Maria melompat dari satu gedung ke gedung yang lain dibantu dengan kemampuan teleportasinya agar jarak lompatannya lebih jauh dan dia bisa sampai ditempat Arif dan teman-temannya berada. Maria merasakan ada dua, tidak ada empat orang mengikutinya Maria menoleh kebelakang dan melihat ada empat monster kelelawar terbang dibelakangnya Maria tau mereka mengikutinya dia memegang gagang pedangnya lalu menariknya sambil berputar menghadap kebelakang bersamaan dengan gerakan itu angin berbentuk tegak lurus melesat kearah para monster itu. Monster yang berada dibagian tengah dan monster itu terbelah menjadi dua monster-monster lainnya mempercepat terbangnya Maria yang melihat hal itu mulai mengayunkan pedangnya sebanyak dua kali dan tebasan angin melesat kearah para monster itu salah satu dari monster itu terkena serangan Maria tepat di sayap kanannya dan dia terjatuh sedangkan yang lainnya dapat menghindar.
Maria yang melihat ada yang bisa melihat dan menghindari tebasannya. Maria menghilang dan muncul dibelakang salah satu monster itu dan langsung menebs sayapnya. Monster yang diserang oleh Maria tidak terlambat menyadari serangan itu dan dia terjatuh dan menimpa sebauh pagar besi salah satu rumah disana dan ujung pagar besi itu meembus tubuhnya. Maria menghilang lagi dan muncul didepan salah satu dari dua monster yang tersisa monster yang terkejut dengan kemunculan Maria yang tiba-tiba itu langsung terbang mundur untuk menghindari serangan MAria. Maria yang sedang kesal langsung memanggil tiga monsternya yang bisa terbng. Tepat dibelakang Maria muncul tiba buah lingkaran sihir dan dari lingkaran itu muncul monster satu berbentuk burung elang biasa tapi sangat besar dan dua lagi berbentuk naga yang ukurannya cukup besar Maria naik kepunggung burung elang itu dan langsung pergi meninggalkan mereka dua monster yang tersisa menocoba untuk mengejarnya atapi mereka dihentikan oleh dua naga itu dengan terbang menghalangi jalan mereka.
Maria berusaha untuk datang tepat waktu untuk memperingatkan Arif dan yang lainnya akan penyerangan yang akan dilakukan oleh diablo. Setelah beberapa menit terbang dia akhirnya sampai dirumah sakit tempat Arif dan yang lainnya berada dia langsung mendarat dan berlari masuk mencari mereka.
***
Aku sedang duduk didepan meja makan dan memasukkan cendok ke mulutku. Kami sekarang sedang makan siang kondisi kaki Mio sudah mulai membaik sepertinya kemampuan penyembuhannya juga meningkat meski tidak secepat milikku tapi itu sudah sangat membantu dalam proses penyembuhannya.
"Sisi, jangan memilih-milih makanan. Kita harus mengisi energi kita," ucap Dian menasehati Sisi.
"Tapi, aku tidak suka tomaat," ucap Sisi memelas.
"Sisi, benar kita tidak boleh memilih-milih makanan. Terutama dalan kondisi seperti ini," ucap Ryan ikut menasihati Sisi.
"Tapi-"
"Sisi, Ryan dan Dian benar, lihat saja Arif. Dia yang tadinya tidak menyukai petai tapi tetap memakanya," ucap Mio.
"Yah, itu karena kau yang mengupasnya Mio. Kalo bukan kau dia tidak akan pernah memakannya," goda Ryan.
"A-apa yang kau katakan? aku memakannya karena betul kata Dian kalau kita tidak boleh memilih-milih makanan dalam kondisi seperti ini," uacpku dengan pipi memerah.
Ryan dan yang lainnya hanya tertawa setelah mendengar pembelaanku dan itu membuat pipiku tambah panas. Memang benar kalau aku tidak menyukai petai dan aku memakannya karena Mio ikut campur dalam memasaknya meski kondisinya masih seperti itu dia tetap berusaha untuk membantu Dian dan yang lainnya memasak. Tapi itu terlalu memalukan untuk dikatakan.
