MUTU HARUS DIPERHATIKAN

1063 Kata
“Loh kalian sudah pesan makanan?” tanya Irhan saat dia turun dari panggung dilihat sudah ada beberapa makanan yang diantar ke meja mereka. “Kamu kalau nggak suka pesan lagi saja. Nanti ini kami yang makan enggak apa-apa,” kata Listy. “Kalau sudah dipesan ngapain juga? santai wae,” kata Irhan sambal kembali duduk dan mulai makan. “Kalau makanannya, disini bagaimana menurut kalian?” Irhan mencoba mencari masukan. “Tadi kami sudah bahas soal tipe pembayaran di sini nggak efektif kayaknya. Nggak enak saja cara yang mereka terapkan walau tak salah. Terus kalau penilaian di cita rasanya, ini sangat jauh dari enak. Cuma penampilannya oke, harga oke untuk kantong sini.” “Cuma kalau rasa ini kurang, bahannya juga enggak diseleksi dengan mutu terbaik. Mungkin kalau buat orang yang TITEN atau teliti, bisa merasakannya.” “Ambil sample di mendoan saja. Itu kerasa. Mendoan kalau pakai tempe yang matang kemarin bukan tipe yang segar hari ini itu beda rasanya. Mendoan kalau yang dari tempe daun dengan tempe plastik itu beda rasanya,” kata Listy. “Semua itu harus diperhatikan baik-baik kalau kita masak buat orang. Beda kalau buat diri sendiri.” “Tempe yang matang kemarin itu belum semangit, masih tetap layak, enak digoreng biasa atau enak buat bacem dan ditumis, tapi kalau buat mendoan cita rasanya tuh sudah beda. Jadi memang seharusnya itu diperhatikan.” “Mungkin kalau yang sudah kemarin dibacem lalu dibuat tempe bacem goreng. Lah itu enak dan layak jual koq. Jadi kalau untuk makanan seperti itu harus diperhatikan sekali mutunya.” “Itu kalau pengamatan aku ya. Tapi nggak tahu kalau orang lain. Kalau aku kalau tempe itu sangat-sangat konsern karena terbiasa. Aku paling suka menu tempe, dimasak apa pun aku paling suka.” “Kalau di Jakarta itu aku mengharuskan beli tempe itu yang bungkus daun karena cita rasa daunnya tuh beda sama tempe bungkus plastik. Mungkin kalau di Jakarta daun pisang itu sudah mulai sulit tidak seperti di sini. Sayangnya di sini orangnya jadi ikutan gampangke, produsen tempe di sini ikutan pakai plastic. Padahal lebih enak yang bungkus pakai daun pisang.” “Dulu malah waktu aku masih kecil, masih banyak tempe dengan bungkus daun jati. Aku suka itu,” jelas Listy. “Wah ternyata aku bertemu sama pakarnya makanan,” kata Irhan tanpa bermaksud mengejek. “Nggak juga. aku nggak pakar. Aku cuma titen. Apa padanan katanya kalau kalau dalam bahasa Indonesia ya? Teliti juga kurang tepat, apa ya yang tepat? Memperhatikan? Ya memperhatikan saja sih. Ada perbedaan antara cita rasa tempe dalam setiap kondisi.” ≈≈≈≈≈≈≈≈ “Terima kasih ya,” ucap Anto pada Irhan yang telah mengantar mereka malam ini. “Jadi kamu belum ada kepastian kapan pulang?” tanya Irhan. “Belum. Aku lihat perkembangan di sini, makanya aku belum beli tiket pulang. Kamu sendiri sudah punya bayangan kapan pulang?” balas Anto. “Mungkin antara Rabu dan Kamis. Aku pulangnya sama seperti kamu lihat perkembangan. Tapi nggak mungkin lebih dari itu sih. Ya sekitar hari Rabu atau Kamis lah. Aku juga nggak mungkin ninggalin rumah sakit lama-lama. Karena Mbak Hanum saja aku bisa banyak izin. Karena dia senior kau yang baik.” “Lho? Hanum itu senior kamu?” tanya Anto tak percaya. “Iya. Dia jauh di atas aku. Nasib dia sama seperti nasibku lah. Cuma dia belum nikah sih. Hanya ya nasib dia sangat buruk juga. Sangat buruk malah. Tiga hari sebelum menikah dia lihat calon suaminya sedang berhubungan intim dengan ibu tirinya.” “Papanya sampai kena serangan jantung. Sakit jantung mungkin sudah lama tapi kita nggak tahu, mendengar fakta itu papanya kena serangan jantung.” “Gila ya sampai sebegitunya,” kata Anto. “Rupanya Ningsih ibu tiri Hanum itu memang kekasih Dimas, calon suaminya sudah sangat lama. Ningsih itu cuma mengincar harta papanya Hanum tapi papanya Hanum dibilangin nggak percaya.” “Hanum itu dulu sekretaris sang papa sejak masih ada ibunya Hanum. Dia sudah main gila dengan sang papa, eh papanya nggak percaya kalau sekretaris cuma cinta sama hartanya, papanya bersikeras Hanum cinta beneran membuat sang mama depresi dan meninggal.” “Tak lama ibunya meninggal, Ningsih menikah dengan papanya Hanum, lalu tiba-tiba Hanum kenal sama calon suaminya yang bernama Dimas.” “Entah bagaimana tiba-tiba, pokoknya Hanum cepat banget luluh sama Dimas. Terus mau menikah sama Dimas. Padahal sejak muda Hanum tuh nggak mudah jatuh cinta. Tiba-tiba mau menikah sama Dimas. Ya itu ternyata ketahuan juga.” “Untungnya ketahuan kalau nggak kan bahaya. Kisah Hanum lebih parah dari Listy karena sudah nyebarin undangan.” “Saat acara akad nikah Hanum siap sendirian saja. Tapi dia memutarkan video tentang suaminya yang lagi ML sama ibu tirinya jadi orang tua Dimas juga orang tuanya Ningsih melihat kenapa akad bisa batal, karena Dimas sama Ningsih sudah enggak ada di situ. Mereka sudah nggak berani hadir.” “Di resepsi Hanum berdiri didampingi eyang dan budenya menerima tamu, tapi secara berkala dipelihatkan banyak slide foto juga ada potongan video perselingkuhan Dimas dan Ningsih agar semua tahu alasan dia sendirian di panggung pengantin. Hanum sangat tegar ketika itu.” “Hanum juga menyebar video itu ke semua rekanan papanya agar Ningsih tak bis acari kerja lagi. Dia juga menyebar video it uke rekanan dan teman-teman Dimas sehingga di mana pun Dimas dan Ningsih berada mereka enggak bisa bergerak.” Dimas dan Ningsih berpikir kalau Hanum menikah nanti terus dibikin meninggal juga seperti ibu kandungnya kan harta papanya yang seharusnya jatuh ke Hanum langsung jatuh ke tangan almarhum suaminya atau Dimas, jadi mereka benar-benar berdua menguasai harta Hanum dan papanya.” “Tragisnya saat resepsi bersamaan dengan pemakaman orang tua Dimas. Ibunya Ningsih bunuh diri setelah membunuh suaminya. Mereka berdua malu akan perbuatan Ningsih.” “Sekarang Dimas dan Ningsih di penjara karena terbukti ibunya Hanum meninggal bukan secara wajar yaitu diberi obat sedikit demi sedikit dan sang Papa baru sadar bahwa sejak dulu Hanum dan istrinya maksudnya ibunya Hanum adalah benar bahwa nggak ada lah perempuan muda cantik mau sama lelaki tua gendut seperti dirinya kalau bukan karena hartanya.” “Tapi kalau lihat penampilan Hanum, dia muda banget ya. Nggak pikir loh dia tuh seniormu,” ulas Anto. “Kejadian itu lima tahun lalu. Hanum berupaya tegar dan dia ingin memperlihatkan pada dunia dia tidak tenggelam karena badai yang diciptakan Dimas. Itu sebabnya dia jaga penampilan agar tak dibilang dia patah hati.”

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN