Di apartemen Vijay, Delisha bisa tidur nyenyak. Apartemen Vijay cukup bersih untuk seorang bujangan. Pria itu memajang patung dewa-dewa dan benda-benda serupa di kediamannya. Ia juga pria yang gemar berdoa dan sepertinya, hidupnya lurus-lurus saja. Mungkin karena itu rumahnya bersih dari makhluk halus, walaupun di apartemen lain Delisha merasakan ada beberapa aura negatif dan mereka mengamatinya dari kejauhan.
Sehabis sarapan roti bakar dan kopi di apartemen Vijay, Delisha berdiri di balkon kecil apartemen itu. Dia menikmati udara pagi Kota ND yang sudah sibuk dan hiruk pikuk suara kendaraan. Angin semilir membuat rambut tergerainya melambai lembut. Dia menyalakan sebatang rokok putih low nikotin dan menyesap dalam rokok tersebut. Dia kadang-kadang merokok untuk meredam kegelisahannya.
Siang ini, dia akan kembali ke Hotel Golden Star. Dia harus ke sana karena setelah malam teror itu, sepatunya tertinggal di kamar hotel dan properti hotel banyak yang rusak. Pihak hotel pasti mencarinya untuk meminta ganti rugi. Dia tidak ingin jadi buronan gara-gara hal itu. Di hotel nanti mungkin dia akan bertemu lagi dengan makhluk-makhluk halus yang mengganggunya. Dia juga harus mencari peluang bertemu dengan CEO Star Corp. Itu tujuan utamanya.
Selesai menghabiskan sebatang rokok, dia bersiap-siap pergi keluar bersama Vijay. Dia mengenakan setelan blazer hitam dan dalaman dengan belahan da.da rendah, serta rok mini dan sepatu hak setinggi 7 cm. Tak lupa Delisha memasang kacamata hitamnya. Dia keluar apartemen dan Vijay berjalan mengiringi layaknya ajudan. Pria itu mengenakan setelan hitam dan kacamata hitam juga.
Ada sosok wanita kurus berambut sebahu dan tampak kelelahan berdiri di koridor. Sosok itu mengenakan gaun putih tulang dan sweater warna senada. Sosok yang tembus pandang, seorang arwah penasaran. "Meree betee ko bachao ...." Tolong, selamatkan putriku, rengek wanita itu sambil berlari kecil mengiringi Delisha. Delisha tak acuh padanya. Dia tak ada waktu meladeni sosok itu.
"Mere pati hamaaree betee ko hotal lekar aae aur kabhee vaapas nahin aae," Suamiku membawanya ke hotel dan tidak pernah kembali, ujarnya lagi. "Nahin aae ... nahin aae .... " Tidak pernah, ujarnya berulang-ulang sambil berdiri di halaman parkir apartemen melepas kepergian Delisha.
Delisha duduk dalam mobil dan berusaha meredam kegelisahannya. Tubuhnya terasa dingin dan gemetaran bekas didekati arwah penasaran tadi. Wanita itu sepertinya menunggu kedatangan putrinya dan dirinya sendiri mati akibat dipukuli. Delisha berasumsi suaminya pelakunya. Dia secara sekilas bisa melihat hal-hal yang dialami arwah semasa hidup. Dia menggeleng-gelengkan kepala mengusir sosok wanita itu dari pikirannya.
"Yah kya hai, Miss?" ada apa, Nona? tanya Vijay yang melihatnya dari cermin depan mobil.
"Nahin hai ... nahin hai...," jawab Delisha sambil merenung. Haruskah dia juga berurusan dengan makhluk tak kasatmata itu? Mereka selalu menghantuinya sejak dia menginjakkan kaki di tanah Hindustan ini. Urusan dengan makhluk hidup saja belum kelar, masa dia harus melibatkan diri dengan urusan orang yang sudah mati?
"Devdas, Devdas ..." gumam Delisha untuk memfokuskan pikirannya pada tujuan utamanya.
Vijay yang mendengarnya mengernyitkan kening. Ia mulai mempertanyakan kapan nona muda itu bicara dengannya dan kapan dia bicara sendiri.
Mereka tiba di Hotel Golden Star dan disambut petugas valet yang memarkirkan mobil mereka. Delisha dan Vijay memasuki lobi. Perasaan Delisha sama seperti ketika dia pertama kali tiba di Hotel Golden Star, membuatnya mual.
"Aku Marianne Webster, yang menelepon soal kamar yang kutempati tempo hari," kata Delisha pada wanita resepsionis, tanpa melepaskan kacamatanya. Dia menoleh ke arah lain karena dalam penglihatannya dari dekat, selain diselubungi kabut gelap, wanita itu memiliki kepala berbulu dan banyak mata berwarna hitam berbias merah. Seperti kepala laba-laba.
Resepsionis itu membuat panggilan telepon internal sebentar lalu berkata pada Delisha. "Manajer sedang ada rapat, beliau akan segera menemui Anda jika sudah selesai, Nona, jika Anda tidak keberatan menunggu."
"Baiklah!" sahut Delisha "Aku akan menunggu."
Resepsionis itu lalu membawa mereka ke sebuah ruang tamu dan mempersilakan menunggu di sana. Delisha duduk membaca-baca majalah tanpa melepaskan kacamatanya, sedangkan Vijay berdiri di belakangnya berjaga-jaga.
"Wah, wah, lihat, siapa ini yang datang berkunjung?" Suara seorang wanita menyapa, membuat Delisha tersentak. Sesosok wanita mengenakan c**i berpayet permata dan bawahan tipis menerawang berdiri di lengan kursi sofa. Delisha melirik menatap sosok itu.
"Senang melihatmu lagi!" katanya girang. Wajah cantik dengan rambut bergelombang membingkai wajahnya, berhiaskan Maang tikka tepat di belahan tengah rambutnya. Hantu Si Penari Perut!
***
Bersambung ....