MEMANTAU SELERA PASAR

1083 Kata
“Papa harus cari orang ke dua dengan teliti, karena orangnya harus jujur, harus bisa amanah dan segala macamnyalah. Nanti sesudah itu baru Papa beli dari orang kedua tersebut. Jadi eyang enggak perlu ribet-ribet pindah rumah. Kasihan juga kalau eyang harus pindah. Banyak memori dan segala macamnya.” “Tapi uang pembelian kan sudah langsung dibagi empat, yaitu pada semua anak eyang dan eyang sendiri kan. Nah kalau rumah itu dibeli sama papa langsung tanpa orang kedua, ipar iparnya papa kan akan ribut kenapa Tikno masih dikasih duit sedang dia yang beli.” “Nah kan di situ mereka pada enggak mikir kecuali Papa beli uangnya langsung dipotong ini kan enggak. Jadi Irhan pikir seperti itu. Kalau kita lawannya orang yang waras ya gampang. Tapi kalau orang seperti itu kan lebih baik cari orang kedua.” “Oh begitu,” kata Listy mengerti. “Iya, mama dan papa juga sudah punya taktik untuk orang kedua yaitu sebelum tanda tangan jual beli sama eyang, dia tanda tangan sama kita di depan pengacara. Kalau rumah itu dia beli atas suruhan papa. Jadi uangnya dari papa dan kalau dia bawa kabur dia kena penalti 10 kali dari harga jual beli itu dan itu di depan pengacara dan juga polisi. Kita tanda tangan di kantor polisi. Jadi walau misalnya, orang keduanya itu Irhan sekali pun tetap kita nggak mau gegabah. Kita belum tahu. Lebih-lebih dia baru kenal.” “Pokoknya harus seperti itu, harus di depan pengacara dan di kantor polisi, jadi kita benar-benar antisipasi semuanya,” kata Sutikno. “Iya benar banget Pa seperti itu. Aku lebih setuju,” kata Anto. “Jadi Papa dan mama mau berangkat ke Jogja itu mau ngapain?” kata Listy. “Ya mau bilang ke eyang dulu bahwa rumah itu nanti nggak perlu takut dijual dan eyang harus milih pembeli itu yang dari kita, jangan yang dicalonkan oleh pakde-pakdemu atau yang datang karena iklan, pasang iklan kan buat formalitas saja biar pakde budemu tahu rumah itu benar di iklankan.” “Nanti pokoknya kami jelaskan ke eyang proses yang akan kami lakukan. Bila kami yang beli rumah itu tidak akan terlepas ke pihak lain dan eyang tidak perlu pindah.” “Kami akan jelaskan nanti Papa yang beli lagi. Begitu maksudnya. Kalau nggak dibilangin begitu eyang akan duko ( sedih ). Kasihan eyang mikirin harus pindah, banyak memori di situ, dari papa lahir dan segala macamnya,” kata Sutikno. “Tapi Papa dan mama di Jogja nggak ganggu kerja aku kan?” kata Listy. “Enggak lah. Ngapain Mama ikut kamu jalan-jalan. Mendingan mama sama eyang ngobrol, pijat-pijat dan segala macamnya daripada ngikutin kamu,” ucap Widuri yang kalau di Jogja dia senang memanggil tukang pijat langganan. “Iya aku beneran nggak mau diganggu siapa pun. Aku mau tenang nggak mau diganggu banyak permasalahan,” ujar Listy. “Kalau mau tenang begitu kamu jangan naik taksi. Pakai saja mobil eyang kan nggak ada yang pakai,” ucap Anto. “Aku suka malas sih. Tapi kalau untuk cari seperti ini memang harus naik mobil sendiri,” jawab Listy. “Atau nanti aku mendingan pinjem motornya bulek War. Aku naik motor saja lebih nyaman, sambil melihat ke semua arah. Kalau mobil kan parkirnya lebih susah, kalau motor gampang,” Listy malah menemukan jalan jitu, yaitu pinjam motor kerabatnya saja. “Iya pokoknya kamu jangan naik angkutan umum. Kalau naik angkutan umum agak sulit mau berhenti nggak enak baru naik, lebih baik naik motor,” kata Anto yang setuju memang lebih baik naik motor saja. “Sepertinya begitu lebih baik. Aku naik motor saja lebih nyaman untuk ke semua tempat.” ≈≈≈≈≈≈≈≈ “Itu sih Ma maksud aku kenapa aku berangkat duluan dari mas Anto, padahal kami mau urus izin kan hari Senin,” kata Listy di ruang tunggu bandara mereka sudah check in cuma belum boarding. “Oh, Mama pikir kamu mau cari bahan atau apa begitu,” ucap Widuri. “Nggak Ma. Untuk sementara aku stop dulu belanja bahan. Aku akan habisin stok bahan yang ada untuk di Bintaro, karena kan aku belum tahu pasar di situ seperti apa. Belum lagi kemampuan belinya bagaimana. Setiap kota kan beda.” “Enggak usah setiap kota deh, aku kasih contoh kemarin ke mas Anto setiap daerah saja di Jakarta, masih satu kota di Jakarta saja daya beli sudah beda kan Ma. Sama-sama Jakarta Selatan saja kita bilang apa ya misalnya, Melawai dengan Tebet dan Pondok Labu atau daerah Kebayoran Baru, itu semua sama di Jakarta Selatan. Beda kan serapan pasarnya Ma. Jadi kita bukan mendeskripsi Jogja itu enggak mampu, bukan itu.” “Aku mau tahu serapan pasar di daerah situ tuh kayak apa. Jadi aku walau sambil jalan meraba-raba, nanti arahnya aku sudah pasti begitu loh Ma.” “Kalau seperti café di mana pun ‘kan yang penting mereka suka makanannya mereka suka suasananya itu aku nggak perlu survey. Kelebihan kita nanti apa, kita buat kelebihan di caféku apa, mungkin aku buka dari pagi buat anak-anak sama orang tua, nanti buat yang sore mulai ke pasangan remaja sampai malam pasangan muda. Begitu kan?” “Jadi aku memang siapkan untuk itu. Tapi kalau Butik kan nggak bisa seperti itu. Sama saja Mama misalnya apa ya Ma, tiba-tiba Mama bangun apartemen di Jogja. Kayaknya itu belum umum.” “Satu dua mungkin lakulah tapi kan enggak umum. Enggak seperti Jakarta dan sekitarnya. Bahkan Tangerang lebih banyak apartemen. Tapi kalau di Jogja kita bisa hitung. Solo itu bisa dihitung, bukan enggak laku cuma memang mindsetnya belum ke sana.” “Itu menurut aku. Orang di Jogja lebih senang rumah napak tanah, bukan apartemen, bahkan rumah susun pun banyak di Jogja. Aku lihat banyak kok, bahkan di pinggir kali saja ada rumah susun. Tapi lihat beberapa masih kosong. Walaupun lokasi di pinggir jalan. Karena masyarkat asli tidak terbiasa. Yang pakai ya pendatang kan?” “Iya Mama mengerti memang harus seperti itu. Nggak mungkin kamu jual menu bebakaran ayam atau ikan di tempat orang vegetarian. Gila kan Namanya, nggak mungkin kan?” “Itu sih ekstrem banget Ma. Tapi ya seperti itulah. Atau kalau di peribahasa zaman dulu masuk kandang kambing mengembik, masuk kandang singa mengaum Ma.” “Enggak mungkin kan kita masuk kandang kambing kita wek wek wek wek seperti bebek. Itu yang menurut aku. Jadi memang sebelum aku buka, sebelum aku pindah, itu aku persiapkan. Jadi saat aku masuk, barang yang sesuai dengan pasar sudah ada.” “Jangan aku buka lalu barangku masih bareng pindahan dari Bintaro semua.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN