9. Take Back All of Us!

1078 Kata
Dalam perjalanan, David dan para anggotanya mendapat kekalahan karena ia gagal merebut kembali barang milik mereka. Sebuah panggilan tersambung dan itu hanya membuat David semakin emosi setelah melihat siapa yang memanggil. “Hai, Saudaraku!” Itu berupa panggilan video, tapi David tidak menampilkan wajahnya karena tablet tersebut terpasang di dashboard mobil. Dia tidak menghadap kamera atau mungkin memang tak sudi menghadap kamera. “Kudengar barang-barangmu dijarah oleh pemerintah! Apa kau kurang melobi? Bekerja samalah dengan orang lain, jangan suka bekerja sendiri!” Pikiran yang masih belum tenang karena masih teringat perkara Ethan, kini ditambah dia mendapat panggilan dari sang saudara tiri yang menyebalkan. “Apa maumu, Devan!” timpal David sembari menahan amarah. Percuma saja ia meluapkan kekesalan, karena di dekatnya tidak Devan yang seharusnya menjadi samsak hidup bagi David. “Aku hanya ingin mengajakmu bekerja sama! Tidak baik bergerak sendiri!” “Aku suka bekerja sama, tapi tidak dengan penjilat sepertimu!” timpal David dengan nada yang datar. Di seberang, Devan tertawa mendengar jawaban dari David. “Kau ini sangat naif adikku tersayang!” David membuang muka dan melihat jendela. “Kau tidak akan mendapatkan barangmu lagi! Jika sampai kehilangan lagi untuk yang ke sekian kalinya. Dia akan membuangmu dan pasar Asia Tenggara akan menjadi milikku! Seharusnya kau bergabung saja denganku, bagaimana? Atau kau memilih untuk dibuang saja?” “Ya itu, sih! Terserah padamu!” David tak menimpali apa-apa, dia hanya menaikkan sedikit ujung bibirnya yang mungkin ekspresi tersebut tak terlihat oleh lawan bicara. “Matikan saja!” titah David pada Yohan. Di sana Devan sedang mencak-mencak karena adik tirinya ini terlalu berani untuk bersikap kurang ajar padanya. “Aku punya rencana!” pungkas David sambil tersenyum miring. ** David dan semua anggotanya kembali ke markas mereka di Vietnam. Mereka menyusun ulang siasat sesuai dengan rencana sang pimpinan. “Kita adalah Serigala Pembunuh! Maka kita harus tunjukkan, siapa pembunuh sebenarnya di antara aku dan dia!” ungkap David dengan mata berkilat seperti ujung pedang yang tajam. “Kami akan melakukan sesuai dengan perintah Anda, Tuan!” “Jangan lupa, jadwalnya pukul tiga dini hari! Kita mulai operasi ini!” ** Di sebuah pelabuhan, kontainer-kontainer besar berisi barang-barang kiriman. Semua petugas harus memeriksa satu per satu isi barang tersebut. Tak ada yang mencurigakan dari barang ataupun kontainer tersebut. Tapi ... petugas itu sendiri yang lebih mencurigakan. “Aku sudah di posisi,” tutur petugas tersebut yang berbisik pada portofon miliknya. “Posisi A siap, klien akan datang dengan paus biru!” “Siap, paus biru telah terdeteksi mendekat. Kami bersiap!” Salah satu kontainer langsung dibawa oleh derek gantung. Mereka memosisikan kontainer berwarna merah-oranye tersebut sedikit lebih dekat. Semua pegawai langsung diganti saat itu juga. Troli pengangkut di dekatkan, bahkan papan yang digunakan untuk memudahkan mereka mengangkut barang dari kontainer telah disiapkan. “Posisi B, siap!” ujar kepala tim yang sejak tadi memegang portofon. “Posisi A siap!” Sebuah kapal yang cukup besar menepi dengan daratan. Kontainer dibuka! Bunyi pintu besi itu berderit cukup keras, perlu dua orang dengan tenaga yang besar untuk membukanya. Salah seorang dari mereka melompat ke atas. Lalu seorang lainnya memasang bidang miring di tepi pintu. Troli-troli sudah berjajar mendekat. Sebuah bungkusan berbentuk kotak yang