Aku Sendirian

1054 Kata
Geno, aku sungguh menyesal pernah mengenalmu sedalam ini. Tapi tidak, sebenarnya kau dan aku tidak saling kenal sedekat itu, kita hanya kebetulan saling tahu satu antar pribadi satu sama lain. Aku tidak pernah menunjukkan di mana aku tinggal dan di mana tempatku bekerja secara langsung padamu, kau pun tidak menunjukkan di mana rumahmu yang sebenarnya. Aku hanya pernah mengenal Ayahmu karena Beliau adalah pengajarku, tidak lebih. Tapi kenapa? Kenapa kau terlalu terobsesi denganku? Apa hal istimewa dariku hingga kau harus melakukan semua ini? Jujur, aku bingung harus kemana membagi cerita, karena tidak ada orang yang mau dekat denganku sejak kau mencari gara-gara dengan semua orang yang aku kenal. Aku terus saja memandangi ponsel dengan banyak notifikasi yang muncul di bagian atas layar. Ada beberapa nama di barisan paling atas, salah satu di antaranya adalah Mawar. "Mawar." Aku terus saja membaca nama kontak tersebut di dalam hati. Sejak masa sekolah dulu, Mawar adalah orang yang sangat bisa diandalkan. Mawar dan aku tidak pernah mengalami konflik besar, hanya konflik-konflik kecil khas remaja. Aku dan Mawar tidak pernah berebut lelaki, tidak pernah juga saling tusuk dari belakang. Perbuatanmu yang membuatku dan Mawar saling jauh seperti sekarang, benar-benar membuatku bingung. Biasanya, saat aku berada di dalam masalah, Mawar selalu kutarik untuk membantuku menyelesaikannya. Tapi sekarang, saat namanya ikut masuk ke dalam daftar masalah, ia menjauhiku dan memintaku menyelesaikannya sendiri. Aku tahu, Mawar mungkin masih marah. Tapi seharusnya ia juga bisa mencoba mengerti perasaanku, mencoba memahami betapa tertekannya aku saat ini. Setelah beberapa lama aku memandang layar ponselku, aku mencoba membuka ruang obrolan dengan Mawar. "Sakit!" Kata itu yang pertama kali muncul saat kembali membaca pesan-pesan yang kau kirimkan padaku. Rasanya seperti bukan Mawar, emosi yang menguasai pikirannya membuat Mawar menjadi seperti orang yang tidak aku kenal. Setelah membuka ruang obrolan, aku bingung harus berbuat apa. Ingin aku membuka obrolan, namun takut dengan reaksi yang akan ia berikan. Mungkin saja Mawar masih marah dan tidak ingin berbicara denganku, mungkin saja Mawar semakin membenciku, atau mungkin saat aku menghubunginya lagi, ia akan memblokir nomorku. Ah aku tidak peduli! Rasa sakit yang ada di dalam kepalaku sudah sangat menyiksa. Kepala terasa berat, seakan ada sepuluh tangan yang mencengkramnya bersamaan. Aku butuh bantuan. Kali ini, Ayah dan Ibu masih belum dapat membantu anak mereka sendiri karena masih panik. Jika aku ingin meminta bantuan kepada rekan kerja, rasanya tidak ada satupun dari mereka yang terlalu dekat denganku. Ya, aku dan mereka memang akrab, namun hanya sebatas rekan kerja semata, tidak lebih. Masih sangat banyak hal yang aku sembunyikan dari mereka. Satu-satunya harapanku untuk membantu menghadapimu hanyalah Mawar. Bagaimanapun caranya, aku harus bisa mendapatkan bantuan darinya. Baik, aku harus mulai menulis sesuatu di ruang obrolanku dan Mawar, harus! Rasa panik yang menyelimuti kepala membuatku mengirimkan pesan berantai kepada Mawar. Dimulai dari permintaan maaf, mewakilimu meminta maaf karena kau sudah mengganggu Mawar dan membuat hari-harinya menjadi tidak tenang. Pesan selanjutnya, aku menceritakan tentang kejadian yang sedang aku hadapi saat ini, termasuk dengan kedatanganmu sore ini ke rumah. Pesan terakhir dan pamungkasku adalah menyalahkan Mawar. Aku terpaksa melakukan itu, Mawar adalah orang menyuruhku untuk tetap berhubungan denganmu, karena ia memiliki nasib yang sama denganmu. Bagaimanapun, aku harus menceritakan semuanya, termasuk pertimbanganku kembali