Episode 17

1945 Kata
Revan menunggu Renatta di depan pintu, tak lama dia melihat mobil Gabriel datang. Gabriel lalu turun dari mobil, disusul dengan Renatta. "Gabriel, baru jam segini kenapa kamu sudah pulang?" Tanya Revan. Wajar kalau Revan bertanya, seharusnya Gabriel sekarang sedang mengikuti pelajaran, tapi Gabriel justru pulang. Gabriel tidak menjawabnya, dia bersikap cuek seraya berjalan melewati Revan. Revan hanya bisa geleng-geleng kepala melihat sikap anaknya itu. Revan lalu beralih pada Renatta, merangkul pinggul istrinya itu,"Sayang, kamu sudah pulang?" Mendengar itu, langkah Gabriel terhenti, dia membalikkan tubuhnya. Matanya tertuju pada tangan Revan yang tengah merangkul pinggul Renatta. Lagi-lagi Gabriel merasa marah, mereka sudah berani bermesraan di depannya. Diam-diam, Gabriel mengepalkan tangannya, lalu pergi ke kamar. Gabriel jijik melihat keduanya. "Udah mas." "Bagaimana keadaan ibu disana?" "Ibu baik-baik aja, ibu juga titip salam buat kamu mas. Dan juga, ibu mengucapkan banyak terima kasih sama kamu karena sudah mau membantu ibu." "Sudah seharusnya aku melakukan itu, bagaimana pun juga, ibu kamu adalah ibu aku juga. Kamu istri aku, aku juga sudah berjanji sama kamu untuk membantu biaya operasi ibu kamu." Renatta mengangguk seraya tersenyum tipis, "Mas sendiri kenapa sudah pulang?" "Tadi aku habis ketemu sama klien, kebetulan tempatnya tidak jauh dari sini. Jadi, aku sempatin untuk pulang, aku ingin makan siang di rumah saja." "Kenapa nggak sekalian makan siang disana mas? Jadi kan kamu nggak perlu bolak balik ke kantor." Revan menggeleng, "Aku lebih memilih untuk makan masakan istri aku sendiri." "Kalo gitu, aku masakin sekarang ya?" "Hm, ayo masuk!" Mereka berdua lalu masuk ke dalam. "Kenapa lama banget si! Gue udah laper nih!" Ucap Gabriel yang sudah menunggu di ruang makan. Revan melepaskan rangkulannya di pinggul Renatta, Renatta lalu pergi ke dapur sedangkan Revan duduk bersama Gabriel. "Gabriel, kamu harus bersikap sopan sama Renatta. Renatta itu mama kamu sekarang!" "Papa tau sendiri, aku nggak mau menganggap Renatta sebagai mama aku karena aku nggak pernah setuju sama pernikahan kalian." Revan tidak habis pikir dengan Gabriel, entah sampai kapan Gabriel akan bersikap seperti ini pada Renatta. Gabriel akan sangat sulit menerima Renatta sebagai ibu tirinya jika Gabriel tidak bisa merubah sikapnya. "Kenapa Gabriel? Bukankah dulu kamu sudah setuju jika papa menikah lagi? Tapi saat papa mengenalkan Renatta sama kamu, kamu malah berubah pikiran. Apa kamu pernah mengenal Renatta sebelumnya?" Gabriel tertegun, dia ingin sekali mengatakan kalau Renatta adalah mantan kekasihnya. Menjelaskan pada Revan tentang hubungannya dengan Renatta selama ini. Gabriel ingin Revan tau kalau Gabriel sangat mencintai Renatta. Tapi Gabriel sadar, tidak semudah itu mengatakan kebenarannya. "Aku nggak kenal siapa Renatta, alasan aku berubah pikir karena aku sadar, nggak ada siapapun yang bisa menggantikan mama. Aku nggak rela orang lain tinggal di rumah ini menggantikan mama." "Papa tau, tidak ada siapapun yang bisa menggantikan mama kamu dirumah ini. Renatta juga tidak berniat untuk melakukan itu." "Papa menikah dengan Renatta karena papa pikir kamu membutuhkan seorang ibu untuk mengurus kamu. Selama ini papa selalu sibuk dengan pekerjaan papa, papa tidak punya waktu untuk mengurus kamu. Jadi, dengan adanya Renatta, hidup kamu bisa lebih teratur." "Aku udah dewasa, aku nggak butuh siapapun untuk mengurus aku. Aku bisa mengurus diri aku sendiri." "Sering bolos kuliah, keluyuran tidak jelas setiap malam, setelah itu pulang dengan keadaan mabuk, apa itu yang kamu sebut bisa mengurus diri kamu sendiri Gab?" Gabriel tak bergeming, apa yang Revan katakan memang benar. Pernah juga Revan dipanggil dekan ke kampus karena Gabriel berkelahi dengan temannya sampai temannya itu masuk rumah sakit. Dan masih banyak yang Gabriel lakukan sampai membuat Revan pusing. Renatta lalu datang membawa makanan, menyiapkannya di meja makan. Renatta lalu duduk, "Kalian kenapa keliatan serius? Apa ada sesuatu?" "Bukan urusan lo!" "Gabriel?!" Revan membentak Gabriel. Renatta menyentuh tangan Revan yang berada di atas meja, "Nggak papa mas. Mungkin ini masalah kalian berdua, jadi memang bukan urusan aku." "Aku udah nggak lapar!" Ucap Gabriel membanting garpu dan sendok di piring. Gabriel bahkan belum makan sedikitpun. Gabriel langsung kembali ke kamarnya. Tak lama, Gabriel keluar dari kamar. "Mau kemana lagi Gab? Kamu baru saja pulang." Tanya Revan. "Aku harus pergi, ada urusan." Gabriel pergi begitu saja, Gabriel butuh sesuatu untuk menenangkan pikirannya. Gabriel kini berada di belakang kampus, tempat yang sering dia kunjungi saat ingin menenangkan pikirannya. Tempatnya sangat sepi, tidak ada orang yang pergi kesana selain Gabriel. Disana juga terdapat danau kecil. "Udah gue duga, lo disini ternyata." Selain Kenzi, memang tidak ada yang tau tempat persembunyian Gabriel. Gabriel mengatakan kalau dia ingin menenangkan pikiran, Kenzi langsung tau dimana tempat yang biasa Gabriel datangi. Kenzi duduk di sampingnya, "Kenapa lagi Gab? Lo berantem lagi sama bokap lo? Atau sama Renatta?" "Kayaknya lo udah hafal banget sama masalah gue." Kenzi menarik satu sudut bibirnya, "Emangnya apa lagi masalah lo selain nyokap dan ibu tiri lo?" "Sekarang apa lagi masalah lo, cerita sama gue." "Tadi gue pergi ke rumah Renatta." "Lo masuk ke rumah itu setelah sekian lama lo nggak pernah kesana? Lo masih waras kan?" "Nggak sampai masuk, gue masih di dalam mobil. Gue nggak tau, kenapa gue sampai lewat sana." "Terus?" "Gue ngerasa kangen aja, dulu gue sering kesana." "Kenapa lo nggak nyoba buat nerima Renatta Gab? Lo udah kenal banget kan sama Renatta, harusnya lo udah tau sifat Renatta. Jadi, lo nggak perlu khawatir lagi sama bokap lo, Renatta lebih baik dari cewek manapun yang cuma mau harta bokap lo." "Menurut lo, Renatta lebih milih bokap gue, daripada gue karena apa? Kalo bukan karena harta bokap gue Ken." Kenzi tidak mengerti kenapa Gabriel berpikir seperti itu, "Setelah lama lo kenal sama Renatta, apa lo pikir Renatta cewek kaya gitu?" Gabriel mengendik, dia juga ragu dengan perasaannya sendiri. "Gue tau, nggak mudah buat lo untuk menerima Renatta. Gue tau banget lo cinta sama Renatta, mungkin lo butuh waktu. Soal lo mau balas dendam sama Renatta, gue saranin lo pikirin itu lagi Gab. Jangan ngelakuin hal yang bisa buat lo nyesel nantinya. Karena saat itu, lo udah nggak akan bisa merubah keadaan." ******** Gabriel kembali saat sore hari, dia melihat Renatta tengah menonton tv di ruang keluarga. Gabriel berdehem lalu ikut duduk disana. "Gabriel?" Panggil Renatta. "Tv di kamar gue mati, jadi gue nonton disini." Renatta mengernyit, dia bahkan belum bertanya apapun, tapi tiba-tiba Gabriel menjawab padahal Renatta tidak berniat bertanya alasan Gabriel duduk bersamanya. "Kamu dari mana saja?" "Kenapa? Lo nyari gue?" "Bukan, bukan aku yang mencari kamu, tapi... pacar kamu Gab." "Pacar gue?" "Chelsea, kamu bilang kamu sama Chelsea pacaran kan?" Gabriel sampai lupa dengan hubungannya dengan Chelsea. Entah kenapa Gabriel tidak suka saat Renatta mengatakan kalau Chelsea adalah pacarnya. Walaupun Chelsea pacar Gabriel hanya di depan Renatta, tapi tetap saja Gabriel tidak menyukainya. "Apa yang dia lakuin disini selain nyari gue?" Renatta lalu menceritakan semuanya pada Gabriel. Beberapa jam yang lalu..... Renatta mendengar suara ketukan pintu, dia lalu membuka pintu rumahnya. "Chelsea?" Chelsea langsung masuk ke dalan, sebelum diijinkan masuk oleh Renatta. Tidak sopan! Pikir Renatta. Renatta berjalan di belakang Chelsea dan berkata, "Ada urusan apa kamu kesini?" Renatta melihat Chelsea menatap ke atas dimana kamar Gabriel berada membuat Renatta berpikir bahwa Chelsea pasti tengah mencari Gabriel. "Kalau kamu mencari Gabriel, Gabriel nggak ada di rumah." Chelsea berbalik, "Hari ini Gabriel bolos kuliah, aku juga udah nyari Gabriel di tempat biasa Gabriel ngongkrong, tapi Gabriel nggak ada disana. Kalo dia nggak ada di rumah, kemana lagi Gabriel pergi?" "Kamu pacarnya, kenapa kamu nggak telepon Gabriel aja tanya dimana dia." "Aku nggak akan kesini kalo Gabriel jawab telepon dari aku Tante." Chelsea tersenyum miring, "Ah ya, Tante kan nyokap sekaligus mantan pacar Gabriel, emangnya Tante nggak tau kemana Gabriel pergi?" "Atau jangan-jangan Gabriel ada di rumah, tapi Tante bohong bilang nggak ada dirumah karena Tante nggak ijinin aku ketemu sama Gabriel?" Renatta menanggapi pertanyaan Chelsea dengan tenang. Renatta sudah tau sifat Chelsea, dia memang tidak bisa bersikap sopan pada orang yang lebih tua darinya, yaitu dengan bertanya seperti itu padanya. "Kenapa saya harus berbohong? Saya tidak mau ikut campur dengan urusan kalian berdua." "Karena Tante cemburu, Tante cemburu karena Gabriel sekarang udah bisa ngelupain masa lalunya." "Untuk apa saya cemburu, saya sudah menikah. Saya juga tidak peduli dengan hubungan kalian, karena bagi saya itu hanya masa lalu." Renatta menyilangkan kedua tangannya, "Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa mencarinya sendiri." Renatta menarik satu alisnya, "Silahkan!" Chelsea yang kesal langsung mencari Gabriel ke sekeliling rumah. Beberapa menit kemudian Chelsea kembali dengan raut wajah cemberut karena tidak menemukan Gabriel dimanapun. "Saya sudah bilang kan? Gabriel tidak ada di rumah." Chelsea terlihat sangat kesal, dia lalu pergi dari rumah Gabriel. Renatta menghela nafas kasar, anak jaman sekarang kenapa tidak punya sopan santun? Beberapa jam kemudian.... Gabriel marah sekaligus kesal dengan Chelsea setelah Renatta menceritakan semuanya. "Jadi, kamu dari mana aja Gab?" "Bukan urus--" "Jelas ini urusan aku, aku ibu kamu Gab. Mas Revan udah kasih aku amanah untuk mengurus dan menjaga kamu." "Jangan kamu pikir aku nggak tau kelakuan kamu selama ini. Kamu udah