Orang Payah Itu Adalah Aku

1082 Kata
Kesedihanku karena kebiasaan burukmu di belakang masih belum luntur. Meski begitu, aku bisa bersikap biasa saja di depanmu, tetap tersenyum dan tertawa dengan semua lelucon yang kau ucapkan, meski ada rasa sakit yang timbul di perasaanku karena masih belum bisa menerima perbuatanmu di belakangku. Namun, rasa bersalah dan janji kepada diriku sendiri membuatku terus kuat dan aku yakin pasti bisa membawamu kembali ke jalan yang seharusnya. Sementara itu, aku akan terus mencoba memaklumi apa yang kau lakukan, meski harus menahan sakit dan air mata di sini. Bagaimana lagi? Kau melakukan itu semua karena kesalahanku yang membuatmu merasa kesepian. Selama kita bersama, selagi komunikasi kita masih berjalan lancar, aku selalu mencoba untuk menghiburmu, membuatmu selalu tersenyum karenaku. Minimal, dengan hadirku di sini, bisa sedikit mencegahmu melakukan hal-hal mengerikan di luar sana. Sayangnya, beberapa kali aku terlambat mendapatkan kabar darimu. Bukan berarti aku terlambat memberikan balasan terhadap pesan darimu, hanya saja kau mengabariku saat semua sudah terjadi. Saat kau merasa kesepian, merasa sendiri, merasa tidak memiliki seseorang yang bisa mengerti tentangmu, kau selalu mengajak teman-temanmu di sana untuk menenggak minuman beralkohol. Bukan hanya alkohol ringan, melainkan juga alkohol tinggi, bahkan juga terkadang minuman beralkohol tidak berizin pun kau tenggak bersama teman-temanmu untuk mengusir kata galau dari pikiranmu. Cukup hanya dengan kalimat "aku galau" saja, teman-temanmu di sana langsung mengajakmu merapat ke salah satu titik di Surabaya dan mereka sudah menyiapkan beberapa botol minuman yang berakibat buruk untuk kesehatanmu itu. Kau memberikan kabar kepadaku ketika sudah berada di tempat mengerikan itu, dalam keadaan setengah sadar kau meneleponku, menceritakan tentang semua kegalauan yang kau rasakan di sana dengan suara yang terdengar menyeret. Dari sini aku sadar, kau sudah mulai ada di dalam pengaruh alkohol. Geno, apakah kau tau? Saat seperti itu, aku merasa sangat tidak berguna. Aku harus memaklumi semua perbuatanmu di sana, tidak bisa dan tidak kuasa untuk mencegah, hanya bisa menangis melihat sahabat yang biasanya bisa sangat mengerti diriku menjadi hancur karena semua permasalahan yang kau terima di sana. Kau terus saja mengoceh ke sana kemari sambil sesekali aku mendengar tawa menggelegar dari balik suaramu yang terdengar menyakitkan. Dari suara-suara itu, ada suara perempuan yang ikut masuk ke dalam pembicaraan kita. Dari balik telepon, aku bisa berasumsi jika sahabatmu di sana tidak hanya laki-laki, perempuan pun ada yang ikut serta minum minuman keras bersamamu. Miris, takut, sedih, marah, banyak emosi negatif yang aku rasakan seakan mendidih di dalam kelapa. Bagaimana tidak? Perempuan yang seharusnya bisa menjaga diri, mampu mempertahankan harga diri, selalu berbuat baik agar tidak menjadi aib untuk keluarganya, justru ikut bergabung dalam kelompok mengerikan seperti itu. Jadi, seperti itu pergaulan di kota besar? Perempuan pun ikut bergabung dalam pergaulan bebas seperti itu? Jika iya, aku merasa sangat bersyukur selalu hidup di kota kecil yang damai ini. Meski aku hanya bergelut dengan sawah dan kebun yang membuat kulitku tidak bisa secerah para perempuan yang hidup di kota besar, tapi aku merasa beruntung karena masa depanku sebagai seorang perempuan lebih terjamin di kota ini. Pantas saja Ibuku tidak mengizinkan ketika pihak sekolah merekomendasikanku untuk bekerja di Surabaya selepas lulus. Meski tawaran yang mereka berikan sangat bagus, tapi ada masa depan yang harus dipertaruhkan di sana. Di sela-sela cerita, aku sempat bertanya tentang suara perempuan itu. Kau menjawab jika mereka (yang aku dapat mengasumsikan bahwa ada lebih dari satu orang perempuan di sana) adalah pasangan dari teman-temanmu yang ikut bergabung karena diajak oleh pasangan mereka. Lagi-lagi aku terkejut, Geno, bagaimana bisa lelaki yang seharusnya bisa menjaga wanitanya dengan baik, justru mengajak mereka berpesta alkohol? Apakah mereka tidak khawatir dengan keselamatan para wanita? Bagaimana jika selepas dari sana ada perempuan yang dilecehkan oleh pasangan mereka sendiri? Lagipula, mereka hanya pacaran, belum menikah. Aku tidak bisa membayangkan betapa mengerikannya pergaulan di sana. Rasanya, aku tidak sanggup jika terus menerus melanjutkan pertemanan denganmu, Geno. Aku terlalu takut, aku takut melihat sosokmu yang ikut bergabung dengan kelompok itu, aku juga takut dengan teman-temanmu di sana. Aku tidak ingin bertemu mereka, rasanya aku ingin lari menjauh darimu saat ini juga. Sayangnya, aku tidak bisa. Aku tidak bisa serta merta menjauh darimu dan lepas tanggung jawab begitu saja. Rasa bersalah yang masih menguasai hatiku mendorongku untuk selalu ada di sampingmu dan menerima semua keadaanmu di sana. Aku tahu aku naif, tapi aku hanya ingin kau kembali menjadi Geno yang aku kenal sebelumnya. Untuk menghibur diri, aku iseng bertanya kepadamu tentang beberapa teman perempuan yang ada di sekitarmu. Bagaimanapun, aku masih hanya seorang teman meski memang harus diakui jika aku memiliki perasaan lebih kepadamu, hanya saja, tidak ada keberanian untukku mengungkapkannya. Tapi karena aku tidak memiliki hak terhadapmu, aku tidak bisa mengatur dengan siapa kau boleh bergaul dan dengan siapa kau tidak boleh menjalin pertemanan. Dengan kondisi dalam pengaruh alkohol, kau tertawa mendengar pertanyaan dariku. Bagimu, tidak ada orang yang akan tertarik dengan pria rusak sepertimu. Tidak akan ada perempuan yang menaruh hati terhadap lelaki seperti dirimu. Saat kau mengatakan hal itu, di dalam hati aku menjerit. Aku ingin mengatakan dengan lantang jika ada perempuan yang menaruh hati padamu! Aku ingin berteriak dari sini, namun sayang tidak ada keberanian di hatiku. Payah bukan? Seorang perempuan sepertiku memutuskan untuk sengaja menjatuhkan hati kepada seorang lelaki yang memiliki kelakuan seperti itu di luar. Padahal jika dipikir-pikir lagi, masih sangat banyak lelaki yang jauh lebih baik dibandingkan Geno di luar sana. Tapi sisi naifku mendorong untuk menaruh hati pada lelaki busuk seperti Geno. Tawa getir yang keluar dari mulutmu membuatku ikut terpukul. Aku menangis dalam diam meski di bibir masih bisa berkata dengan wajar. Air mataku terus menetes menyadari betapa tersiksanya dirimu di sana. Sebagai seorang perempuan yang terbiasa dengan obat-obatan, aku sedikit paham bagaimana sulitnya untuk lepas dari ketergantungan alkohol dan nikotin. Tidak mudah memang, tapi aku yakin bisa membantumu melewati hari-hari buruk yang menghajarmu beberapa waktu terakhir. Kau salah, Geno, kau salah ketika berkata jika tidak ada orang yang suka terhadapmu. Meski memang, orang-orang yang baru mengenalmu ketika dalam keadaan terpuruk seperti ini pasti tidak akan menyukai perangaimu. Emosimu tidak stabil, sering mengeluh, dan terkesan tidak memiliki semangat hidup. Setiap orang yang baru mengenalmu pasti akan menjauh, setiap orang tua dari perempuan yang kau sukai akan menolakmu mentah-mentah saat mengetahui jika kau memiliki tabiat buruk seperti ini. Tapi apa yang aku lihat, tidak hanya seperti itu, Geno. Kau sebenarnya baik, sangat baik. Kau hanya kesepian, tidak memiliki tempat bekerja kesah. Itu saja, tidak lebih. Sayangnya, semua tingkah burukmu saat ini menutup hampir seluruh sisi baik yang kau miliki, hanya orang payah yang akan suka dengan orang sepertimu! Dan orang payah itu adalah aku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN