Chapt 12. Syefa's Effort

2736 Kata
*** Althafiance Corporation, New York, USA., Lobi.,             Taksi berwarna kuning itu berhenti tepat di depan pintu utama gedung pencakar langit ini. “Pak, bisa tolong tunggu saya disini? Saya akan membayar 2 kali lipat nanti. Tapi tolong tunggu saya sebentar. Ada barang saya yang tertinggal di dalam sana,” ujar Syefa melirik supir yang sudah mengangguk kecil. “Baik, Nyonya. Saya akan menunggu disana,” ujarnya sambil menunjuk ke arah parkiran terbuka, khusus mobil taksi yang dipesan oleh pekerja Althafiance.             Syefa tersenyum tipis dan mengangguk kecil. Dia segera memperbaiki jas hangat yang masih melekat di tubuhnya. “Terima kasih, Pak. Saya masuk ke dalam dulu,” ujarnya membuka pintu mobil sambil membawa tasnya.             Dia turun dari dalam mobil dan menutup pintu mobilnya lagi. Matanya terfokus pada ruangan berkaca diatas sana. “Hhuhhh … kau pasti bisa Syefa! Kalau memang tiada jalan lain untuk menemui Tuan Abraham, itu artinya memang bukan rezekimu.” Syefa terus bergumam pelan seiring dengan langkah kakinya mulai menapak undakan beberapa anak tangga satu persatu.             Beberapa penjaga yang ada disana saling melirik satu sama lain saat melihat sosok wanita yang baru saja keluar dari gedung ini. “Maaf, Bu? Apa ada yang bisa saya bantu?” tanya salah satu penjaga pria menghampiri Syefa yang hendak berjalan menuju pintu kaca disana. Glek!             Dia harus bisa menetralkan rasa gugupnya. Ini adalah hari terakhirnya disini. Hanya alasan ini yang bisa memberinya kesempatan terakhir menginjak gedung ini. “Ah, ya … ada satu barang saya yang tertinggal di lantai tempat saya bekerja. Dan taksi saya sedang menunggu saya disana,” ucap Syefa memberitahu sambil menunjuk ke arah ujung sana.             Pria itu melirik ke arah yang dilihat oleh Syefa. “Baik, Bu. Mau saya antar ke atas?” tawar pria itu lagi dengan ramah.             Syefa tersenyum, menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu. Saya bisa sendiri. Dia hanya benda kecil, dan saya bisa membawanya sendiri,” jawab Syefa sambil mengeratkan pegangannya pada tali tas yang ia gantung di bahu kiri. “Baik, Bu. Silahkan masuk,” ujar penjaga itu mempersilahkan Syefa untuk melanjutkan langkah kakinya.             Syefa mengangguk kecil, tersenyum tipis. “Terima kasih,” ujarnya kembali berjalan menuju pintu utama itu. Seiring langkah kakinya terus berjalan, sensor otomatis berulang kali akan menyala di setiap lantai yang ia pijak. Sensor tak bersuara, yang berfungsi memeriksa keamanan seseorang sebelum masuk ke dalam lobi utama. ‘Tuhan … bantu aku demi bayiku,’ bathinnya mantap dengan keputusannya ini.             Dia berjalan masuk saat pintu berbahan kaca disana terbuka otomatis. Tubuhnya mulai gugup sebab ia merasa telah lancang hanya dengan rencana yang akan ia lakukan.             Tidak, dia tidak boleh mundur. Dia mundur atau tidak, tetap tidak mengubah keadaan. Bahwa sama saja dia tetap akan kesulitan mendapatkan pekerjaan.             Syefa melihat lift khusus penghubung langsung lantai Pemimpin Tertinggi Althafiance dijaga ketat. Yah, dia sudah tahu sistem keamanan Althafiance sejak bekerja disini.             Tapi, sepertinya dia bisa memakai alternatif lain. Ada salah satu lantai yang sangat jarang dikunjungi oleh pekerja. Hanya beberapa pekerja kebersihan dan orang-orang penting yang berlalu lalang di lantai itu.             Sebaiknya dia memakai lift umum untuk sampai di lantai itu. Dia berharap semoga saja tidak ada orang yang mengetahui keberadaannya di dalam lift agar ia mudah sampai di lantai yang ia tuju, lalu memakai lift pribadi para Pimpinan untuk mencapai di lantai utama paling atas.             Kakinya melangkah cepat menuju lift yang kosong. Jarinya segera menekan dua angka disana. Ting!             Pintu lift terbuka, Syefa segera masuk ke dalam sana dan menutup kembali pintu lift transparan itu. …             Benar dugaannya, lantai yang ia tuju memang sangat sepi. Hanya saja CCTV selalu ada dimana-mana.             Dia tidak pedulikan itu dan langsung berjalan menuju lift pribadi agar cepat sampai di lantai Pimpinan Tertinggi mereka. Namun, saat ia hendak berjalan menuju lift di sebelah sana, terdengar hentakan kaki beberapa orang dan suara troli. ‘Astaga!’ Syefa langsung melangkah tidak bersuara, dan bersembunyi di sebuah ruangan tertutup.             Jantungnya sudah berdegup kencang seakan ia ingin mencuri sesuatu dari lantai ini. “Setelah ini kita langsung ke ruangan Tuan Gaza.” “Baiklah. Tapi setelah Beliau turun dari ruangan.” “Iya. Dan tadi aku dengar Beliau akan segera turun dari ruangan.”             Kening Syefa berkerut. “Kalau begitu kita bersiap saja menunggu di dekat ruangan utama.” “Iya, ayo. Kita bereskan ini terlebih dulu.” “Iya, ayo.”             Syefa sedikit mengintip ke arah luar, ternyata mereka adalah dua orang pria, petugas kebersihan. Kalau mereka mengatakan Tuan Abraham akan segera turun dari ruangan, itu artinya Beliau akan pergi dari kantor ini.             Tidak, Syefa harus segera sampai di ruangannya. Kalau tidak, ia akan telat dan tidak akan ada lagi kesempatannya untuk bertemu Pemimpin Tertinggi mereka.             Setelah dua petugas pria itu masuk ke dalam lift, lalu terdengar pintu lift tertutup. Dia langsung keluar dari sana dan melangkah lebar menuju lift yang ada di ujung. …             Saat ia sampai di lantai yang dituju, Syefa memperhatikan kondisi ruangan serba tertutup. Ruangan penting yang hanya dihuni oleh para Pemimpin Althafiance.             Disini memang sangat sepi. Tidak ada penjaga dimanapun, sebab penjaga ruangan hanya dipantau oleh CCTV khusus. Yah, begitulah kabar yang ia dengar sejak dulu.             Dia tetap tidak pedulikan hal itu. Biar saja mereka mengetahui sikapnya yang lancang, asal dia bisa bertemu dengan sang Pemimpin Utama. Bagi Syefa, tidak masalah ia menahan malu asal ia bisa melangsungkan hidup dengan mendapatkan pekerjaan kembali.             Tapi fokusnya hanya 1 ruangan yang ada di sebelah sana. Ruangan Pemimpin Tertinggi Althafiance.             Dengan langkah tergesa-gesa, Syefa melangkah lebar menuju pintu dua daun berwarna coklat tua disana. Jantungnya berdegup sangat kencang.             Selama ia bekerja di perusahaan Internasional ini, Syefa belum pernah menginjak lantai ini sekalipun. Aroma wangi lantai ini sangat berbeda dari lantai yang lain. Mungkin ini yang dikatakan oleh atasan mereka kalau lantai Pemimpin Tertinggi Althafiance memiliki aura yang berbeda.             Syefa tidak paham kenapa dia berjalan begitu cepat. Padahal ia belum menyusun kalimat yang pas saat diperbolehkan masuk ke dalam ruangan dan berhadapan langsung dengan pemimpin Althafiance. Rasanya ia ingin melambatkan langkah kakinya saja.             Seiring dengan langkah kakinya berjalan semakin mendekat ke arah pintu dua daun itu, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Syefa segera mengambil ponsel yang tersimpan di dalam tas. “Siapa yang menghubungiku?” gumamnya bertanya-tanya.             Dia berpikir cepat dan mengira kalau Jihan atau Keysha mungkin menghubunginya. Dia sempat bertanya-tanya apakah mereka mungkin melihat dia kembali ke kantor ini, pikirnya. Namun, saat Syefa melihat layar ponselnya, keningnya berkerut. Terdapat nomor tidak dikenal menghubunginya saat ini. Jika ada seseorang yang mengenalnya, mungkin saja dia mengirim pesan terlebih dulu dan menyebutkan siapa namanya, lalu menghubunginya. Ini tidak, bahkan nomor tidak dikenal ini menghubungi dia tanpa pesan sebelumnya. Tidak, Syefa merasa kalau ini mungkin saja Farhat. Sebab beberapa waktu lalu dia sempat bersikeras di jalan oleh mantan suaminya itu. Syefa tidak berniat menjawab panggilan telepon itu, dan menyimpan kembali ponselnya di dalam tas. Setelah sampai di depan pintu besar ini, Syefa menghentikan langkah kakinya. Namun, saat dia hendak menenangkan diri dan dan menarik panjang napasnya, tiba-tiba saja pintu ruangan itu terbuka. Ceklek… … Ruangan kerja., Dia terkesiap melihat pria yang ia tahu sekretaris pribadi dari sang pemilik ruangan. Syefa refleks dan langsung mendekatinya. “Tuan Clave, izinkan saya bertemu dengan Tuan Abraham. Saya mohon sekali ini saja.” Deg!             Clave mengerutkan kening lalu merentangkan kedua tangannya untuk menghalangi pintu. “Maaf, Tuan Abraham tidak mempunyai janji pada siapapun pagi ini.” Dia hendak menutup pintu ruangan, tapi wanita yang belum ia ketahui namanya itu tetap memaksa. Setelah ia perhatikan, wajahnya seperti tidak asing. “Tuan, saya mohon. Tuan Clave, tolong izinkan saya … Tuan Abraham?? Tolong izinkan saya bicara sebentar pada Anda. Saya mohon, Tu—”             Clave sekuat tenaga menarik tangkai pintu. Ceklek…             Pintu ruangan tertutup rapat. Gaza masih melihat ke arah pintu. Dia menatap heran seorang wanita yang memaksa ingin bertemu dengannya. Suara saat memanggil namanya terdengar sangat penting sekali. ‘Siapa dia? Kenapa bisa sebebas ini?’ bathinnya bertanya-tanya.             Gaza memang sempat melihat ekspresi wanita itu tampak memohon, walau tidak terlalu jelas. Sepertinya ia mengenal wajah itu, tapi entahlah. Dia sendiri tidak mau memikirkan itu lebih jauh.             Tapi yang jelas, wanita itu pasti pekerja di kantor ini. Kalau tidak, ia tidak mungkin tahu mengenai keberadaan ruangannya di lantai ini. Apalagi ruangannya sangat jauh dari lift utama, bahkan harus melewati 4 ruangan Pimpinan lain. Terutama 3 ruangan khusus milik ketiga saudaranya, Arash, Aiyaz, dan Gamal.             Mungkin ia akan tahu semua penjelasan dari Clave. Jika saja ia membiarkan seorang pekerja wanita masuk ke dalam ruangannya, maka itu bisa berakibat fatal untuk kehormatannya sebagai seorang Presiden Direktur Althafiance.             Tidak mau terlalu memikirkan kejadian tadi, Gaza kembali melanjutkan pekerjaannya yang tersisa sebelum ia memutuskan untuk kembali ke mansion mengambil satu berkas yang tertinggal. … Beberapa menit kemudian., Tokk… Tokk… Tokk… Ceklek…             Gaza melirik ke arah pintu sekilas ketika suara ketukan belum tersahut tapi pintu ruangan justru terbuka. Sebab ia tahu, itu pasti Clave. Dia tidak mau memulai pertanyaan yang membuatnya penasaran dengan kejadian beberapa menit lalu. Ia tahu Clave pasti akan menjelaskannya. Clave mulai duduk kembali di kursi berseberangan meja dengannya. “Tadi … wanita yang mendapatkan surat pemecatan hari ini, Tuan.” Deg!             Gaza meliriknya sekilas dengan kilatan mata menyipit. “Dia memohon pada saya untuk mengizinkan dia berjumpa dengan Anda, Tuan. Dia mau memohon langsung pada Anda agar memberinya kesempatan kedua dengan dalih bahwa dia harus menghidupi bayi yang tengah ia kandung,” jelas Clave. Dia tahu kalau Tuan Besarnya ini pasti ingin tahu sesuatu mengenai tujuan wanita tadi datang menemuinya tadi.             Dia menghela panjang napasnya. Alasan yang sangat klasik, pikir Gaza. “Dia sempat mengatakan kalau dia sudah berpisah dari suaminya. Dan dia tidak tahu harus bekerja dimana setelah dipecat dari perusahaan ini. Dia takut kalau saja seluruh perusahaan tidak mau menerimanya sebagai karyawan karena kesalahan yang ia lakukan di perusahaan kita.”             