"apa kau butuh bantuan?" Tanya Arlan kepada Zera yang tengah kesusahan mengangkat kotak yang baru saja diantar oleh kurir pengirim barang.
Zera melirik Arlan,mengabaikan tawaran pria yang pernah singgah dihatinya itu.
"Ada apa denganmu Zera. Kenapa kau mengabaikanku?" Arlan menahan lengan Zera,agar gadis itu berhenti dan tidak mengabaikannya.
Zera menggigit bibir bawahnya kesal. Dengan kondisinya yang benar-benar sangat lelah,Zera mulai berani menatap Arlan kesal dan segera membanting kotak besar yang berada ditangannya. Entah kenapa Zera merasa begitu kesal saat dirinya bertatapan dengan Arlan yang dulu pernah memenuhi ruang hatinya.
Apa mungkin karena kekecewaan yang mendapam atau masihkah ia menginginkan Arlan? Oh tidak-tidak. Itu tidak akan pernah terjadi.
Zera membalikkkan badannya dan dengan beraninya ia menatap Arlan. "Harusnya kau sadar akan posisimu Arlan."
"Apa yang aku lakukan? Bahkan aku sangat sadar akan posisiku disini. Sebagai suami sah Amora bukan? Adik iparmu tepatnya."
Zera memijit pelipisnya,merasa heran dengan jawaban santai Arlan. "Ya kau benar! Dan sebaiknya kau abaikan aku Arlan. Aku tidak ingin ada kesalah pahaman."
"Salah faham? Apa salahnya adik ipar berbicara dengan kakak ipar."
"Salah! Itu sangat salah!" Beruntung Angga baru datang dan segera menghampirinya.
"Abang!" Zera berjalan mendekati Angga.
"Aku peringatkan padamu Arlan. Jangan pernah kau berbicara lagi dengan Zera." Tegas Angga mengingatkan.
Lagi-lagi sifat keras kepala Arlan membuat Angga dan juga Zera kesal. "Kenapa? Ada apa ini? Kenapa aku merasa terasing dirumah ini. Apa kalian tidak menganggapku sebagai keluarga? Dan kenapa jika aku berbincang dengan Zera." Arlan berusaha meraih tangan Zera. "Ayolah Zera. Kau! Kaulah yang sebenarnya aku cintai!"
Zera menepis tangan Arlan kasar. "Jaga sikapmu Arlan. Kau akan menjadi ayah sebentar lagi."
Arlan tidak perduli. Pria utu terus saja mengejar Zera dan Angga. Namun saat dipertengahan anak tangga,tiba-tiba saja suara Amora memanggilnya.
"Kak Arlan!"
Dengan kesal Arlan menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Amora yang tengah berdiri dibawah anak tangga pertama,mendongak menatapnya. "Apa?" Ketus Arlan.
"Bukankah harusnya kau mengantarku chek up kandungan?"
Arlan mendengus kesal. "Aku malas. Kau pergi saja sendiri." Jawabnya sambil berlalu meninggalkan Amora dengan sejuta kemarahan dibenaknya.
Kau akan tanggung akibatnya Zera. Kau yang membuat hubungan rumah tanggaku hancur! Dengus Amora dalam hati.
***
"Bang Angga mau ajak Zera kemana?"
Angga menghentikan mobilnya tepat didepan rumah sakit. Tentu saja Zera kembali melempar pertanyaan kepada Angga. "Abang ngapain kesini?"
"Udah keluar saja! Bang Angga mau periksa gigi."
Mau tidak mau Zera keluar dari mobil Angga dan segera mengikuti langkah pria itu. Tepat didepan UGD Zera bertemu dengan Rigel yang menggunakan sneli lengkap dengan tetoskop melingkar dilehernya. Nampaknya pria itu tengah menekan emosinya saat berhadapan dengan dokter muda yang bisa Zera pastikan dokter muda itu sangat tertekan memiliki dokter pembimbing seperti Rigel. Pria menyebalkan yang katanya terkenal akan sikap dingin dan mulut pedasnya,sedangkan jika berhadapan dengan Zera,Rigel bersikap.menyebalkan dan tidak ada kata dingin menyelip disana. Yang ada hanya kata-kata menyebalkan yang mampu menguras emosi.
"Gel!"
Rigel terlihat bingung mencari sumber suara yang memanggilnya.
"Rigel gue disini!" Gumam Angga sedikit teriakan tertahan.
Dan pada ahirnya Rigel menemukan sosok Angga dan juga Zera. Sebelah alisnya terangkat. Seolah bertanya. "Kenaa kalian berada disini?"
"Gue mau periksa gigi!" Angga tau jika Rigel penasaran dengan keberadaannya.
Zera hanya bisa menggeleng melihar interaksi dua pria tampan yang terlihat seperti dua pria i***t.
Zera memberanikan diri mendekat dan dengan sikap sok akrabnya menghampiri Rigel. " Dokter Rigel sedang apa?"
Lagi-lagi Rigel mengangkat sebelah alisnya. Benar-benar nih kepala babi! Kesal Zera yang merasa ternistakan oleh sikap Rigel.
"Ngga lo udah bikin janji sama dokternya?" Tanya Rigel dan Zera merasa terabaikan untuk kesekian kalinya,hingga membuat dirinya seolah menjadi bahan tatapan ejekan para perawat dan juga suster penjaga disana. Menyebalkan!
Zera mencoba tersenyum ramah kepada para koas yang terlihat sangat tampan-tampan. Para pria berjas putih yang seumuran dengannya memang terlihat menggoda dan sexy jika sudah menggunakan seragam kebanggaannya. Siapa yang tidak terpesona saat melihat sosok dokter tampan berdiri mengelilinginya.
Zera tersipu malu saat para koas menanyai maksud kedatangannya dan juga bertanya namanya. Uwuuu rasanya berdebar seneng bagaimana begitu.
"Wah ternyata kita seumuran." Seru salah satu koas yang berdiri tepat didepan Zera. "Namaku Rizal Anjaya. Mereka sering memanggilku dengan panggilan a***y!"
Kedua teman a***y hanya bisa menepuk kening masing-masing. "a***y kan cuma kita yang panggil lo kayak gitu. Mending kalo kenalan lo pakek nama Rizal saja."
Zera mengangguk sambil tersenyum. "iya benar. Aku panggil Rizal saja. Nanti takutnya kalau panggil a***y bisa kena pidana!"
Semua terbahak mendengar penuturan lembut Zera.
"Ah ya Zera kita tinggal dulu ya!" Seru Bimo yang juga mengajak berkenalan Zera. Sahabat a***y yang juga seprovesi dengannya.
"Ah ya! Silahkan." Zera mengeryit heran saat melihat ketiga koas lari begitu saja tanpa berbasa basi kembali. Saat dirinya berbalik,Zera tau kenapa para koas lari terbirit. Ternyata ada dokter harder yang berdiri tepat dibelakangnya.
"Kecentilan." Gumam Rigel sebelum menarik Zera untuk ikut bersamanya.
"Dimana bang Angga."
"Aku bius mati!"
Zera mendengus kesal. "Kalo ngoming suka asal nguap. Zera kan cuma tanya dimana bang Angga? Jawab kek yang bener."
"Bukannya tadi udah bilang kalo dia mau periksa gigi."
"Oh iya. Zera lupa. Tapi kok bang Angga gak ajak Zera." Tanya Zera lagi sambil terus mengikuti langkah Rigel.
"Penggangggu memang harus ditinggalin."
Zera mendengus kesal. Harusnya dia sudah tau bagaiman jawaban Rigel kepadanya. Si kepala babi memang selalu berhasil membuatnya kesal setengah mati. Maka dari itu Zera harus diam dan jaga jarak saat bertemu dengan Rigel.
Zera semakin memelankan langkahnya,ia lebih memilih untuk menunggu Angga didekat mobilnya saja dari pada harus selalu menahan emosi jika sudah berhadapan dengan Rigel. Pria kepala babi yang berotak batu.
Namun langkah Zera benar-benar terhenti saat melihat Amora yang keluar dari mobil Arlan. Pria itu terlihat menepis tangan Amora. Sepertinya pria itu enggan digandeng mesra oleh Amora.
"Mau kemana mereka?" Gumam Zera pelan.
Ada rasa kesal dan juga sedih saat melihat Arlan berkata kepada suster penjaga.
"Maaf bisa tunjukkan kami dimana letak poli kandungan?"
Perasaan sedih tiba-tiba saja menyelinap dalam d**a Zera,air mata yang harusnya tidak lagi keluar kini memaksa untuk menyelinap begitu saja tanpa permisi dan itu semakin membuat Zera semakin nelangsa dibuatnya.
"Ah! Zera. Kau juga ada disini kak? Untuk apa?" Tanya Amora dengan wajah mengejeknya sedang Arlan sama sekali tak ingin memandangnya. Pria itu terlihat acuh dan memilih untuk mengedarkan pandangannya. "Jangan bilang Kak Zera mau memata-matai kita ya? Kak Zera masih tidak percaya jika Amora hamil anak kak Arlan?"
Zera berusaha mengusap air matanya. Wajahnya semakin tertunduk,malas untuk meladeni sikap Amora yang semakin hari semakin menyebalkan.
"Zera datang menemuiku. Kekasihnya!"
Ucapan Rigel yang sangat tiba-tiba membuat Amora terbelalak dan Arlan seketika mebatap kaget kearah Zera dan juga Rigel.
"Se-sejak kapan?" Tanya Amora sedikit gugup bercampur kesal.
"Sejak sekarang dan selamanya." Jawab Rigel Asal.
Membuat Amora tersenyum lega. "Ih! Kak Rigel bisa saja becandanya. Kasiankan kak Zera jadi kegeeran sendiri."
Zera terbelalak dan Arlan mengeryitkan keningnya saat melihat reaksi Amora yang nampak bahagia.
"Saya tidak bercanda!" Tegas Rigel dan segera menatap Arlan. "Tolong jaga istri anda tuan! Dia terlalu liar jika sudah melihat pria tampan!"
Dan setelah itu Rigel menarik tangan Zera,namun sebelum ia melangkah. Rigel menunjukkan senyum sinis dan mengejeknya kepada Amora yang dari dulu sering membuatnya kesal karena sikapnya yang sok akrab kepada dirinya.
Ada perasaan lega dan bahagia didalam hati Zera,entah kenapa kali ini ia merasa terlindungi dengan sikap Rigel. Bukankah harusnya ia berterimakasih kepad rivalnya ini? Karena lagi-lagi ia berusaha melindunginya dengan sikap dingin dan arogannya.
Baru saja Zera akan membuka suaranya tiba-tiba saja tangan Rigel terangkat.
"Sudah jangan berterimakasih dengan wajah dekilmu itu little pig!"
Kampret! Kalau gini jadinya. Rigel akan tetap mejadi Rigel menyebalkan. Harusnya Zera sadar dan tau itu. b******n!
Bersambung....