Dimitri sadar betul tindakannya membawa Mili ke dalam kamar hotel yang ditempatinya adalah hal yang mengundang marabahaya. Dua tahun lebih menyandang status duda, ia tak pernah dekat lagi dengan lawan jenis. Tentu saja pertunangan penuh paksaan dengan Fala adalah suatu pengecualian. Dimitri menyetujui pertunangan itu demi patuh dan membungkam segala tuntutan dari kedua orang tuanya.
Hubungannya dengan Mili memang pernah sangat dekat ketika mereka berdua masih sama-sama berusia remaja. Mili yang waktu masih bersekolah di sekolah dasar sering dititipkan oleh ibunya di rumah Wulandari yang tak lain adalah ibunda Dimitri. Sang mama yang memang tak memiliki anak perempuan tentu saja menyambut baik hal tersebut. Dimitri remaja pun memperlakukan Mili dengan baik, selalu menjaga dan menjadi teman bermain dari gadis yang terpaut usia sembilan tahun di bawahnya itu.
Tapi kini setelah keduanya sama-sama dewasa. Tentu saja sangat berbeda seratus delapan puluh derajat. Mili tumbuh menjadi gadis cantik dengan tubuh mungil yang bisa dibilang sangat molek proposional. Karena itulah tadi Dimitri dengan cepat menyadari banyak pria yang melihatnya dengan tatapan lapar saat mengetahui Mili mabuk berat di night club.
"Mas Dim mabok ya? Bau banget iih!!" racau Mili begitu Dimitri baru saja berhasil membopongnya masuk ke kamar hotel.
"Enak aja!! Kamu yang mabuk Mil." gertak Dimitri saat menanggapi kalimat asal sepupu cantiknya.
"Aku nggak minum kok, pasti Mas Dim deh yang minum alkohol tapi gak mau ngaku." Mili memicingkan mata merahnya sambil menunjuk ke arah lain. Rupanya pengaruh alkohol benar-benar membuat gadis itu kacau.
"Astaga anak ini." keluh Dimitri sambil menggaruk rambutnya yang tak gatal.
"Mas Dim ganteng banget kalau lagi mabuk begini," Mili terkekeh geli saat melihat Dimitri yang baru saja berhasil melepaskan sepatunya.
Dipandangi dari jarak sedekat ini oleh Mili yang kini bukan anak kecil lagi, tentu aja membuat gelenyar aneh dalam d**a Dimitri. Apalagi ketika napas hangat gadis itu menyentuh wajahnya.
"Kamu yang mabuk, Mili." Dimitri mendelik sekilas lalu kembali memapah tubuh Mili ke tengah kamar di mana tempat tidur besarnya berada.
"Ckk, masih nggak ngaku juga." Mili kembali tergelak sambil berjalan sempoyongan di samping Dimitri.
"Kamu mulai bicara ngawur, Mil. Udah sana tidur, biar cepet ilang mabuknya." omel Dimitri sembari membantu gadis itu merebahkan tubuhnya di tengah tempat tidur lantas menarik selimut tebal hingga sebatas leher Mili.
Begitu Dimitri menegakkan tubuh hendak menuju sofa panjang di dekat jendela, tiba-tiba saja Mili menahan pergelangan pria tegap itu. "Mas Dim mau ke mana sih?"
"Tidur sofa, udah ... kamu gak usah sok khawatir Mas tidur di mana malam ini." gerutu Dimitri sambil menaikkan satu alisnya.
"Bukannya aku sok khawatir," balas Mili sambil memejamkan mata seolah menahan perih di perutnya.
"Terus?"
"Perutku mual mau mun--"
Belum sempat Dimitri mencegahnya, Mili sudah mengeluarkan semua isi perutnya dan mengenai baju yang ia kenakan, juga mengenai celana jeans yang prianitu kenakan.
"Astaga Miliii..." Dimitri mengacak rambutnya frustasi. Dipandanginya kekacauan yang baru saja diciptakan oleh gadis yang kini menatapkan dengan tatapan tanpa dosa.
“Maaf, nggak sengaja.” sesal Mili mencoba bangkit dan mengangkat blousenya yang sudah kotor karena cipratan muntahannya sendiri.
“Heeh, hehh … mau ngapain kamu?” Dimitri membolakan mata sambil mundur beberapa langkah.
“Buka baju lah, ganti. Ini bau banget, Mas. Makanya kalau mabuk jangan deket-deket aku, bikin mual.”
“Kamu yang mabuk!!” pekik Dimitri mulai gemas. “Sana ke kamar mandi, ganti baju di sana.” Dimitri mengendikkan dagu ke arah kamar mandi. Membiarkan gadis itu berjalan sempoyongan seorang diri. Sementara ia mencoba menghubungi layanan hotel agar membersihkan kekacauan yang dibuat oleh Mili.
Tak sampai tiga puluh menit setelahnya, kamar Dimitri kembali bersih setelah pihak hotel mengirimkan petugas kebersihan ke kamarnya. Namun yang membuat Dimitri heran adalah, sejak tadi Mili belum juga keluar dari kamar mandi. Selama itukah wakt yang dibutuhkan untuk sekedar berganti pakaian? Padahal Dimitri sendiri hanya butuh sekitar sepuluh menit untuk mengganti baju yang kotor dengan kaos oblong dan celana santai sebatas lutut.
“Mil, Mili ….” panggil Dimitri dari depan pintu kamar mandi. “Lama amat sih? Kamu nggak ketiduran kan?”
“Hmmm…” hanya terdengar deheman lirih dari dalam sana.
“Masuk angin kamu kalau kelamaan di kamar mandi malam-malam gini.” omel Dimitri sambil berkacak pinggang.
“Hmmm ….” lagi-lagi hanya deheman singkat yang terdengar dari gadis itu.
Dimitri mulai hilang kesabaran. Dengan satu dorongan, akhirnya ia membuka pintu kamar mandi yang ternyata tidak dikuncu oleh Mili. Namun detik berikutnya, Dimitri sangat menyesali tindakan gegabanya. Hal itu terjadi ketika kedua bola matanya terbelalak sempurna tatkala melihat Mili sedang terduduk di atas closet hanya menggunakan celana hot pants sangat pendek, tanpa … atasan untuk menutupi bagian dadanya yang terekspos sempurna.
“Astaga Mili!!!” pekik Dimitri lantas mengusap dadanya yang bergemuruh. “Pake baju!!”
“Baju aku kotor Mas,” Mili melirik malas ke arah bajunya yang sudah teronggok tak berguna di sudut kamar mandi. “Bra aku juga bau.” lanjutnya lagi.
“Lalu harus banget kamu bertelanjang d**a seperti ini, padahal lagi berduaan aja sama seorang pria dewasa?” Dimitri menggeram kesal saat Mili justru menampakkan seringai jahil di wajahnya yang masih memerah akibat pengaruh alcohol.
“Ya udah sini pinjem bajunya Mas biar aku nggak kedinginan, atau paling enggak kelonin deh biar kita bisa berbagi kehangatan.” racau Mili lantas dengan santainya mengalungkan lengannya di leher Dimitri. Pria itu terdesak hingga mundur beberapa langkah sampai punggungnya terbentur dinding.
“Mil, bi- bi- bicaramu mulai ngawur.” Dimitri tergeragap salah tingkah dihadapkan dengan situasi mencengangkan seperti ini. Gadis cantik yang tengah mabuk, setengah telanjang, dan kini merangkul lehernya dengan gerakan penuh intimidasi.
“Aku nggak bicara ngawur, Mas.” desah Mili sangat dekat dengan wajah Dimitri. “Mas pasti udah tau kan kalau sejak lama aku menaruh hati ke Mas Dim.” aku Mili terang-terangan.
Dimitri tentu saja tahu. Ia sangat sadar akan hal itu, apalagi sejak pertemuan terakhir mereka di Singapura satu tahun yang lalu. Terlihat jelas dalam tatapan Mili kalau gadis itu sedang memendam perasaan tersembunyi pada dirinya. Tapi karena status mereka yang masih berkerabat jauh, Dimitri mencoba mengelak dan menepis getaran samar yang juga tumbuh dalam hatinya. Dimitri tak ingin merobohkan tembok adab itu demi perasaan sesaat yang tak sepenuhnya ia yakini.
“Kamu terlalu mabuk, Mili. Lebih baik kamu segera tidur.” Dimitri melemparkan pandangan ke arah lain. Ke mana saja, asal tak menatap mata sayu atau tubuh bagian atas Mili yang benar-benar mengganggunya. Dia pria dewasa yang pernah menikah, dan tentu saja pemandangan molek dari tubuh Mili menjadi godaan yang teramat berat bagi seorang Dimitri.
“Mas nggak pengen memanfaatkan kesempatan?” tanpa aba-aba Mili langsung mengalungkan kedua lengannya ke leher Dimitri. Bahkan tubuhnya sudah menempel erat dalam dekapan pria yang menjadi cinta pertamanya itu.
Dimitri menelan ludahnya susah payah saat gundukan kenyal milik milik bergerak sensual di dadanya. “Mi- Mili kamu .…”
“I love you, Mas Dim.” tak merasa terganggu dengan pelototan dari Dimitri, Mili justru melabuhkan kecupan ringan di bibir atas pria yang jantungnya tengah berdentum kencang itu.
Aroma manis bercampur alkohol sontak menyapa bibir tipis milik Dimitri. Pria itu mencoba mundur beberapa langkah hingga kakinya menubruk pinggiran tempat tidur. Berusaha menghindar dari serangan Mili, namun gadis itu justru menghisap bibirnya tanpa ampun. Kedua tangan Mili semakin erat mencengkeram kaos yang dikenakan Dimitri.
Mili sempat mengurai ciuman panjangnya demi meraup banyak oksigen. Namun sedetik kemudian gadis itu justru mendorong tubuh Dimitri hingga pria itu terlentang di tempat tidur. Dan dengan gerakan cepat, Mili lantas menindih Dimitri dan kembali menghujani pria itu dengan kecupan Mili.
“Mili sadar!!!” pekik Dimitri dengan napas tersengal. Kedua tangannya menangkup pipi kemerahan Mili yang bergerak liar di atas tubuhnya.
“Ak- aku aku sadar, Mas. Selama ini aku berhasil nahan diri buat nggak ngakuin perasaanku ke Mas Dim. Tapi malam ini … aku nggak sanggup lagi. Aku benar-benar ingin Mas.” lirih Mili dengan sorot mata sayu yang begitu mendamba. Pengaruh alcohol benar-benar menghilangkan semua norma yang selama ini gadis itu jaga.
“Please, Mas.” desah Mili seraya mencengkeram erar kaos polos yang dikenakan Dimitri di bawah tubuhnya.
Dimitri susah payah menahan gemuruh dalam dadanya. Ingin mengelak, namun respon alami tubuhnya justru mengatakan hal yang sebaliknya. Kedua tangan Dimitri bergerak pelan mengusap punggung telanjang Mili. Hingga keduanya berhenti di sisi pinggang Mili, dengan satu gerakan mantap Dimitri mengangkat tubuh ringan Mili hingga posisi gadis itu berbalik ada di bawah kungkungannya.
“Jangan menyesal.” desah Dimitri tatkala tak mampu mengendalikan hasratnya juga. Tangan kiri Dimitri membelai pelan pipi Mili yang merona merah.
“Never!” Mili menggeleng cepat sambil tubuhnya bergerak gelisah di bawah kendali Dimitri.
Dimitri menekuri wajah Mili untuk beberapa detik, mengamati betapa cantiknya gadis mungil yang dulu selalu bergelayut manja padanya. Sepasang mata sayunya, bibirnya yang berkilat basah karena ciuman yang menggebu beberapa saat lalu. Juga … jemari lentiknya yang menyentuh Dimitri di mana-mana. Benar-benar berhasil merenggut paksa waras yang pria itu punya.
Dimitri kalah, pria tegap itu menyerah dengan segala pesona juga rayu menggoda dari gadis manis bernama Mili Frisela itu.
“I want you so bad, Mili.” geram Dimitri sebelum akhirnya bangkit untuk sesaat demi melucuti dirinya sendiri juga melepas apa yang tersisa di bagian bawah tubuh Mili. Dan malam itu keduanya sama-sama kalah dengan nafsu. Dimitri yang selama dua tahun lebih berhasil bertahan dari godaan perempuan yang silih berganti merayunya, kini benar-benar kalah telak oleh Mili. Gadis manis yang sangat ia sayangi sejak lama.