Dia adalah femme fatale…
Kekejaman tersembunyi dalam kecantikannya…
***
Seminggu pun berlalu dengan pendekatan Keisha terhadap Zidan. Selama pendekatan ekstrim itu, semua orang memerhatikannya, tapi dia berhasil membungkam mereka dengan memengaruhi Bibi.
Ketika Bibi bertanya apa yang diinginkan Keisha sampai terus mengganggu Zidan, dia dengan lembut berkata, “Aku ingin ikut bekerja dengan Sepupu Zi untuk membantu keuangan keluarga kita. Aku nggak bisa hanya diam dan terus menjadi beban Bibi.” Dia kemudian menatap Zidan dengan pandangan lesu. “Tapi Sepupu Zi bilang, aku masih terlalu kecil untuk bekerja.”
Ketika Zidan mendengar mulut manis si iblis kecil, dia hampir memuntahkan sup di mulutnya.
Bibi yang gila uang pun mendukung aksi Keisha, bahkan meminta Zidan untuk mengajak gadis itu ke Escape Selatan. “Kalau mengkhawatirkannya, kalian bisa bekerja di satu tempat, maka kau bisa menjaga adik sepupumu. Jadi, bawa dia juga bekerja. Kau dengar yang Ibu bilang?”
Zidan bergumam tidak jelas sebagai persetujuan.
Dengan begitu, si iblis kecil tidak ragu-ragu lagi mengikuti sepupu tertuanya ke mana pun dia pergi.
Robin dan Rachel tentu saja tidak percaya dengan mulut manis Keisha, tapi di bawah tatapan sang ibu, mereka hanya bisa menutup mata. Sementara Keila sebenarnya tidak ingin sang adik bekerja, tapi dia tidak berdaya di bawah perintah Bibi yang bahkan sudah berbicara tentang gaji padahal adiknya belum bekerja.
Satu-satunya yang menyuarakan protes adalah Zein. Di suatu sore ketika pulang dari menjual s**u, dia melihat Keisha terus mengikuti Zidan.
“Kenapa kau terus mengikutinya?”
“Aku ingin membuat kesepakatan besar dengan Sepupu Zi,” jawab Keisha saat itu.
“Kalau begitu, buat saja kesepakatan denganku.”
“Nggak bisa. Ini melibatkan orang dewasa.”
“Aku juga sudah dewasa.”
Keisha menatap Zein dari kepala sampai kaki, lalu geleng-geleng kepala. “Perbedaan usia kita hanya terpaut dua tahun, dan kamu bilang kamu sudah dewasa? Aku bahkan lebih tinggi dan lebih kuat darimu, bagaimana kamu akan melindungiku nantinya?”
Zein tidak melepaskan Keisha. Dia masih dengan gigih menghalangi jalan dan menuntut penjelasan tentang kerja sama yang diinginkan gadis itu.
“Aku punya beberapa kenalan orang dewasa. Mereka bisa membantu dan melindungimu. Jadi, berhentilah mengikuti Zidan.”
“Mereka nggak membantumu membuat varian rasa baru dari olahan s**u, tapi akan membantuku untuk proyek ini?”
“Aku bisa membujuk mereka untukmu.”
“Nggak perlu. Aku bisa menangani masalahku sendiri.”
“Aku nggak suka melihatmu terus diabaikan sama dia.”
“Itu bukan urusanmu.”
“…”
Keisha sudah berlalu dari hadapan Zein, tapi dia kembali lagi saat teringat sesuatu. Mengulurkan tangan, Keisha bertanya, “Mana s**u untukku hari ini?”
Zein tadinya sudah berada di puncak marah, tapi melihat wajah cantik yang menagih jatah susunya, dia malah merasa geli. Dengan senyuman kecil, dia lalu memberikan sebotol s**u rasa vanila yang memang selalu disisakan untuk gadis itu.
Selain Zein, Zidan sebenarnya ingin memprotes sikap Keisha, tapi tidak berdaya di bawah perintah sang ibu. Dia tidak pernah suka diikuti atau diawasi oleh seseorang, sementara si iblis kecil bahkan melakukannya lebih dari menguntit. Gadis itu terus mengoceh tentang proyek.
Bukan hanya di rumah, di mini market tempat kerja barunya pun, Zidan seperti diteror. Mulanya Keisha hanya berdiri di seberang jalan sambil menungguinya pulang, tapi lama-lama gadis itu ikut masuk ke mini market dan membantu pekerjaannya. Di sela membantu itulah, teror deklarasi proyek terus bergema. Sampai akhirnya pemilik mini market mempekerjakan gadis itu juga dengan bayaran yang lebih sedikit. Sekarang, si iblis kecil semakin mudah menerornya. Bahkan beberapa malam ini, teror itu mendatanginya dalam mimpi.
Sudah cukup! Zidan tidak tahan lagi dengan tingkah keras kepala Keisha. Lebih dari satu bulan ini dia telah menoleransi, sekarang dia akan memberi pelajaran pada si iblis kecil. Akan dia beri tahu apa akibatnya jika mengikuti seorang pria.
Keisha baru akan mengetuk pintu kamar Zidan untuk mendeklarasikan lagi proyek masa depannya, tapi pintu telah terbuka lebih dulu. Melihat pemuda itu berpakaian bagus, dia mengernyit. Tidak biasanya sepupu ini keluar malam.
“Kau mau ke mana?”
“Mencari tambahan uang,” jawab Zidan dengan cuek.
Keisha sudah lelah dan mengantuk. Hari ini dia benar-benar banyak membantu Zidan di mini market, bahkan pinggangnya sakit akibat terantuk tiang rak. Tapi dia masih ingin mendeklarasikan proyeknya. Setelah berperang dengan pikirannya, dia memutuskan menyerahkan saja buku berisi rancangan proyek masa depannya kepada sang sepupu.
Zidan mengambil buku pemberian Keisha, mengernyit tidak senang karena gadis itu tidak mengikutinya.
“Kamu nggak ikut?”
Keisha menguap, menggeleng pelan, dan berjalan menuju kamarnya, tapi tiba-tiba dia balik badan. “Aku berubah pikiran.”
Zidan menyeringai menyeramkan.
***
Keisha dengan berani mengikuti Zidan ke tempat karaoke di Escape Selatan. Tidak ada klub malam di kota itu, tapi tempat ini sudah mirip klub malam versi Escape Town, dan termasuk yang paling bagus untuk ukuran kota kecil. Pertama datang, tamu akan melihat satu meja milik resepsionis dengan seorang wanita yang akan menanyai ingin memesan bilik atau sudah membuat janji temu dengan yang lain di salah satu bilik.
Keisha dibawa oleh Zidan ke salah satu bilik yang terletak paling ujung dan sedikit terpencil dari bilik lain. Setelah memasuki ruangan, dia hampir tersedak asap rokok yang mengepul. Ada bau alkohol dan parfum menyengat kualitas murah yang membuatnya mual. Kebisingan dari nyanyian fales seorang pemuda, serta musik berisik yang kuat membuat sakit kepala.
Dalam kehidupan sebelumnya, Keisha telah menjadi bagian dari rumah b****l bernama Moonlight Palace. Tempat itu juga menyediakan hiburan, rokok, dan alkohol, tapi semua kualitasnya sangat baik. Maka, ketika datang ke tempat ini, dia langsung syok. Zaman berganti menjadi lebih canggih, lantas kenapa tempat ini justru lebih buruk dari tempat di zamannya?
Meski tidak nyaman, Keisha yang berwajah datar itu tetap mengikuti Zidan. Dia memegangi ujung lengan jaket sang sepupu secara refleks. Ketika melakukan ini, tiba-tiba dia teringat kehidupan sebelumnya saat Zen masih seorang pangeran Zenzenia.
Beberapa malam sebelumnya, Zen menyelamatkan Keisha yang mencoba bunuh diri. Dia kemudian membawa gadis kecil dengan tatapan kosong itu ke kediaman pribadinya. Perhatian kecilnya telah membuat si gadis kecil yang semula sangat waspada, menjadi lunak dan memercayainya.
Ketika kondisi mental Keisha membaik, Zen menyerahkannya kepada pasangan baik yang dikenalnya. Tapi gadis kecil yang biasanya pendiam tiba-tiba menangis histeris dan memegangi ujung lengan bajunya dengan kuat.
“Aku ingin bersama Tuan… Tolong jangan buang aku, Tuan… Aku akan bekerja untuk Tuan… aku akan belajar melakukan pekerjaan rumah tangga… aku tidak akan malas… kumohon jangan buang aku, Tuan…”
Untuk pertama kali dalam hidupnya, Tuan Putri terhormat itu menyuarakan permohonan. Padahal, ketika dia disiksa sebagai b***k dan dijadikan wanita tunasusila, dia tidak pernah memohon belas kasihan.
Zen memiliki banyak urusan. Dia tidak punya waktu mengurus Keisha, maka dia dengan tegas meninggalkan gadis itu.
Keisha tidak mau masuk ke rumah barunya, bahkan menolak makanan pemberian pemilik rumah. Dia terus berdiri di tempat terakhir kali Zen meninggalkannya. Dua puluh empat jam dia berdiri dalam kelaparan dan kedinginan. Sebelum jatuh pingsan, seseorang meraih pinggangnya, dan membawanya ke pelukan hangat.
Keisha tersenyum saat melihat seseorang yang memeluknya. Ini adalah senyuman pertamanya setelah dia kehilangan segalanya.
“Hehe… Aku tahu Tuan akan kembali…”
Keisha tidak tahu bagaimana ekspresi Zen saat itu, tapi dia masih bisa mendengar gerutuan kesal pemuda itu yang mengatainya keras kepala.
Zen membawa Keisha kembali ke tempatnya. Sesuai janjinya, gadis itu membantu para pelayan melakukan pekerjaan rumah tangga. Ketika melihatnya pulang, atau ketika dia mengajaknya keluar, gadis itu akan secara refleks memegangi ujung lengan bajunya.
Hingga suatu hari, ketika dia tidak lagi takut ditinggalkan, dan sang tuan telah menjadi raja, Zen sendiri yang menyodorkan lengan bajunya untuk dipegang oleh Keisha. Ketika keduanya mengingat masa-masa di kediaman rahasia itu, mereka akan tertawa, lalu yang semula memegang lengan baju, berubah menjadi bergenggaman tangan.
Mengingat kembali masa lalu, membuat perasaan Keisha tidak nyaman. Pertanyaan ‘kenapa?’ terus muncul di kepalanya setiap kali mengingat Zen. Setelah semua suka dan duka yang kita lalui… setelah bertahan menghadapi setiap musuh, dan berhasil mencapai puncak bersama-sama… setelah tawa dan duka yang kita bagi berdua… kenapa Yang Mulia membunuh Hamba?
“Mau minum?”
Lamunan Keisha buyar karena pertanyaan Zidan. Tanpa sadar, dia telah duduk di sebelah sepupunya. Melihat gelas berisi jus yang disodorkan, dia mengambilnya, lalu menenggaknya.
Sejak Keisha memegang ujung lengan bajunya dengan ekspresi melamun, Zidan sebenarnya telah mengurungkan niat untuk memberi gadis itu pelajaran. Tapi dia tidak bisa membawanya pulang sekarang karena telah berada di sini. Sekalipun bukan pertemuan penting, tapi dia tidak bisa membatalkan janji.
“Siapa dia, Kapten Zi? Dia sangat cantik.”
Zidan melirik seorang pemuda di sisi lain sofa. Richie namanya. Pemuda itu sudah memegang dua gadis berpakaian minim di kanan dan kirinya, tapi masih melirik Keisha dengan seringai menjijikkan.
Sebelum Zidan menjawab, pemuda lain menyela. “Sebelumnya Kapten Zi nggak pernah membawa perempuan ke pertemuan, jadi kalau sekarang membawanya, bukankah artinya sudah jelas? Ini pacar Kapten Zi.”
Zidan mengambil rokok dari meja di depannya. Dia merokok, dan mengabaikan ocehan para pemuda di sana.
Setelah beberapa putaran ejekan terhadap Zidan yang membawa Keisha, kelompok itu mulai bicara serius.
“Ada yang ingin bergabung dengan kita.”
Zidan mengembuskan asap rokok, lalu bertanya, “Bagaimana kualifikasinya?”
“Nggak terlalu kuat, Kapten. Tapi dia punya uang.”
“Bawa masuk,” jawab Zidan dengan ringan. “Tapi jangan ajak turun ke jalan.”
“Kalau orang lemah turun ke jalan, dia akan membuat malu Dark Pirates.”
Semua orang kini memandang pemuda yang barusan bicara. Seolah menyadari kesalahannya, dia segera membungkam mulutnya dengan menenggak minuman, lalu dia mencairkan suasana dengan bernyanyi. Sepertinya kata ‘Dark Pirates’ terlarang diucapkan, tapi Keisha telah mendengarnya dengan sangat jelas.
Keisha tertegun. Dia sudah tahu tentang kelompok preman paling berpengaruh di Escape Town yang bahkan pemerintah tidak berani menyentuh atau menertibkan mereka. Namanya Dark Pirates. Menurut penjelasan si mata empat Zein, kelompok itu cukup berbahaya dan akan melakukan apa saja demi uang, termasuk membunuh. Tidak ada yang tahu kapan terbentuknya, atau siapa pendirinya. Yang jelas, kelompok itu sudah ada sejak lama. Pemimpin kelompok pun silih berganti dari generasi ke generasi.
Keisha tidak menyangka kalau pemimpin kelompok Dark Pirates pada generasi ini adalah Zidan. Sejak dulu, pemimpin mereka selalu menjadi rahasia. Berdasarkan informasi dari si mata empat Zein, pernah ada polisi dan detektif yang mencoba mencari tahu pemimpin Dark Pirates, tapi nasib para penyidik itu berakhir menghilang secara misterius. Kabarnya, sampai saat ini, mayatnya bahkan tidak ditemukan. Sejak itu, tidak ada yang berani main-main dengan Dark Pirates, bahkan semakin sedikit orang yang berani tinggal di Escape Town.
Memerhatikan Keisha yang tertegun menatapnya, Zidan merasa sangat puas. Dia merentangkan tangan ke belakang sofa yang diduduki gadis itu, kemudian menyeringai.
“Sekarang kamu tahu menjadi takut? Jadi, jangan lagi memaksaku bergabung dengan proyekmu, atau aku akan…”
Keisha tertawa pelan, menyela ancaman Zidan. “Aku malah semakin tertarik untuk bekerja sama denganmu. Bersama kelompok terkuat ini, merenovasi Escape Town dalam lima tahun pun menjadi hal mudah.”
Zidan mendadak menarik tengkuk Keisha, mencengkeramnya kuat. Dia menatap tajam gadis itu.
“Apa kau nggak tahu seberapa berbahayanya kelompok kami?” Zidan bicara dengan suara rendah dan penuh penekanan kata. “Jika aku memberi perintah, kau pun bisa menghilang dalam satu malam tanpa ada yang mengetahui.”
Keisha sedikit meringis karena merasakan sakit dari tengkuknya, tapi dia masih keras kepala membalas tatapan Zidan. Bahkan dia tertawa rendah, kemudian memanfaatkan pose saat ini untuk merangkul leher pemuda di depannya. Jangan lupa, dia pernah berada di rumah b****l bernama Moonlight Palace. Urusan menggoda bukan lagi hal baru dan memalukan baginya.
“Sepupuku yang tampan mungkin kejam, tapi aku tahu kelemahanmu,” bisik Keisha.
Zidan tidak pernah menyangka kalau si iblis kecil ternyata cukup tangguh untuk melawannya.
“Bibi. Kamu bahkan nggak berani membantah Bibi. Lalu, coba pikirkan, jika angggotamu tahu kalau pemimpin mereka takut dengan ibunya, dan telah dipukuli sandal dengan tragis, kira-kira bagaimana, ya, reaksi mereka?” Keisha berbisik dengan s*****l sembari menyusuri wajah tampan Zidan. “Apakah akan tertawa terbahak-bahak, atau langsung mengganti pimpinan?”
“…”
“Lalu, bagaimana jika Bibi tahu kalau putranya adalah pemimpin geng paling berbahaya di kota ini? Bukankah Bibi akan berpikir kamu sangat mirip dengan ayahmu? Atau jangan-jangan dulunya ayahmu juga pemimpin Dark Pirates?”
***