Gaza melempar pandangannya ke arah laptop yang masih menyala. Dia tidak berniat membalas penjelasan Clave barusan, sebab rasanya sangat sia-sia kalau ia menghabiskan waktunya hanya untuk mendengar omong kosong wanita yang pasti selalu memiliki seribu alasan. “Tapi saya menyuruhnya untuk berhenti. Tadi 2 penjaga sudah mengantarnya turun dari lantai ini. Saya pastikan kejadian ini tidak terulang lagi.”             Clave terus membereskan berkasnya yang masih belum rapi di meja kerja itu. Sambil sesekali ia melirik pria itu enggan merespon semua penjelasannya. Dia tahu kalau Boss mereka ini memang tidak akan pernah tertarik mendengar alasan klasik karyawan yang sudah membuat kesalahan fatal. Apalagi kesalahan yang bisa saja ditiru oleh pekerja lain. Tapi, Clave harus memberitahu alasan lantai ini sempat sunyi tadi. Ia tidak mau jika Tuan Besarnya ini memberi perintah untuk mengadakan rapat dadakan hanya untuk membahas masalah tadi, mengenai lantai yang sepi dan lift tidak dijaga ketat. “Semua anggota di lantai ini masih briefing pagi, Tuan. Mereka belum selesai, itu sebabnya lantai ini hanya dijaga ketat melalui CCTV saja.”             Gaza masih mendengarkan semua penjelasan Clave, tapi dia enggan merespon. Ia merasa itu sudah bukan urusannya lagi, sebab pekerja wanita itu sudah menjadi alumni pekerja Althafiance. “Setelah ini kita pergi ke mansion. Aku melupakan 1 berkas disana,” ujarnya mengalihkan pembicaraan. “Baik, Tuan.” Clave langsung mengambil ponselnya dan hendak menghubungi seseorang.             Gaza paham apa yang akan dilakukan oleh Clave. “Kita pakai jalur darat,” sambungnya lagi.             Clave melirik Tuan Besarnya lalu mengangguk paham. “Baik, Tuan. Mobil akan standby di lobi.” “Tidak. Aku ingin memakai mobil lain. Aku akan pilih nanti.”             Dia memahami maksud dari Tuan Besarnya. “Baik, Tuan. Mereka selalu standby di basement.” … Basement.,             Dia sengaja menunggu disini sejak tadi, berharap bisa bertemu langsung dengan Pemimpin Tertinggi mereka. Yah, saat Syefa sudah berada di lobi, ia sempat mendengar petugas penjaga lobi mengatakan kalau mereka tidak perlu menyiapkan mobil sebab Tuan Abraham akan pergi melalui basement.             Tadinya, Syefa tidak ingin mengambil keputusan lancang lagi. Tapi, ia sudah basah kuyup dengan semua kesalahan dan kelancangannya yang sudah menyelinap di lantai Pimpinan Utama.             Tidak masalah, yang paling penting ia akan terus berusaha. Itulah yang menjadi alasan Syefa berada di basement ini hingga 15 menit berlalu.             Tentu saja ia tahu apa resiko jika ada penjaga yang tahu bahwa ia bersembunyi di balik tembok ruangan tertutup disini, hanya untuk menunggu kedatangan pria yang mereka panggil Tuan Abraham. ‘Semoga dia benar-benar melewati basement ini, Tuhan.’ Syefa terus berharap penuh. Tapi, jika Boss mereka justru melewati jalur udara. Maka Syefa harus ikhlas, itu artinya dia tidak perlu lagi bersikeras dengan keinginannya. Mungkin Tuhan memang belum memberikan jalan lain untuknya selain menenangkan diri, pikir Syefa. Dan 5 menit kembali berlalu. Syefa hampir putus asa. Namun, saat ia melihat segerombolan orang-orang mulai keluar dari pintu sebelah sana, kedua mata Syefa mulai segar. ‘Tuan Abraham?’ bathinnya sambil memperhatikan lekat mereka di ujung sana.             Pakaian serba hitam itu, aura wibawanya jelas sekali. ‘Benar … itu, Tuan Abraham.’             Syefa langsung keluar dari tempat persembunyiannya. Dia melangkah lebar menuju arah sana.             Lupa bahwa ia sedang hamil, Syefa berlari menuju pria yang hendak masuk ke dalam mobil. “Tuan Abraham!! Tuan Abraham, kumohon tunggu! Tuan Abraham! Izinkan aku bicara padamu sebentar saja, Tuan!”             Semua orang melihat ke arah wanita yang berlari ke arah mereka. “Siapa wanita itu?! Kenapa dia bisa berada di basement ini?!” ketus Clave melirik para penjaga yang berada di sekitar mereka.             Beberapa penjaga basement pribadi ini, mereka hanya diam saja. Dua orang dari mereka mendekati wanita itu, dan menahannya. “Maaf, Nona. Mari keluar dari sini.” “Tidak, Pak. Kumohon, izinkan aku bertemu dengan Tuan Abraham sebentar saja. Aku bersumpah hanya 5 menit saja. Tuan Abraham?? Kumohon, izinkan aku, Tuan!! Tuan Abraham??”             Clave mengayunkan tangan kanannya. “Silahkan masuk, Tuan.” Dia mempersilahkan Tuan Besarnya untuk masuk ke dalam mobil.             Sedangkan Gaza, dia masih melihat ekspresi memohon wanita itu. “Itu wanita yang tadi menyelinap masuk di lantai utama, Tuan. Wanita yang sudah dipecat tadi pagi.” “Tuan Abraham?? Kumohon, sebentar saja. Kasihani aku, Tuan?? Tuan Abraham, aku bersumpah demi bayiku, Tuan?!”             Gaza menghela panjang napasnya, lalu hendak melangkah masuk ke dalam mobil. “Berikan dia cek 100.000 dollar,” ujarnya tanpa basa-basi sambil membuka satu kancing jas hitam pekat yang melekat sempurna di tubuhnya. “Baik, Tuan.” Clave mengangguk kecil dan hendak menutup pintu mobil. “Tuan Abraham, kumohon?!” “Maaf, Nona. Ayo ikut dengan kami! Jangan sampai kami memaksamu!” “Kumohon, lepaskan aku, Tuan! Aku mau bertemu dengan Tuan Abraham, kumohon …” ‘Ssshhh …  perutku,’ bathin Syefa mulai memegang perutnya. Deg!             Gaza menahan pintu mobil yang hendak ditutup oleh Clave. “Ada apa, Tuan??” tanya Clave penasaran.             Dia sempat terdiam dan tetap menahan pintu mobil setengah terbuka. “Ayo, ikut dengan kami! Kau sudah melanggar area yang tidak seharusnya kau injak, Nona!” “Ta-pi, Tu-an …” Syefa berjalan tertatih walau tubuhnya sedikit terangkat karena dipaksa oleh dua pria yang bertubuh lebih besar darinya. ‘Ahh, Sayang … Mama mohon jangan menyusahkan Mama. Bertahanlah di perut Mama, Nak.’ Deg!             Gaza segera keluar dari dalam mobil. Dia melihat ke arah sana, wanita itu tampak dipaksa berjalan oleh dua penjaga basement. “Tunggu!” ucapnya dengan suara bariton menggelegar di basement luas ini.             Semua orang menatap ke arahnya. Sedangkan Clave, dia hanya bisa diam saja sambil mundur beberapa langkah. Sepertinya Tuan Besar mereka ingin memahami sesuatu.             Mereka yang tengah memaksa Syefa berjalan, langsung berhenti dan melihat ke arah belakang. “Lepaskan dia,” ujarnya lagi dengan nada bicara sedikit tinggi.             Dua orang pria itu langsung melepas Syefa. “Ah … terima kasih, Tuan.” Syefa mengangguk kecil sambil tersenyum dalam isakan kecilnya.             Dia tahu bahwa perutnya sangat sakit sekali. Tapi dia harus bertahan sebab mantan Bossnya itu sudah mengabulkan keinginannya. Dia harus memanfaatkan kesempatan emas ini.             Gaza melempar pandangannya ke arah lain sebab ia tidak tega melihat seorang wanita berekspresi seperti itu, apalagi dengan keadaan yang tidak bisa ia terima. Dia mengancing kembali satu kancing jas hitamnya. “Tuan, saya … sshhh …” Bugghh! Syefa terjatuh di lantai sambil memegang perutnya. ‘Oh, Tuhan … kenapa sangat sakit sekali …’             Mereka terkejut melihat wanita itu tersungkur di lantai. “Hey?!” Gaza langsung melangkah lebar menghampiri wanita yang berusaha untuk bangkit. ‘Sayang, Mama mohon jangan seperti ini. Bantu Mama untuk hari ini ya, Nak.’ Glek!             Gaza sedikit menarik celana panjang hitamnya, lalu berjongkok dan menolong wanita ini. “Mari aku bantu.”             Syefa mendongakan wajahnya, menatap Pemimpin Tertinggi Althafiance dari jarak dekat. Deg!             Gaza tertegun melihat ekspresi wanita ini. “Terima kasih, Tuan.” * * Novel By : Msdyayu (Akun Dreame/Innovel, IG, sss)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN