Aku dan Tika sempat mematung hingga abang melewati kami tanpa menoleh, boro - boro menyapa. Terasa usapan tangan dipunggungku dan tentu dengan pesan sponsor, "Sabar ... orang sabar pantatnya lebar." Aku mendengus tidak percaya abang secuek itu. Lagi - lagi kesialan menghinggapiku, aku harus duduk berhadapan lagi dengannya, tidak bisakah Fitri saja? Wajah yang terlihat lebih dewasa dan tentu saja lebih tampan dari enam tahun yang lalu itu tampak datar tanpa ekspresi. Auranya bikin yang melihat bisa ciut dibuatnya, belum lagi tatapan terlihat tenang itu membuat orang yang balik menatapnya bisa tenggelam didalam lautan dalam yang terlihat tenang itu, lautan tenang itu dulu milikku. "Kita mulai dari mana bu pic?' tanyanya dengan nada sarkas yang seketika membuat mataku berkedip - kedip bar