banyak membuang waktu kamu untuk sesuatu yang nggak penting. Sampai kapan kamu seperti ini? Apa kamu nggak kasihan dengan papa kamu? Mas Revan sampai bingung harus bagaimana lagi cara biar kamu nggak seperti ini terus." Jujur, Renatta sangat prihatin, Gabriel yang dia kenal dulu bukan Gabriel yang seperti ini. Entah apa yang membuat Gabriel berubah. Renatta menghela nafas, "Kenapa kamu seperti ini Gab?" Gabriel yang sedari tadi tidak menatap Renatta, kini dia menatapnya dengan raut wajah dingin, "Lo pikir siapa yang buat gue jadi kayak gini Renatta?" "Apa lo sadar, gue kaya gitu nggak lama setelah gue tau orang yang gue cintai ternyata hianatin gue. Jadi, semua yang terjadi, itu karena lo Renatta! Karena lo!" Renatta menggeleng-gelengkan kepalanya, "Tapi nggak seperti ini caranya, apa yang kamu lakuin udah buat papa kamu kecewa, bukan cuma Mas Revan tapi mama kamu juga." "Aku yakin Gab, mama kamu pasti nggak ingin anaknya hidup seperti ini. Mama kamu akan sedih saat tau anaknya seperti ini. Apa kamu nggak mikirin itu?" Gabriel terdiam, Renatta tidak akan pernah tau seberapa frustasinya Gabriel saat itu sampai Gabriel kembali seperti dulu lagi. Sebelum Renatta hadir, Gabriel memang sering pergi ke club dan mabuk-mabukan. Tapi setelah Renatta hadir, Gabriel mulai merubah kebiasaannya itu. Namun setelah pengkhianatan Renatta, Gabriel sangat frustasi dan memutuskan untuk hidup seperti dulu lagi. Karena Gabriel berpikir, tidak ada gunanya menjadi Gabriel yang baik dan penurut. Apalagi setelah Grace meninggal, tidak ada lagi alasan Gabriel untuk tetap menjadi Gabriel yang baik dan penurut. Kata-kata Renatta tidak membuat Gabriel sadar, dia justru menatap Renatta tajam, "Jangan bersikap seolah-olah lo peduli sama gue dan nyokap gue Renatta! Kalo lo peduli sama kita, lo nggak akan pernah mau menikah sama papa!" "Mama meninggal karena dia tau papa udah berkhianat. Mama tau papa selingkuh sama lo, dan lo dengan teganya merebut kebahagiaan mama. Sampai mama meninggal pun, papa nggak peduli!" "Grace meninggal bukan karena itu Gab, Grace meninggal karena sakit. Kamu sendiri tau Gabriel, mama kamu sakit sudah sangat lama bahkan sebelum Renatta hadir." Revan tiba-tiba datang dan menyela pembicaraan Gabriel dan Renatta. Revan mendengarnya, dan dia tidak terima jika Gabriel menuduh Renatta seperti itu. "Gabriel, berhenti menyalahkan Renatta atas kematian Grace. Renatta tidak ada hubungannya dengan itu." "Siapa bilang papa tidak peduli dengan mama kamu Gab? Sejahat-jahatnya papa, papa juga merasa kehilangan Grace seperti apa yang kamu rasakan." Gabriel tersenyum miris, mendengus kesal, "Papa pasti sangat cinta kan sama Renatta? Makanya papa bilang kaya gitu. Aku tau mama meninggal karena mama sakit-sakitan, tapi seenggaknya mama bisa merasakan kebahagiaan di sisa hidupnya, bukan merasakan penderitaan karena pengkhianatan suaminya sendiri." Setelah mengatakan itu, Gabriel berdiri lalu pergi ke kamarnya dengan perasaan emosi. Sedangkan Revan merangkul bahu Renatta, "Aku minta maaf atas sikap Gabriel. Gabriel sangat kehilangan mamanya, dia masih belum bisa menerima kepergian mamanya." "Nggak papa mas, aku paham." Renatta diam, dia berharap Gabriel bisa menerima semua yang terjadi. ********
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN