LISTY TIDAK KABUR ATAU SEMBUNYI

1084 Kata
“Baik, besok pagi Papa akan langsung ke kantornya Mas Prabu saja. Kalau masalah seperti ini Papa rasa tidak etis bila bicara by phone. Ini masalah etika. Papa tidak mau mereka merasa disepelekan. Papa akan datang ke kantor Mas Prabu untuk bicara face to face, bicara dari hati ke hati enaknya bagaimana,” kata Mahendra. “Itu aku acungi jempol Pa. Aku kagum sama Papa, aku bingung Papa yang hebat seperti ini, Papa yang sangat beretika, begitu pun juga dengan Mama, mengapa punya anak seperti Galih?” “Mengapa dia sangat jauh dari agama? Mengapa dia sangat jauh dari tata krama? Mengapa dia sangat jauh dari sopan santun? Itu yang aku bingung. Seakan-akan selama ini Papa dan Mama tidak mengajar kami sama sekali,” sesal Taufik. “Padahal aku merasa kok, kami benar-benar diajar secara moral dan agama. Kami diajar harus berlaku baik, bahkan pada hewan sekali pun. Mengapa Galih melenceng seperti itu?” “Mungkin faktor lingkungan berimbas pada gaya hidup Galih. Sejak dia kuliah di luar negeri ngambil sinematografi, kan memang dia berubah drastis.” “Dulunya dia sangat santun, manis. Dia kan langsung menjadi berubah frontal 180°. Dia menjadi senang dengan pakaian yang memang dianggap umum buat kaum muda yaitu pakaian robek-robek dan segala macamnya. Dia pikir itulah orang seni, harus seperti itu. Jorok, urakan dan tak mengurus diri.” “Lalu dia mulai memanjangkan rambut yang waktu itu sampai sepunggung. Dia pikir seperti itulah seniman seharusnya. Tidak ada seniman yang rapi dan bersih, lalu dia mulai merokok padahal sejak Indonesia dia tidak merokok, lalu dia mulai minum. Mungkin sejak itu dia mulai main perempuan di sana. Kita enggak ada yang tahu.” “Jauh dari keluarga, jauh dari norma agama, akhirnya dia seperti itu. Sedang kamu sama-sama kuliah di luar negeri tapi kamu tetap memperhatikan etika, itu mungkin perbedaan Galih sama kamu.” “Galih terbawa lingkungan, terkontaminasi lah lebih tepatnya dengan lingkungannya yang dia serap salah. Sebenarnya lingkungannya tidak salah, dianya yang menyerap salah. Kalau tahu itu salah jangan diikuti. Itu seharusnya orang yang punya nalar, punya otak.” “Harusnya seperti itu,” kata Seruni panjang lebar. Dia memang mulai melihat perubahan Galih sejak tahun pertama kuliah di Amsterdam. Galih mengambil kuliah sinematografinya di sana. Di Amsterdam pertama Galih bertemu dengan Listy, yang saat itu sedang berlibur di Belanda. Jadi pertemuan mereka pertama memang di Amsterdam. Saat kembali ke Indonesia, Galih sudah mulai bekerja di production house, sudah rapi tentunya karena bekerja, keduanya bertemu lagi. Barulah satu tahun ini mereka menjalin hubungan, jadi waktu berkenalan di Amsterdam tidak ada cinta pada mereka. Mereka mulai menjalin cinta ketika di Indonesia bertemu satu tahun lalu. Itu yang Seruni tahu dari cerita Listy maupun cerita Galih saat mereka minta hubungan mereka diresmikan ke tingkat yang lebih serius. “Aku rasa benar Ma, penyerapan dia terhadap lingkungan yang salah. Lingkungan buruk seperti apa pun kalau kitanya bisa menyaring tentu semuanya akan teratasi. Tapi dia tidak bisa menyaring, sehingga terseret arus. Benar aku rasa perkiraan Mama seperti itu benar,” kata Taufik. Karena dasar yang mereka miliki adalah norma agama yang ketat, sopan santun yang baik terhadap orang yang lebih tua, terhadap perempuan, dan segala macamnya itu selalu diajarkan orang tuanya. Biar bagaimanapun orang tua tidak mengajarkan yang buruk. Pastinya kalau orang tua yang benar akan seperti itu. Itu yang Taufik rasakan selama ini. ≈≈≈≈≈≈≈≈ “Wah maaf Mas, bukan saya menolak untuk segera bertemu dengan keluarga Mas,” kata Prabu saat Mahendra yang sejak jam 10.00 tadi tiba di kantornya, baru bisa ditemui saat istirahat makan siang. Itu pun tidak bisa lebih dari jam makan siang karena kebetulan hari itu jadwal Prabu sangat padat jadi bukan Prabu tidak mau menemuinya, tapi Prabu sedang sangat padat jadwalnya. “Saat ini Listy sedang berada di rumah eyangnya. Dia baru kembali hari Sabtu, karena dia bilang memang Sabtu kami harus menemani dia untuk ke sebuah acara yang buat dia teramat penting. Itu dia pesankan pada kami. Kami hari Sabtu ini harus mendampingi dia ke sebuah acara penting. Jadi sudah pasti dia baru ada hari Sabtu karena ada pesta itu. Jadi kalau Mas sekarang datang bersama keluarga tentu tidak ada gunanya. Benar lamaran antara orang tua, tapi kan yang bersangkutan setidak-tidaknya Listy harus ada. Mungkin Galih tidak berani menampakkan hidungnya, no problem. Itu memang sifatnya yang pengecut. Tetapi anak saya harus ada. Anak saya harus melihat itikad baik dari orang tua Galih. Bahwa Mas dan Mbak datang ke rumah dengan tampak wajah.” “Tapi kalau untuk saat ini saya yakin belum bisa, mungkin nanti hari Minggu pagi saya kabari apakah hari Minggu siang atau Minggu malam masih bisa ada, tetapi saya juga belum punya berani menjanjikan apa Minggu bisa langsung ketemu.” “Yang pasti Listy ada di rumah hari Sabtu, dia ada acara entah pesta apa, saya juga belum tahu. Tapi yang pasti dia ada hari Sabtu karena memang dia sudah bilang sama ibu dan kakaknya bahwa minta ditemani pesta spesial hari Sabtu sore. Acaranya katanya jam 03.00 sore, jadi Sabtu pagi mungkin dia sudah sampai dari Jogja.” “Saat ini dia di Jogja Mas, dia tidak sembunyi ke mana pun. Dia ada di rumah orang tua saya di Jogja. Kami tidak biasa lari sembunyi. Tapi kemarin dia memang ada urusan ke Jogja, jadi memang pergi ke Jogja. Mungkin dia sedang mencari bahan untuk baju produksi di butiknya.” “Itu sebabnya saya beritahu dia ada di Jogja bukan sembunyi. Sama sekali anak saya tidak sembunyi,” kata Prabu. “Jadi kita belum bisa ke sana Pa?” tanya Taufik. “Belum. Papa tadi sudah ke kantor om Prabu, tapi ternyata Listy sedang ke Jogja. Dia baru akan pulang hari Sabtu karena ada acara hari Sabtu sore. Jadi kemungkinan ya Sabtu malam Papa dapat jawaban kita bisa bertamu hari Minggu atau kapan. Itu kata papanya Listy karena dia tidak mau pembatalan itu tanpa ada Listy. Dia tak peduli tidak ada Galih yang penting ada Listy agar jelas.” “Kalau tak ingat adikmu memang tgak ada adab, ingin rasanya Papa ngamuk.” “Kenapa Pa?” tanya Seruni dan Taufik bersamaan, karena yang mereka tahu Mahendra orang yang sabar. “Mas Prabu berkali-kali bilang Galih pengecut, dia juga bilang Listy tak melarikan diri, dia bukan menghindar atau sembunyi tapi ke Jogja karena ada keperluan. Terlihat sekali Prabu tak anggap Galih.” “Wajar lah. Memang Galih salah. Dan seingat Mama memang Listy juga bilang dia mau ke rumah eyangnya. Jadi memang benar dia enggak sembunyi apalagi kabur,” jawab Seruni. ≈≈≈≈≈≈≈≈
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN