"Jika cinta mampu membuatku bertahan, kenapa cinta yang membuatmu pergi?"
---
Sylena duduk lesehan di lantai dengan tangan yang sesekali mengipasi wajahnya yang basah akan keringat, Sylena mengatur deru napasnya sekali lagi, sebelum akhirnya beranjak menuju kamar mandi dengan sebelah tangan yang memegang seragam putih abu-abunya, karena Sylena baru saja melakukan pelajaran olahraga.
Selepas Sylena keluar dari pintu kamar mandi, Annisa langsung menarik tangan Sylena menuju arah kantin, padahal bel istirahat masih lima menit lagi, baru berbunyi.
"Ngapain ke kantin sih, Sa?" tanya Sylena membuat Annisa menoleh kearahnya. Annisa melepaskan tangannya dari lengan Sylena, ia menatap Sylena dengan tatapan bingung. "Ya makan lah Syl, masa iya ke kantin buat olahraga," jawab Annisa dengen sedikit greget.
Sylena menggauk-anggukan kepalanya, "Yaudah, gue gak mau makan, gue ke kelas ya." Sylena berbalik ingin menuju kelasnya tapi dihadang oleh Annisa dengan memasang tatapan yang dibuat-buat menjadi galak.
Annisa memang tipikal cewek yang apa-apa harus ditemani, untuk ke kantin, ke kamar mandi, apalagi ke perpustakaan yang jauh dari jangkauan murid-murid.
"Masa lo nggak lapar sih habis olahraga lari." Annisa masih kekeuh membujuk Sylena.
Sylena menggeleng sebagai jawaban, "sudah biasa gua mah lari, lari dari kenyataan aja yang belum biasa."
Melihat wajah cemberut Annisa, Sylena menghela napas dengan berat, "Gue nggak bawa uang, Sa," Kata Sylena jujur.
"Gue traktir deh, gue laper banget soalnya, ayo," ajak Annisa dan langsung menarik Sylena masuk kedalam kantin yang terlihat masih sepi.
Kantin masih cukup sepi, karena memang belum waktunya istirahat, mata Sylena menyapu setiap tempat duduk dan mendapati Andre di meja depan warung soto Bang Amat bersama teman-temannya. Sudut bibir Sylena pun terangkat, memikirkan ide yang tiba-tiba saja datang di kepalanya.
"Mau makan apa, Sa?" tanya Sylena yang masih berdiri di depan kantin dengan bersisian dengan Annisa yang masih bermain handphonenya, katanya perempuan itu mengaku lapar, kenapa ia malah bermain ponsel.
"Soto," jawab Annisa yang masih asik dengan handphonenya. Sylena menggaguk paham, lalu menarik tangan Annisa menuju tempat Andre dan kawan-kawannya berada.
"Hallo kakak-kakak," Sapa Sylena yang membuat kejutan diantara Andre dan kawan-kawannya, serta Annisa yang langsung mengalihkan mata dari handphonenya.
Ia meringis lalu memegang keras tangan Sylena, Annisa memang tidak seperti Sylena yang mudah bergaul, banyak teman sana sini, dikenal diantara kakak kelas, maupun adek kelas, perempuan itu sungguh pemalu, berbeda dengan Sylena yang tidak tahu malu.
"Eh, Sylena," Sapa salah satu teman Andre bernama Rama.
"Hmm, kita boleh gabung nggak kak?" tanya Sylena sambil memandangi Andre dan satu persatu temannya. Andre dan teman-temannya saling pandang, entah mengapa mereka masih merasa bersalah atas dare yang sudah diberikan mereka kepada Andre, untuk memainkan Sylena, sedangkan Sylena masih bersikap sewajarnya kepada mereka. Andre menaikan sebelah alisnya dan memandangi teman-temannya, sedangkan teman-temannya hanya menggaguk pertanda setuju.
"Boleh, sini duduk," putus Andre yang mulai menggeser tubuhnya, agar Sylena bisa duduk di sampingnya dan di seberangnya ada Annisa yang duduk di samping Rama.
"Ah, mending pesan dulu kali yah, kakak-kakak mau pesan apa?" tanya Sylena yang sudah berdiri lagi dari tempat duduknya.
"Eh tunggu," ucap Rama cepat, "Mending gue aja yang pesanin, lo mau apa Syle?" tanya Rama mengangkat alis sebelahnya.
"Mie ayam sama air putih hangat."
"Kalo Annisa?" tanya Rama lagi.
"Samain kayak Sylena aja kak," jawab Annisa dengan agak pelan. Annisa sama sekali tidak nyaman akan keadaan sekitarnya, ia malu, dan panic attack.
"Kalian seperti biasakan?" tanya Rama kepada teman-temannya. Andre, Hari dan Agus hanya menggauk mengiyakan.
"Ih kok diem-dieman, masih ke pikiran masalah dare ya kak?" tanya Sylena tanpa beban membuat tiga anak laki-laki itu tersenyum kikuk.
"Sorry ya Syle, Rama sih yang ngasih ide," ujar Hari sambil cengengesan.
"Nggak papa lah kak biasa aja, yaudah kita mending main uno sambil nunggu kak Rama balik," ajak Sylena yang langsung mengambil Kartu Uno yang berada di depan matanya itu.
"Gua yang ngocok," ucap Agus yang berada di samping Sylena itu.