Saat kami sedang asik-asiknya makan tiba-tiba kami mendengar bantingan pintu yang sangat keras kami sontak menoleh ke sumber suara itu. Dan kami terkejut karena yang kami lihat ada lah seorang gadis yang beberapa hari yang lalu mencoba membunuh Mio kami sontak berdiri dan memasang posisi bertahan. Aku, Ryan, Dave, dan Leonardo langsung mengeluarkan pistol yang berada dipaha kanan kami dan langsung menodongkannya ke arah gadis itu sedangkan Dian langsung menutupi tubuh Mio dan Dian dan Sisi langsung mengeluarkan kekuatan mereka. Sisi mengangkat beberapa meja yang berada tidak jauh darinya sedangkan Dian mengeluarkan panah esnya.
"Kakak, lari!" Teriak gadis itu.
"Bagaimana kau bisa tahu kami ada disini?" tanya Ryan.
"Tidak ada waktu untuk menjelaskan, kalian harus lari. Sekarang!"
Kami yang mendengar hal itu merasa bingung. Kenapa dia meminta kami untuk lari?.
"Kenapa kami harus lari?" tanya Dian.
"Tempat ini akan diserang oleh pasukan monster bawahan Diablo. Kalian harus lari!"
Mendengar jawaban gadis itu membuat kami semua terkejut. Ryan dan yang lainnya tidak percaya dengan apa yang gadis itu katakan tapi tidak denganku. Aku yang bisa tahu saat orang lain berbohong tahu kalau apa yang dikatakan gadis ini benar.
"kami tidak percaya. Katakan apa tujuanmu datang kesini?" teriak Leonardo.
"Percayalah, aku datang kesini untuk memperingatkan kalian untuk lari."
"Leo, ini pasti jebakan jangan percaya," ucap Dave.
"Rif!" panggil Ryan, sambil menoleh padaku.
Aku menatapnya dengan tatapan seolah berkata "Dia berkata jujur." Ryan menoleh kearah Dian dan Sisi sambil mengangguk. Sisi yang mengerti apa yang Ryan maksud menurunkan senjata mereka begitu juga denganku dan Ryan. Mio, Rebeka, Dave, dan Leonardo yang melihat kami menurunkan senjata kami merasa bingung.
"Arif, Ryan, Dian, Sisi kenapa kalian menurunkan senjata kalian?" tanya Dave, bingung.
"Jangan bilang kalian percaya dengan apa yang gadis ini katakan?" sambung Leonardo.
Aku menatap mereka berdua dengan tatapan serius dan mereka berdua mengerti apa maksud tatapan itu dan mulai menurunkan senjata mereka.
"Sisi, apa yang terjadi?" tanya Rebeka.
"Gadis itu tidak berbohong," jawab Sisi.
"Apa maksudmu?" tanya Mio.
"Kakak memiliki kemampuan dapat mengetahui seseorang berbohong atau tidak. Dan kali ini gadis itu tidak berbohong," jawab Sisi.
"Apa?" ucap Rebeka.
"Percaya lah," ucap Sisi.
Aku menatap Mio dan dia menatapku balik dengan tatapan khawatir. Aku hanya tersenyum kecil padanya dan dia teringat apa yang dia janjikan padaku beberapa hari yang lalu.
***
Arif sedang membawa Mio jalan-jalan mengitari gedung rumah sakit ini dan Mio melihat sebuah taman yang cukup besar disebelah mereka. Mio meminta pada Arif agar membawanya ke taman itu Arif menyetujuinya dan mereka beristirahat disebuah bangku yang berada dibawah pohon yang sangat rindang. Cuaca hari ini sangat bagus dengan langit biru dihiasi oleh awan-awan berwarna putih menghiasi langit, udara yang lebih sejuk dari biasanya, cahaya matahari yang menghangatkan kulit ditambah dengan suasana taman yang sangat enak dipandang mata.
Karpet rumput yang membentang besar sebesar taman ini, pohon-pohon yang rindang membuat keadaan ditaman jadi tidak terlalu panas, bunga-bunga yang beraneka jenis dan warna, daun-daun berwarna hijau yang menari teriup angin, jalan setapak yang terbuat dari batu-bata yang disusun sedemikian rupa membentuk sebuah pola yang cukup bagus. Tempat ini memang cocok digunakan sebagai tempat bersantai kalau sedang jenuh dikamar ditambah adanya kolam ikan yang lumayan besar dan terdapat beberapa ikan disana.
Arif mendekati kolam itu dan memberi makan ikan-ikan disana. Mio yang melihatnya memberi makan ikan seperti berimajinasi kalau beginilah kehidupan mereka kalau mereka berdua menikah Mio menatap Arif dengan tatapan senang sekaligus khawatir. Dia masih memikirkan tentang perkataan Sisi tentang kepribadian Arif yang satu lagi. Dia khawatir kalau Arif akan menggunakan kepribadiannya yang satu lagi untuk menyelamatkannya dan berakibat semua ingatannya mengilang dan Arif melupakannya untuk selamanya. Memikirkan hal itu membuat dadanya sakit dia memegangi dadanya sambil menunduk Arif yang menoleh kebelakang dan melihat Mio menunduk sambil memegangi dadanya merasa khawatir dan bergegas menghampiri Mio.
"Mio, kau tidak apa-apa?"
Mio yang mendengar pertanyaan Arif itu mengangkat wajahnya dan melihat Arif dengan tatapan sedih Arif yang melihat Mio mengeluarkan air mata merasa khawatir.
"Mio, kau kenapa?"
Mio menggeleng sembari mengusap air matanya.
"Mmm, tidak apa-apa. Hanya saja..."
"Hanya saja apa?"
"Hanya saja aku merasa khawatir."
"Khawatir kenapa?"
"Aku teringat dengan perkataan Sisi kalau kau memiliki kepribadian ganda. Dan setiap kepribadianmu yang satu lagi keluar ingatanmu akan ada yang mengilang ... aku khawatir kalau kau menggunakan kepribadian gandamu untuk menyelamatkanku dan berakibat semua ingatanmu menghilang dan kau akan melupakanku," Mio mengatakannya dengan air mata yang mengalir deras.
Arif yang mendengar perkataan Mio itu langsung terkejut dan dia langsung memegang kedua pipi Mio sambil tersenyum tipis.
"Tenang saja, aku tidak akan melupakanmu atau Ryan atau Sisi atau siapapun. Aku tidak akan melupakan kalian semua."
Mendengar ucapan kekasihnya itu membuat Mio merasa lebih sedih lagi.
"Jadi itu benar."
"Hhm?"
"Jadi itu benar kalau kau mempunyai kepribadian ganda."
Arif mengangguk dan Mio lebih merasakan sakit didadanya. Arif yang melihat hal itu langsung memeluk Mio lalu berkata pelan ke telinganya.
"Tenang, saja. Hal itu tidak akan terjadi, kau tidak perlu khawatir."
"Sungguh?"
"A ... aku tidak akan melupakan siapapun."
"Berjanjilah padaku."
"Apa?"
"Berjanjilah kalau kau tidak akan melupakanku atau yang lainnya."
"A, aku janji aku tidak akan melupakan siapapun."
"Dan satu lagi...."
"Apa itu?"
"Berjanjilah kau akan pulang."
"Apa maksudmu?"
"Maksudku ... berjanjilah kau tidak akan mati.
Arif mentap Mio dengan tatapan bingung lalu tersenyum tipis setelah itu dia mencium bibi Mio selama kurang dari satu detik lalu berkata.
"A ... aku janji aku akan pulang."
Mio merasa senang dan dia menyenderkan kepalanya kebahu Arif. Arif menjawabnya dengan memeluk Mio.
***
Mio mengangguk dan berkata.
"Rebeka tenanglah."
"Tapi...."
Rebeka tidak melanjutkan perkataanya setelah melihat tatapan Mio yang serius. Aku memperintahkan gadis itu untuk mendekat ke arah kami dan saat dia sudah berada didepan kami aku mulai menanyainya.
"Jadi, kau bilang kalau akan ada pasukan monster yang sedang menuju kemari?" tanyaku.
"Benar, kalian harus percaya padaku."
"Tenang lah,"ucapku.
"Jika benar ada pasukan monster yang sedang menuju kemari, kenapa kau repot-repot datang kemari lebih dulu untuk memperingatkan kami?" tany Ryan.
"Aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada kakak dan kalian semua," jawabnya.
"tunguu, aku punya pertanyaan. Pertama, kenapa kau mengatakan kalau aku ini kakakmu?. kedua, namamu itu siapa?"tanyaku.
"Aku menganggapmu sebagai kakakku karena kau adalah istri dari kakak perempuanku, dan namaku adalah Maria."
Mendengar jawabannya itu membuat kami semua terkejut.
"K-k-k-kakak, aku tidak tahu kau sudah menikah," ucap Sisi terkejut.
"Arif, kau ini ternyata laki-laki yang kurang ajar," ucap Dian,
"Benar, aku pikir kau ini laki-laki yang baik tetapi ternyata aku salah," tambah Leonardo.
"Ternyata kau ini lebih b***t dari yang aku kira," tambah Rebeka.
"Bukan woy, aku tidak pernah menikah sebelumnya. Dan juga aku ini masih sekolah kenapa aku harus repot-tepot menikah?" belaku.
Saat aku melihat kearah Mio aku merasakan aura membunuh yang sangat tajam dari tatapannya ditambah terdapat aliran listrik statis keluar dari tubuh Mio. Aku merasa ada sesuatu yang lebih berbahaya akan terjadi selain pasukan monster yang sedang menuju kemari.
"Maria, sebenarnya apa yang kau katakan?" teriakku.
"Tidak ada waktu untuk menjelaskan, aku akan jelaskan setelah kita pergi dari sini."
Bertepatan dengan perkataan Maria itu aku merasakan ada sesuatu yang sedang menuju kemari.
"Tidak ada waktu untuk itu, mereka sudah berada disini," ucapku.
"Apa?" teriak Mio dan yang lainnya bersamaan.
"Kau yakin?" tanya Ryan.
"A, aku merasakan ada hawa keberadaan dengan jumlah yang banyak."
"Hawa keberadaan? apa yang kau katakan?" tanya Dave.
"Tidak ada waktu untuk menjelaskannya, kita harus pergi dari sini!"
"Berapa jumlah mereka?" tanya Leonardo.
"Seribu," jawabku.
Mendengar jawabanku membuat semua orang disana terkejut.
"Seribu? apa kau bercanda?" ucap Leonardo.
Aku menatapnya dengan tatapan serius dan dia mengela nafas berat.
"Leo, bagaimana?" tanyaku.
"Bagaimana? berapa lama waktu yang kita miliki?"
"Kurasa-"
Belum juga aku selesai menjawab pertanyaannya tiba-tiba kaca kantin yang berada dibelakang kami meledak. Kami terkejut dengan hal itu dan langsung menunduk karena reflek.
"Kurang dari satu menit."
"Baiklah, kalian bersiap! kita akan mundur secara perlahan. Dian, Sisi Rebeka kalian bantu Mio pergi dari sini. Ryan, Dave, Arif kalian dan aku akan menahan mereka selama mungkin agar Mio bisa pergi dari sini!" perintah Leonardo.
"Tidak, aku ikut dengan kalian," teriak Mio menolah rencana Leonardo.
"Apa yang kau katakan?" tanya Sisi.
"Aku masih bisa bertarung,"
"Tidak dengan keadaan seperti itu," ucap Leonardo.
"Mio ... tidak apa-apa. Kau pergi dengan Sisi, Dian, dan Rebeka. Kami bisa melakukannya, lagi pula kami hanya akan menahan mereka untuk sementara setelah itu kami akan mundur perlahan dan menemui kalian," ucapku mencoba meyakinkan Mio.
"Tapi-"
"Mio, Leo dan Arif benar. Kau tidak akan bisa bertarung dengan keadaan seperti itu," ucap Dian.
"Rebeka, bawa dia pergi dari sini!" perintah Leonardo.
"Ok, Ryan, Dave, Arif kalian pergi dan ambil senjata, sekalian bawakan aku juga. Aku akan pergi ke atap kalian temui aku disana!" perintah Leonardo.
"Tunggu, biarkan aku ikut membantu," ucap Maria.
Leonardo melihatku, Dave, dan Ryan kami mengagguk.
"Baiklah, tapi aku akan terus mengawasimu," ucap Leonardo sambil mengarahkan telunjuknya pada Maria.
"Tidak masalah."
Setelah percakapan itu selesai aku, Dave, dan Ryan pergi ke tempat kami menaruh semua perlengkapan bertarung kami diruangan loker. Setelah memasukkan semua senjata yang dapat kami bawa kami lalu bergegas untuk menemui Leonardo dan Maria di atap.