dekat denganmu karena sedikit banyak pengaruh dari Mawar. Satu detik, sepuluh detik, satu menit, tidak ada jawaban dari Mawar. Padahal, statusnya sedang daring saat ini, namun ia tidak segera membalas pesanku. Perasaanku semakin tidak karuan, aku berpikir jika Mawar sudah benar-benar membenciku karena perbuatanmu. Aku pesimis, pasrah, tidak ada orang yang mau membantuku keluar dari keadaan yang serba salah ini. Aku mengacungkan ponsel ke atas, hendak melemparkannya karena sudah tidak ada orang lain yang peduli kepadaku. Anmu tiba-tiba, saat sedang tergenggam di atas kepalaku, ponselku bergetar tanda ada notifikasi yang masuk. "Mawar," itulah nama yang tersimpan dari pengirim pesan di dalam ponselku. "Mawar," perlu beberapa detik hingga aku menyadari jika orang yang aku tunggu-tunggu untuk membalas pesan sudah datang. "Mawar!" Aku berteriak di dalam hari ketika sadar jika Mawar benar-benar mau membalas pesan dariku. Aku kira Mawar tidak ingin berhubungan denganku lagi, ternyata ia masih membalas pesan dariku. Mawar minta maaf kepadaku, mengatakan jika sejak awal kasus ini bergulir, ia tersulut emosi dan ikut membenciku. Padahal ia sebenarnya sadar, ada campur tangannya yang membuat aku dan kau bisa berhubungan sejauh sekarang. Sayangnya, rasa gengsi menguasai pikiran Mawar sehingga ia hanya bisa menungguku meminta maaf kepadaku terlebih dahulu. Tangisan malam ini semakin tidak terkendali karena akhirnya aku mendapatkan bantuan yang kuinginkan. Ada orang yang mau percaya kepada cerita dariku, yang mungkin tidak akan asal menilai dan menghancurkan mentalku semakin dalam. Saat aku bercerita kepada Mawar, ia terkejut dengan berita bahwa kau datang ke rumah, mengajak Ibu berbicara dan mengatakan kepada Beliau jika aku tengah hamil. Mawar berpikir jika apa yang kau lakukan benar-benar sudah keterlaluan. Menurutnya, kau adalah seorang psikopat gila yang terobsesi denganku. Ia bahkan berkali-kali.meminta maaf, karena sudah ikut berperan dalam menjerumuskanku ke dalam neraka nyata yang ada di dunia. Meski begitu, ia memintaku untuk tetap merespon pesan darimu dan menyelesaikan masalah ini denganmu. Mawar bilang, kau tidak akan berhenti sebelum mendapatkan apa yang kau inginkan, dan aku akan tetap kau kejar jika hanya berpangku tangan menunggu keajaiban. Aku bilang kepada Mawar bahwa aku takut, tidak ada keberanian di dalam diriku untuk menghubungimu. Rasa takut yang kau tebar selama ini, membuat nyaliku ciut jika harus menghadapimu empat mata secara langsung. Mawar sedikit memaksa, ia berkata bahwa aku harus memikirkan keadaan Ayah dan Ibu yang panik menghadapi jenis manusia kadal sepertimu. Mawar benar, aku memang harus menghadapimu mau tidak mau. Tapi, bagaimana caranya? Melihat namamu di dalam daftar teman yang mengirimkan pesan kepadaku saja, membuat seluruh tubuhku gemetar hebat. Lalu cara apa yang harus aku gunakan untuk menghadapimu? Aku sadar, kau adalah tipe orang yang sangat pandai berkelit dan memanipulasi semuanya sesuai dengan kemauanmu. Ayolah, Geno, kenapa kau melakukan semua ini? Mawar menghela nafas panjang saat membaca pesan dariku. Maksudku, ia benar-benar menulis kata "hahhh…" sekaan sedang menghela nafas panjang, sehingga membuatku bisa berasumsi demikian. Ia berkata akan datang membantu, menguatkan mental agar tetap tegar dan teguh dalam menghadapi jenis manusia biadab yang mungkin tidak pantas disebut dengan manusia. Ia akan datang ke rumah besok, mendampingiku secara langsung, bukan hanya melalui ponsel. Aku berterima kasih sebesar-besarnya kepada Mawar, bantuan darinya sangat berarti untukku di tengah keterpurukan dan kesendirian yang aku rasakan sekarang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN