“Karena sihir kita fokus di akademis, biasanya kita sering dipilih sebagai kepala tim, pemimpin regu, dan pembuat strategi yang jitu dalam perperangan atau pertandingan. Satu hal yang harus kalian tanamkan dalam diri kalian ada sifat rendah hati dan tidak egois antar sesama. Paham?”
“Paham kak!” ucap sekelompok orang yang berpakaian warna biru gelap.
“Biasanya kalian yang memiliki kekuatan ini juga akan mendominasi di dalam bidang akademik dan itu sudah pasti mutlak, tetapi jangan merasa tersaingi jika ada kode lain yang lebih jenius dari kalian, karena terkadang hal seperti itu bisa saja terjadi.”
“Kak! Apa di kode biru ini banyak yang memiliki kemampuan mind reader?” tanya salah seorang siswa.
“Pembaca pikiran ya? Tidak, biasanya setiap angkatan hanya terdapat satu saja dan hal paling menarik dari pembaca pikiran ini biasanya terletak pada karakternya yang pendiam. Selain itu si mind reader ini orang terjenius setiap angkatannya, jadi kalian harus berpikir berulang kali jika ingin bermain-main dengannya,” jawab kakak senior mereka.
Seorang gadis yang berdiri di belakang panggung tersenyum tipis mendengar itu, “Apa ia bodoh? Justru dengan ia berkata seperti itu semakin membuat reputasi mind reader semakin buruk dan dijauhi banyak orang,” ucapnya dengan mendesis kesal.
“Apa gue coba untuk bermain sedikit saja dengan mereka ya?”
Gadis itu memutar-mutar beberapa helai rambutnya seraya menimbang untuk melakukan sesuatu atau diam saja, sampai akhirnya ia menemukan jawaban dan ide cemerlang di otaknya.
“Sepertinya tidak masalah jika bermain sedikit saja. Baiklah, seharusnya ia sudah bersiap untuk kemungkinan terburuk karena mencela si mind reader,” gumam gadis itu dengan senyuman tipisnya dan pergi dari belakang panggung itu menuju ke suatu tempat untuk mempersiapkan kejutan pada esok hari.
“Surprise!! Hahahahahahah!” Ia tertawa geli dengan melirik kesana kemari untuk menghindari bertemu dengan banyak orang.
“Tik.. tok.. tik.. tok.. Ah aku tidak sabar!” seru gadis itu dan pergi ke arah hutan terlarang dengan mudah.
***
“Ayolah Alana! Masa lo tidak bisa mengenaiku sekali saja?” ucap seorang gadis yang dengan lincah berpindah tempat.
“Lo curang menggunakan kekuatan penuh hanya untuk mengelabui gue. Apa lo mau gue gunakan kekuatan penuh juga?” Alana mengancam gadis itu dengan perkataan halusnya.
“Coba saja kalau lo benar-benar bisa, ah iya, sebenarnya apa kekuatan yang lo miliki? Kenapa banyak yang tidak mengetahuinya?”
“Cika! Selama tinggal!” seru Alana.
Alana sebenarnya hanya berpura-pura saja tidak dapat melihat Cika karena temannya itu menggunakan kekuatan tubuhnya untuk memperlambat waktu sehingga gerakannya terlihat cepat di mata orang, tetapi tidak dengan Alana yang kebal dengan semua kekuatan. Ia jadinya dapat membaca gerakan Cika, saat memprediksi titik tepat di mana Cika berhenti, Alana langsung megepalkan tinjunya dan melayangkannya ke arah Cika.
Cika langsung terpental hingga membentur dinding tembok kelas.
“Alana! Kenapa kau melayangkan tinjumu sekuat itu?” bentak seorang senior yang melihat kekuatan Alana bukan main kuatnya sampai membuat Cika terpental sangat jauh.
“Sial! Gue kelepasan lagi, semoga saja tulangnya tidak patah,” gumam Alana.
“Maafkan saya kak, saya akan langsung memeriksanya,” ujar Alana dan segera menghampiri Cika yang terpental sangat jauh itu akibat ulahnya.
Alana segera berlari dengan kekuatan penuhnya menghampiri Cika dan benar saja Cika sudah pingsan tidak berdaya di sana. Seseorang dengan kode hijau mendekati Alana dan Cika, “Wah! Kekuatan lo benar-benar berbahaya, setelah ini langsung bawa dia ke UKS!” ucap orang itu.
Pria itu mengobati Cika dengan menggunakan kekuatan sihirnya dan hanya dalam hitungan detik, wajah Cika yang awalnya pucat mulai berubah menjadi cerah kembali dan g
“Terima kas-“
Alana mengernyitkan dahinya karena sosok yang tidak dikenalnya itu langsung menghilang, “Apa ia hantu? Bodo amat ah!”
Alana langsung mengangkat Cika dan membawanya ke UKS sesegera mungkin untuk mendapati pengobatan yang lebih intensif lagi, setelah mengantarkan Cika dari UKS Alana beristirahat di kafetaria yang dekat dengan UKS.
“Lo kenapa?” tanya Radiant yang tiba-tiba datang dan duduk di depan Alana.
“Gue hampir meremukkan badan anak orang,” jujur Alana.
“Lo nggak bisa mengontrol kekuatan lo sama sekali?”
“Sayangnya gue nggak bisa.”
“Tapi kalau lo nggak bisa mengintrolnya, kenapa saat lo megang gelas seperti ini gelasnya nggak retak sama sekali? Pasti ada hubungan sebab dan akibatnya kan?”
Alana terdiam, ia seperti mendapatkan suatu pencerahan akan kemampuan miliknya. Alana megenggam tangan Radiant dengan refleks, “Wah! Ternyata lo sangat pintar, sekarang gue tau gimana caranya.”
“Hah? Apaan? Gue Cuma bilang sepotong kalimat doang tapi lo langsung dapat pencerahan?” Radiant bingung dengan sikap Alana, apalagi temannya itu megenggam tangannya dengan kuat, Radiant khawatir jika tangannya menjadi remuk seperti tulang Cika yang ditinju oleh Alana.
“Oke, lo mau makan apa ke sini?” Alana kembali memperbaiki sikap duduknya dan menyuapi beberapa kue coklat ke dalam mulutnya.
“Gue ngerasa badan gue lagi nggak sehat, kayaknya gue mesan salad aja deh.” Radiant menekan meja yang ada di depannya itu dua kali, lalu muncul menu makanan dan ia mengetik salad buah, lalu langsung muncul notifikasi pesanan sudah selesai.
“Lo sakit? Kenapa?” Alana bertanya dan langsung mengulurkan tangannya mengecek suhu tubuh Alana.
“Lo demam?!” panik Alana karena merasakan suhu tubuh Radiant yang menurutnya sangat panas.
“Biasalah, gue habis hujan-hujanan dua hari yang lalu, lo ingat? Kayaknya tubuh gue makin renta.”
Radiant menyingkirkan telapak tangan Alana karena sedikit risih, ia tersenyum kepada Alana seakan mengatakan bahwa ia baik-baik saja, “Tenang aja, gue udah biasa sering sakit begini, palingan juga bentar lagi sembuh.”
Alana menyilangkan tangannya di dadanya dan menatap Radiant dengan pandangan menyidiknya, “Apa benar begitu?”
“Hei! Gue cuma demam karena tubuh gue kaget kena suhu dingin malam itu, bukan penyakit yang harus dikhawatirkan dengan sangat serius. Lagipula gue ngerasa di tempat ini kita akan bebas dari penyakit, kecuali racun dan kutukan,” ujar Radiant.
“Racun dan kutukan?” Alana mengulangi perkataan Radiant, ia baru mendengar hal seperti itu dari bibir sahabatnya itu semenjak di sini.
“Iya, disini daerah dengan kekuatan sihir hebat dan pastinya ada beberapa orang yang memiliki kemampuan kutukan. Untuk racun itu bisa secara tidak sengaja kita terkena karena lalai, asal lo tau di hutan terlarang ada terdapat banyaaak sekali racun.” Radiant memberitahu Alana yang tidak dapat berkata-kata lagi.
“Tapi lo kemarin tetap ajak gue ke hutan terlarang?! Gila lo!” Alana mulai panik dan membayangkan bagaimana jadinya jika ia secara tidak sengaja tersentuh racun yang ada di sana.
“Tenang aja, kita tidak terkena racun selama lo masih bersama gue, maka lo pasti akan aman. Eh bentar… kekuatan lo kan human immune!!” Radiant menjentikkan jarinya pada hidung Alana karena membuatnya geram.
“Sakit Ra! Gue lupa kalau gue punya itu,” ujar Alana.
Tidak lama dari Alana berkata seperti itu, makanan Radiant langsung datang dan Radiant langsung mencobanya, “Wah! Makanan di sini benar-benar lezat tiada tanding,” puji Radiant.
“Selamat makan!” ucap Alana.
Mereka berdua saling melempar senyum dan mulai memakan makanan masing-masing dengan hening.