dilapisi plastik hitam cukup tebal, dikeluarkan dari kontainer dan ditumpuk di atas troli. Setelah itu, roda-roda troli berputar membawa tumpukan di atasnya ke dalam kapal yang cukup besar. “Ini semua sungguh terang-terangan!” “Kenapa tidak dimasukkan dalam ikan atau makanan lainnya?” Para pegawai di sana bergosip! “Untuk itu kita yang diminta bekerja sekarang! Karena kita dibayar lebih untuk tutup mulut! Semua yang terlibat di pelabuhan ini pasti juga mendapatkan hal yang sama.” Puluhan kotak itu telah keluar dari kontainer dan dimasukkan ke kapal. Entah mereka akan membawa barang ini ke mana, para pekerja tak ikut campur dengan urusan tersebut. Sementara itu, di pukul tiga lebih tiga puluh menit dini hari, dalam mobilnya David menunggu. Devan memanggil lagi pada pimpinan Serigala pembunuh tersebut. “Berita ini sudah sampai ke telinganya, sepertinya kau benar-benar kehilangan barang-barang tersebut!” Dari wajahnya, David tak menunjukkan ekspresi apa-apa. Karena dia sendiri sekarang sedang dalam misinya. “Aku tak bisa menolongmu, karena kita berbeda kelompok! Aku sekarang mendapatkan barang yang bagus untuk kujual di Asia Timur, hal ini akan membuatmu semakin terjatuh di mata Tetua!” “Apa kita perlu memutuskan sambungannya, Tuan?” tawar Yohan karena dia sudah tahu reaksi David yang tidak baik-baik saja. “Biarkan saja!” timpal David. “Kurang ajar sekali pengawalmu itu! Lain kali bila bertemu aku ingin kamu yang mengelap sepatuku!” Devan tertawa nyaring dengan suara tenornya. Hal itu membuat Yohan sakit telinga. Tak lama kemudian, Yohan melihat sebuah notifikasi dari GPS-nya. “Tuan David, kita sudah bisa menuju bandara!” ucapnya. “Lanjutkan!” balas David seperti biasa. “Kau mau pulang saja ke Indonesia? Kau pasti tidak punya muka untuk tetap di sana!” Devan masih mengoceh di seberang sana. “Perlu saya matikan?” tawar Yohan untuk yang kedua kalinya. “Tak perlu, biarkan saja!” Kali ini David benar-benar tak mau memutuskan panggilan yang menyebalkan ini. Tapi dari wajahnya kini, dia tampak tersenyum lebar dengan kedua alis yang terangkat. Beberapa menit sambungan itu diam, lalu tiba-tiba terputus. “Dia memutuskannya!” ujar Yohan. “Biarkan saja!” Pria dengan logo petir di kepalanya itu kini mengangguk-anggukkan kepala sembari mengeluarkan senandung sumbang dari mulutnya. “Tuan David, ada telepon lagi dari pimpinan Naga Timur!” ujar Yohan, pimpinan Naga Timur yang dimaksud itu adalah Devan. “Angkat,” ujar David dengan santai. Tanpa ada salam pembuka, Devan langsung berteriak dari seberang sana! “Kau bawa ke mana barang milikku?” “Kau yakin itu barangmu?” Jawaban David membuat Devan semakin kebakaran jenggot. “Aku hanya mengambil milikku! Karena aku memilih untuk tidak bekerja sama denganmu!” David mengetahui jika sebenarnya yang membuat pemerintah Indonesia bisa menangkap anak buahnya itu bukan karena mafia Italia yang membocorkan. Melainkan karena kelompok milik saudaranya sendiri. Saat itu, banyak anak buahnya tertangkap. Barang bukti disita, tapi yang dihancurkan bukanlah barang milik mereka. Semua obat terlarang itu diamankan dan mereka hanya membakar palsu. Karena sesungguhnya barang tersebut diambil oleh antek-antek Devan untuk dijual ulang. Begitu pula dengan yang terjadi di Vietnam. David curiga jika ada kaitannya dengan Devan. Lalu benar saja! Beruntung David bisa melakukan sabotase kapal milik Naga Timur. “Kita akan ke Indonesia sekarang!” “Baik, Tuan!” “Aku harus memberi hukuman yang setimpal pada Tiara!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN