Menepati janji

2343 Kata
Siska dan Dava saling menatap satu sama lain. Tapi, Dava yang pertama kali memutuskan tatapan mereka. “Em... Mama tenang saja. Aku janji, aku akan ajak Mama dan Papa untuk menemui kedua orang tua Siska. Selain itu, sebenarnya aku juga sudah bertemu dengan kedua orang tua Siska.” Siska memilih untuk menundukkan wajahnya. Sebenarnya dirinya ingin segera pergi dari tempat itu, karena jujur, dirinya merasa tak nyaman dengan topik obrolan mereka saat ini. “Baiklah. Mama dan Papa akan menunggu kamu siap, karena Mama sudah gak sabar ingin menjadikan Siska sebagai menantu Mama. Setelah kalian menikah nanti, pasti rumah ini akan mulai ramai dengan gelak tawa anak-anak kalian,” ucap Santi dengan senyuman di wajahnya. Siska melihat bagaimana Dava menggenggam tangannya, mau tak mau kepalanya terangkat untuk menatap wajah Dava saat ini. Dimana wajah itu kini tengah tersenyum sambil menatapnya. Siska yakin, sebentar lagi akan keluar satu lagi kebohongan dari mulut Dava. “Mama tenang saja. Setelah kami menikah nanti, kami gak akan menunda untuk memiliki anak. Iya kan, Sayang?” "Tuh kan bener. Dasar pembohong ulung!" maki Siska dalam hati. “Benarkah itu, Sayang? kalian gak akan menunda untuk mempunyai anak? Mama lihat Siska masih sangat muda. Mama juga yakin kalau saat ini Siska masih kuliah. Iya kan, Sayang?” tatapan Santi menatap ke arah Siska. “I-iya, Tan. Saya memang masih kuliah.” Memang benarkan dirinya masih kuliah. Ya kali Siska harus berbohong kalau dia sudah lulus kuliah. Siska kembali terkejut, saat Dava mengecup punggung tangannya dengan sangat lembut. “Gak ada larangan hamil saat masih kuliah kan, Sayang. Pokoknya aku gak mau tau, kita gak akan menunda untuk mempunyai anak.” Siska memutar kedua bola matanya jengah. Lama kelamaan dirinya bisa gila beneran kalau terus menanggapi sandiwara Dava yang tak ada ujungnya sama sekali. Siska tak ada pilihan lain selain membisikkan sesuatu di telinga Dava. Dirinya benar-benar sudah tak tahan berada di situasi saat ini. Siska tak ingin menambah dosanya dengan membohongi kedua orang tua Dava yang bahkan sudah sangat baik padanya. “Om, bisa kita pulang sekarang. Aku gak mau kita lanjutkan sandiwara ini,” bisiknya dengan sangat lirih hingga hanya Dava yang bisa mendengar ucapannya. Apa yang Siska lakukan, membuat Santi dan Andrean saling menatap satu sama lain dengan dahi yang mengernyit. Tentu saja mereka masih menaruh curiga dengan sepasang manusia yang saat ini duduk di depan mereka. Kalau Dava dan Siska memang tengah bersandiwara di depan mereka, Santi dan Andrean akan memberikan mereka acungan jempol, karena akting mereka sangat bagus dan membuat mereka hampir tertipu oleh sandiwara Dava dan Siska. Siska tak menyangka, reaksi Dava akan permintaannya malah dengan memberikannya kecupan lembut di dahinya. “Hem.” Hanya deheman yang keluar dari mulut Dava, sebelum akhirnya Dava menoleh menatap kedua orang tuanya. “Ada apa, Sayang?” tanya Santi penasaran. “Em... gak ada apa-apa kok, Ma. Hanya saja aku harus mengantar Siska pulang, ini juga sudah malam.” “Oh. Baiklah. Tapi lain kali kamu ajak calon mantu Mama kesini lagi ya, masih banyak yang ingin Mama obrolin dengan calon menantu Mama,” ucap Santi dengan senyuman di wajahnya. Dava hanya bisa mengangguk pasrah. Mau menolak pun dirinya tak tega, mau mengiyakan tapi terasa sangat berat, karena dirinya yakin, membujuk Siska akan sangat sulit. Dava dan Siska beranjak dari duduknya, begitu juga dengan Santi dan Andrean. Mereka lalu sama-sama melangkah menuju pintu utama, karena Santi dan Andrean akan mengantar Dava dan Siska sampai di depan pintu. Dava dan Siska mencium punggung tangan kedua orang tua Dava. “Saya pamit dulu ya, Tante, Om. Maaf, kalau saya sudah merepotkan Om dan Tante,” ucap Siska dengan menepiskan senyumannya. “Sama sekali gak merepotkan kok, Sayang. Tante dan Om justru senang kamu mau datang ke rumah Tante. Sudah masakin makanan yang enak juga buat Tante dan Om,” ucap Santi sambil mengusap lengan Siska dengan lembut. “Ma, aku pulang dulu ya. Lain kali aku akan datang kesini lagi sama Siska.” Santi dan Andrean menganggukkan kepalanya. Mereka berharap ucapan putranya itu bukan hanya janji semata. “Sayang, bawa mobilnya jangan ngebut. Kamu harus mengantar Siska sampai di rumahnya, jangan malah kamu turunin di jalan,” ucap Santi dan mendapat anggukan kepala dari Dava. Dava lalu mengajak Siska menuju mobil, membukakan pintu mobil untuk gadis cantik itu. Siska masuk ke dalam mobil Dava tanpa menatap Dava sedikitpun. Entah mengapa ketampanan seorang Dava Rahendra sama sekali tak dapat menarik perhatiannya kali ini. Dengan kesal Siska memasang sabuk pengamannya, hingga membuat Dava geleng kepala. “Akting kamu hari ini lumayan.” Siska hanya diam sambil menatap keluar jendela. “Mau aku antar kemana? Ke rumah kedua orang tuamu atau ke apartemen kamu.” “Apartemen.” Siska bahkan menjawab tanpa menatap ke arah Dava. “Ok.” Dava lalu melajukan mobilnya keluar dari pintu gerbang rumahnya. “Sis....” “Om....” Mereka lalu saling menatap satu sama lain. “Kamu duluan,” ucap Dava setelah kembali menatap ke depan, karena dirinya ingat, kalau sedang menyetir saat ini dan membutuhkan konsentrasi penuh. “Apa aku boleh bertanya sesuatu sama Om?” “Hem. Apa yang ingin kamu tanyakan?” “Soal kekasih Om itu....” entah mengapa ucapan Anita saat di mall tadi siang masih berputar di otaknya. Dimana Anita mengatakan kalau dirinya sudah memberikan kesuciannya kepada Dava. Dava menatap Siska sekilas, lalu kembali menatap ke depan. “Anita maksud kamu?” “Apa Om dan Tante itu... benar-benar sudah....” “Hem. Aku pria normal. Aku butuh semua itu. Kenapa? apa itu hal yang aneh buat kamu?” “Tapi kan kalian belum....” “Menikah maksud kamu?” Siska menganggukkan kepalanya. “Aku gak butuh ikatan pernikahan hanya untuk melakukan itu. Kenapa? dosa gitu? Aku gak peduli. Hidup hanya sekali, jadi buat apa dibikin rumit. Apa yang aku suka, itu yang akan aku lakukan.” Dava menatap Siska sekilas, lalu kembali menatap ke depan. “Kenapa? apa kamu tak ingin menikah dengan pria sepertiku?” “Dari awal aku memang gak ingin menikah sama Om. Saat ini pun aku masih dengan pendirian ku itu.” Dava menghela nafas panjang, ia tak ingin berdebat dengan Siska. Sifat keras kepalanya tak akan bisa dirinya lawan dengan keras kepala juga. Tapi, untuk saat ini dirinya belum bisa bersikap lembut pada gadis yang saat ini memilih untuk kembali menatap keluar jendela. Dava sendiri merasa penasaran, apa bagusnya pemandangan di luar sana, bukannya lebih bagus menatap wajahnya yang tampan? Terlalu percaya diri kamu, Dav. Dava menghentikan mobilnya tepat di depan gedung apartemen Siska. “Om gak perlu mengantarku.” Dava menarik tangan Siska, saat Siska ingin membuka pintu mobilnya. “Apalagi, Om! Aku capek!” “Sampai kapan kamu akan memikirkan soal lamaranku.” “Kapan Om pernah melamarku?” dahi Siska mengernyit. Dirinya tak salah bicarakan, karena Dava memang tak pernah melamarnya. Dava tersenyum. “Jadi kamu ingin aku melamarmu?” godanya dengan senyuman di wajahnya. “Si-siapa juga yang mau dilamar sama Om!” “Kamu. Kan tadi kamu tanya, kapan aku melamarmu.” “Serah, Om!” Siska yang ingin membuka pintu mobil, kembali mengurungkan niatnya. “Jangan pernah datang ke rumahku, karena sampai kapanpun aku gak mau menikah sama Om! Kecuali Om akan pulang dengan tangan kosong dan kedua orang tua Om akan merasa malu! ingat itu baik-baik, Om! Permisi!” seru Siska lalu membuka pintu mobil Dava dan keluar dari mobil itu. Siska bahkan langsung menuju lobi gedung apartemennya tanpa menunggu sampai mobil Dava pergi dari depan apartemennya. Dava menatap Siska yang sudah memasuki lobi gedung apartemen itu. Ia lalu menyunggingkan senyumannya. “Dasar keras kepala. Apa dia pikir aku takut dengan ancamannya? Lihat saja besok, aku akan buat dia terkejut dengan apa yang akan aku lakukan.” Saat ini Siska dan Dita baru saja selesai kelas. Mereka kini tengah berada di parkiran. “Sis, gimana kencan kamu dengan Om itu semalam?” “Sialan kamu! kencan apaan! Yang ada aku malah dikerjain sama Om Dava.” “Maksud kamu?” tanya Dita sambil mengernyitkan dahinya. “Mana ada di undang makan malam, tapi makanan yang aku makan hasil masakan aku sendiri.” Dita tertawa terbahak-bahak, hingga membuat Siska semakin kesal. “Tertawa aja terus. Aku mau balik. Mama dan Papa meminta aku untuk pulang.” “Kamu akan menginap di rumah kedua orang tuamu?” “Hem. Mama memintaku untuk menginap.” “Sis, apa kamu yakin, Om itu gak akan berani datang ke rumah kamu?” “Hem. Aku yakin. Semalam aku sudah mengancamnya. Kecuali dia ingin dipermalukan di depan kedua orang tuanya. Enak aja, siapa juga yang mau menikah dengannya.” “Tapi Om itu tampan lho, Sis. Kaya lagi.” “Buat apa tampan dan kaya tapi aku gak cinta. Aku gak mau menikah tanpa cinta, yang ada nanti hidupku terasa kayak di neraka lagi.” Siska lalu membuka pintu mobilnya. “Aku cabut duluan. Tolong katakan sama Gigi, aku gak bisa ikut.” “Hem. Nanti akan aku sampaikan.” Siska lalu masuk ke dalam mobil, melambaikan tangannya ke arah Dita sebelum melajukan mobilnya keluar dari area parkir kampusnya. Sebelum melaju ke rumah kedua orang tuanya, Siska menghentikan mobilnya di depan sebuah toko kue. Dirinya ingin membelikan kue kesukaan sang mama. Dirinya ingin menggunakan kue itu untuk membujuk sang mama agar mau mendengar penjelasan darinya. Bahkan jika perlu, Siska akan memberitahu kedua orang tuanya tentang siapa itu Dava sebenarnya. Tentang kehidupannya yang serba bebas, bahkan sering melakukan hubungan dengan wanita yang bahkan bukan istrinya. Dengan kepercayaan diri yang tinggi, Siska yakin, kali ini kedua orang tuanya akan berpihak padanya. Dengan begitu Dava tak akan lagi bisa memaksanya untuk menikah dengannya. Sesampainya di rumah kedua orang taunya, Siska bergegas keluar dari mobil dengan dua kotak kue yang ada di tangan kiri dan kanannya. “Mama pasti suka aku bawakan kue kesukaannya.” Siska membuka pintu rumahnya, lalu melangkah masuk ke dalam rumah. “Mama! aku pulang nih!” serunya sambil terus melangkah masuk ke dalam. Indah yang tengah berada di dapur, mendengar teriakan putrinya dan bergegas menghampiri putrinya itu. “Mama pikir kamu gak akan datang kesini lagi.” Siska memeluk sang mama, lalu melepaskan pelukannya. “Apa Mama masih marah sama aku?” Indah memukul lengan Siska berkali-kali tapi pelan. “Dasar ini anak! Bisa-bisanya bikin Mama cemas, hah!” “Aww! Sakit, Ma. Ini KDRT, Ma namanya!” Siska terus menghindar, karena ia tak ingin lengan mulusnya jadi sasaran kemarahan sang mama. “Apa kamu mau membuat Mama terkena serangan jantung, hah!” Siska meletakkan kotak kue yang ada di tangannya ke atas meja. Ia lalu mengajak sang mama untuk duduk. “Ma, dengarkan penjelasan aku dulu. Aku berani sumpah, Ma. Aku dan Om Dava gak melakukan apapun malam itu. Aku hanya nolongin Om Dava aja. Mama percayakan sama aku?” Indah menghela nafas panjang. “Tapi gak seharusnya kamu membawa pria itu ke apartemen kamu, Sayang. Apalagi kamu biarkan pria itu tidur di kamar kamu. Kenapa gak kamu antar ke rumahnya?” “Aku gak tau rumahnya, Ma. Aku bahkan gak kenal sama Om Dava awalnya,” lirih Siska sambil menundukkan wajahnya. “Astaga! Mama benar-benar gak habis pikir dengan cara pikir kamu, Sayang. Kalau kamu gak mengenalnya, kenapa kamu menolongnya? Sekarang lihatlah apa yang terjadi sama kamu.” Siska menggenggam tangan sang mama. “Ma, tolong bujuk Papa untuk membatalkan niatnya untuk menikahkan aku dengan Om Dava, Ma. Aku belum siap untuk menikah.” “Tapi, Sayang. Mama gak bisa....” Indah menghentikan ucapannya saat mendengar bel berbunyi. “Bi! Tolong lihat siapa yang datang!” pinta Indah dengan berseru. “Ma, aku mohon. Mama gak mau kan aku sampai menikah muda?” Siska tak akan berhenti memohon sampai sang mama mau membantunya untuk membujuk sang papa. Indah menghela nafas panjang. Ia sebenarnya tak tega melihat wajah memohon Siska saat ini. Tapi dirinya juga tak boleh gegabah dengan menuruti permintaan Siska kali ini. Indah melihat seorang wanita paruh baya yang tengah melangkah ke arahnya. “Siapa Bi yang datang?” tanyanya penasaran. “Katanya namanya Dava, Nyonya. Sama kedua orang tuanya,” ucap wanita paruh baya itu. "Hah! Nekat juga dia," gumam Siska dalam hati dengan kedua mata membola. Indah menatap Siska yang saat ini juga tengah menatapnya. “Ma....” Siska menggelengkan kepalanya, terlihat dengan sangat jelas di wajah Siska kalau dirinya belum siap untuk menikah. “Bi, buatkan minum untuk mereka.” “Baik, Nyonya. Bibi permisi,” pamit wanita paruh baya itu. “Kita temui mereka.” Siska menggelengkan kepalanya. “Kalau begitu biar Mama yang temui mereka.” Indah beranjak dari duduknya dan melangkah menuju ruang tamu. Dava melihat Indah yang tengah melangkah mendekat. Ia lalu beranjak dari duduknya dan melangkah menghampiri untuk mencium punggung tangan mamanya Siska. “Saya datang untuk menepati janji saya, Tante. Saya membawa kedua orang tua saya untuk melamar Siska.” Indah mengangguk mengerti. Ia lalu meminta Dava untuk duduk, sedangkan dirinya melangkah untuk menyapa kedua orang tua Dava dengan menyalami Santi dan Andrean. “Oya, Tante. Dimana Siska dan Om? Saya melihat mobil Siska ada di depan tadi.” “Siska ada di dalam. Kalau Papanya masih ada di kantor.” Siska tak ingin membuat malu sang mama, akhirnya dirinya memutuskan untuk menemui Dava dan kedua orang tuanya. “Itu dia calon mantu saya,” ucap Santi saat melihat Siska yang tengah berjalan mendekat. Indah tak menyangka, kedua orang tua Dava terlihat begitu bahagia saat melihat putrinya. "Sayang, Mama melihat kedua orang tua Dava sudah menerimamu menjadi menantu mereka. Tapi kenapa kamu masih menolak untuk menikah dengan Dava?" gumam Indah dalam hati. Siska mencium punggung tangan kedua orang tua Dava dengan menunjukkan senyuman di wajahnya. “Tante sangat bahagia, saat semalam Dava memberitahu Tante kalau ingin segera melamar kamu, Sayang. Tante sudah tidak sabar ingin melihat kamu dan Dava menikah,” ucap Santi dengan senyuman di wajahnya. Siska hanya menepiskan senyumannya. Tapi, senyuman itu langsung lenyap saat kedua matanya kini bertemu tatap dengan kedua mata Dava. Dava mengedipkan sebelah matanya dengan senyuman di wajahnya. "Kamu belum mengenalku, Sis. Semakin kamu menolakku, semakin aku memantapkan niatku untuk menikahimu," gumamnya dalam hati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN