya mulai bergerak mengikuti kemanapun Leonardo berlari. Melihat Leonardo dalam kesulitan Sisi langsung mengangkat salah satu pecahan yang ada di tanah dan langsung melemparnya ke arah tentakel yang mengejar Leonardo. Tentakel itu terkena lemparan pecahan itu terhenti dan di bagian ujung tentakel itu putus, tidak lama bagian yang putus itu mulai tumbuh kembali. Aku yang melihat hal itu langsung mengumpat. “Kurang ajar, regenerasinya terlalu cepat.”
Aku langsung pergi ke tempat pedangku tergeletak dan langsung mengambilnya, sayangnya keberadaanku diketahui oleh gurita itu dan dia langsung menerangku. Melihat ada tentakel yang berusaha menindihku aku langsung memasang kuda-kuda dan bertepatan dengan tentakel itu beberapa centi lagi mengenai kepalaku aku langsung menarik katanaku dan langsung menebasnya dengan kecepatan yang lumayan cepat. Untung aku belajar menggerakkan itu dengan membuat sendi-sendi tanganku tetap lemas tapi bertenaga. Tentakel gurita itu langsung terpotong menjadi beberapa bagian karena aku memperluas jangkauan pedang dengan kekuatanku.
Setelah aku melihat jalan keluar, aku lagsung menendang lantai dibarengi dengan dorongan api di kakiku untuk menambah daya dorongnya, tubuhku melesat menjauh dari monster itu. Dan mendarat di dekat Ryan dan sepertinya aku membuat monster itu marah. Dia menyerang dengan membabi buat, kami berlarian ke sana kemari untuk menghindarinya sampai salah satu tentakel itu menggnggam kaki kanan Mio dan menariknya lalu mengangkatnya dengan posisi kepala di bawah posisi itu mengakibatkan rok yang dikenakan Mio tersingkap ke bawah dan memperlihatkan celana dalamnya secara reflek Mio langsung mengkat roknya agar celana dalamnya tidak terlihat.
“AAAH, APA YANG LAKUKAN IKAN BUNTAL BODOH!” TEriak Mio marah.
“Sudahku bilang dia ini gurita.” Teriak Dave.
“Woy, kau masih mempermasalahkannya.” Ucapku dengan nada dan wajah datar.
“Woy, jangan hanya berdiri saja. Cepat bantu dia!” Teriak Rebeka.
bersamaan dengan teriakan itu ada satu tentakel yang memegang pinggang Rebeka dan melakukan hal yang sama dengan apa yang terjadi dengan Mio. Di ikuti oleh Dian dan Sisi, entah kenapa kejadan ini mengingatkan aku dengan adegan di anime he*tai genre tentakel.
“Jangan berdiri saja di sana, lakukan sesuatu!” Teriak Sisi.
“Maaf Sisi, aku ingin membantumu. Tapi pemandangan dari sini tampak bagus.” Ucap Ryan.
Aku melihatnya dengan tatapan datar seakan berkata “Realy?”. Yah, meski aku akui pemandangan ini memang bagus tapi kalau aku membiarkan mereka dalam kondisi seperti ini terlalu lama kasihan juga, tentakel yang mengikkat kaki Mio juga sudah bergerak sampai ke pahanya.
“Guy’s, ayo selamtkan mereka! aku tidak ingin di setrum tau di lempar setelah ini berakhir.” Ajakku.
“Kau benar, aku lebih memilih melawan monster ini ketimbang harus berurusan dengan perempuan yang marah.” Ucap Ryan.
“Kau benar.” Tambah Leonardo.
“Dan yang lebih buruk adalah. Hari ini adalah hari di mana Sisi mengalami haid.” Ucapku.
“Kalo begitu ayo segera kita tolong mereka. Aku tidak ingin di lempar beton atau apa oleh Sisi.” Ucap Ryan.
“Memang kenapa kalau Sisi mengalami haid hari ini?” Tanya Leonardo.
“Dia kalau sedang dapat jatah bulan kalau dia marah bisa sangat merepotkan. Aku pernah membuatnya marah saat dia datang bulan dan aku tidak di ijinkan masuk rumah selama empat hari.” Jawabku.
“Wah merepotkan juga.” Ucap Dave.a