"Sa ikut main?" Tanya Sylena. Annisa menggeleng, sesekali ia mengelap keringat gara-gara duduk di tempat kakak kelas ini, demi apa pun ia akan mencaci-maki Sylena habis mereka keluar dari kantin, apa Sylena sudah amnesia, atau sudah hilang akal, apakah Sylena lupa bahwa Annisa tidak bisa dekat dengan orang-orang asing selain teman-teman akrabnya.
"Yang kalah harus neraktir aku sama Annisa ya kak," ucap Sylena sambil menarik kartunya, sekarang Rama juga sudah kembali dengan nampan dan mangkok pesanan dan mulai ikut bergabung bermain.
"Yang menang bisa ngajak lo ngedate malam minggu ini kan?" tanya Rama sambil menghentakkan kartu terakhirnya. Sylena menggaruk kepalanya, ia terjebak rencananya sendiri, seketika wajahnya langsung pucat, Sylena ingin menolak tapi tidak ada alasan, Sylena lah di sini yang salah. Agus dan Hari juga menghentakkan kartunya sendiri, kini tinggal Andre dan Sylena yang bermain, Sylena tersenyum girang saat kartu Andre betambah banyak, sedangkan kartu ia tinggal satu.
Dan bom, akhirnya Sylena lah yang keluar menjadi juara empat membuat Andre harus mengeluarkan uang tambahan untuk jajanya hari ini.
"Gua sengaja, biar gua bisa traktir lo," ngeles Andre yang langsung mendapatkan cibiran dari teman-temannya.
"Alasan, bilang aja dasarnya kalah," cibir sylena lalu mulai menyantap makanannya.
Sedangkan Andre hanya menepuk pelan kepala Sylena, Andre memang mantan Sylena yang terbaik, ia tahu bahwa Sylena lebih suka kepalanya di tepuk pelan dari pada mengacak rambutnya yang sedang rapi.
Pergerakan Andre terhenti, dan detik itu juga mata Rama dan Hari yang duduk di seberang Andre dan Sylena menyiratkan tanda tanya, sedangkan Sylena hanya memalingkan tubuhnya, mencari tau apa yang sedang terjadi sampai-sampai dua orang yang berada di depannya tiba-tiba berhenti makan.
"Ikut gua," terdengar sebuah suara yang sukses membuat Sylena menegang terkejut, sedetik kemudian orang itu menarik tangan Sylena.
Sylena terperangah saat Sandy menarik tangannya, begitu pula Andre dan tiga temannya, lebih-lebih Annisa.
Tapi, perempuan yang di tarik Sandy itu sama sekali tidak merespon, ia malah menggaruk kepalanya yang gatal karena tidak keramas tadi pagi, dan saat olahraga rambutnya terkena debu lapangan, sungguh membuatnya semakin gatal.
"Gue lapar, Sandy," rengek Sylena yang baru saja tiba di depan kelasnya dengan cara ditarik oleh Sandy.
"Bisa nggak jangan jadi w************n dan gampangan?" Sandy menatap Sylena dingin.
Tapi yang ditatap malah menatap balik dengan tatapan galak, "Gue lapar, dan tadi lagi ditraktir Kak Andre, ih lo ganggu sumpah," dumel Sylena kesal.
"Tapi bisa nggak, nggak usah dipegang, pegang gitu sama cowok?" tanya Sandy dengan sorot matanya dingin.
"Emang gue tadi disentuh? dicium? Atau diapain?" tanya Sylena, sungguh menurut Sylena, apa yang dilakukan Andre taditidak berlebihan, Andre hanya menepuk-nepuk kepalanya bukan memeluknya di depan umum bukan?
"Pokoknya gue nggak mau tahu, lo harus ngikutin apa kata gue!"
"Enggak, gue mau balik ke kantin mumpung gratis, minggir-minggir," usir Sylena, mencoba menggesertubuh tinggi Sandy, agar ia bisa lewat.
Sandy menengok kebelakang, lalu ia menatap Sylena lagi, dan masuk ke dalam kelas tanpa kata-kata. Membuat sosok Sylena menyumpah serapah, ia ingin Sandy mengejarnyanya lagi, tapi Sandy juga salah ia juga sedikit sebal dengan Sandy.
Sandy bilang tadi apa, dia perempuan murahan, kurang ajar!
"Tadi di tarik-tarik, eh sekarang ditinggalin, dasar cowok aneh!"
Baru dua langkah Sylena ingin menuju kantin tapi sudah di tahan kembali, kini oleh Riski, laki-laki satu geng Sandy yang pasti akan membuatnya kesal lagi, tapi tidak, ternyata Sylena salah, Riski malah memberikan kresek yang berisi satu plastik putih pentol kesukaan Sylena.
"Dimakan," ucap Riski lalu meninggalkan Sylena masuk ke dalam kelas.
"Makasssiiiiiihhh," ucap Sylena berterik keras agar Riski yang sudah masuk ke dalam kelas mendengar suarnya. "Tak ada nasi, pentol pun jadi." Sylena bermonolog sendiri, lalu masuk kedalam kelasnya, berniat ingin memakan pentol itu di dalam kelas.
Mata sylena menangkap sosok Sandy yang tengah asik memainkan games di handphonenya dan sesekali menyantap pentol yang baru juga dibeli oleh Riski.
Tanpa Sylena sadari, ada laki-laki yang sedang menatapnya dari belakang, sedang tersenyum sambil berucap, "Ini gue lakuin buat ngelindungin lo, Syel," lalu kembali fokus dengan kegiatannya.
-----