Episode 18

1908 Kata
"Aku tau, Gabriel sangat membenci aku. Tapi kamu tenang saja, aku tidak akan pernah menyerah begitu saja. Aku akan menepati janji aku untuk menjaganya. Terima kasih karena selama ini kamu sudah sangat baik padaku." Renatta menatap foto seorang perempuan, dia adalah Grace, ibu kandung Gabriel. Renatta masih sangat ingat, saat Grace masih hidup, Renatta berjanji padanya untuk menjaga Gabriel. Sebelum Revan menikah dengan Grace, Grace memang sudah kenal dengan Renatta. Renatta dan Grace membuat perjanjian. Grace tau hidupnya tidak akan lama lagi, karena itu Grace ingin Renatta menikah dengan Revan. Grace sangat yakin bahwa Renatta adalah perempuan yang sangat baik. Gabriel membutuhkan seorang ibu, karena itu Grace mempercayakan Renatta untuk menjaga suami dan anaknya itu. Hal ini sudah diketahui Revan, sedangkan Gabriel tidak tau sama sekali. Renatta dan Revan sudah sepakat untuk tidak memberitahu Gabriel tentang hal ini. Walaupun Renatta sangat itu hal itu akan sangat sulit untuk diterima Gabriel, tapi Renatta tetap berusaha untuk bisa membuat Gabriel mengerti dan bisa menerimanya sebagai seorang ibu. Renatta menerima jika Gabriel mengecap dirinya sebagai pengkhianat cintanya. Renatta sudah tau resiko yang akan dia hadapi, dan dia sudah siap untuk segala hal termasuk di benci Gabriel. Renatta mendengar suara pintu terbuka, dia menoleh ke belakang, "Mas Revan?" Revan duduk di sampingnya, "Sedang apa?" Renatta tersenyum tipis seraya menggelengkan kepalanya. Revan lalu melihat foto yang dipegang Renatta. Revan mengambilnya, dia menatap Renatta dan berkata, "Sayang, aku minta maaf atas nama Gabriel. Gabriel sudah keterlaluan tadi." "Tidak apa-apa mas. Aku paham apa yang Gabriel rasakan. Menerima orang baru sebagai pengganti ibu kandungnya akan sangat sulit. Gabriel hanya butuh waktu mas." "Kalau begitu, tolong beri Gabriel waktu untuk bisa menerima kamu sebagai ibunya ya? Kita tidak tau sampai kapan Gabriel akan bersikap seperti ini. Aku hanya ingin kamu tetap bersabar Renatta." Renatta mengangguk, "Apapun yang terjadi, aku pasti akan bersabar. Aku tidak akan mengingkari janjiku." Perkataan Renatta membuat Revan teringat akan janji Renatta pada Grace. Revan tidak menyangka Grace akan meninggalkannya secepat ini dan meminta Renatta untuk menjadi istri sekaligus ibu dari Gabriel. Revan mengelus tangan Renatta, "Terima kasih karena sudah mau menuruti permintaan Grace. Kamu bisa bertahan sampai sekarang, jika itu orang lain, mereka pasti tidak bisa bertahan dengan sikap Gabriel sejak pertama." "Iya mas." Renatta terdiam. Andai saja Revan tau, penyebab Gabriel benci padanya bukan hanya karena Renatta menikah dengan Revan, tapi karena hubungan masa lalunya dengan Renatta. Jika saja dulu Renatta tidak bertemu dengan Gabriel. Gabriel mungkin masih bisa menerimanya sebagai ibu tirinya. Sayangnya, hubungan mereka dimasa lalu yang kandas membuat Gabriel semakin membenci Renatta. "Sudah waktunya makan malam, lebih baik kita makan malam mas. Ah ya dimana Gabriel?" "Gabriel ada di kamarnya. Aku sudah kesana dan menyuruhnya untuk makan malam, tapi dia tidak mau keluar." "Biar aku saja yang membujuk Gabriel." "Tidak sayang. Setelah kejadian tadi sore, Gabriel pasti tidak akan mau. Biarkan saja, kalau dia lapar pasti makan sendiri." Renatta mengangguk, mereka lalu keluar dari kamar. Sedangkan Gabriel, dia tengah melamun di atas tempat tidur. Gabriel memikirkan kata-kata Renatta padanya sebelum pertengkaran dengan Revan. Renatta menasehatinya dan berkata seolah-olah dia peduli dengannya dan juga Grace. Entah apa tujuan Renatta mengatakan itu padanya. Renatta benar-benar peduli padanya atau dia hanya berakting saja agar Gabriel berfikir bahwa Renatta adalah perempuan yang baik. Cih! Perempuan baik tidak akan pernah mengkhianati kekasihnya sendiri dan menjadi orang ketiga dalam rumah tangga orang lain. Gabriel lalu menelepon seseorang. . . . . "Halo Gabriel?" "Chel, ada hal yang mau gue bicarain sama lo. Tapi gue nggak bisa bicara di telepon, gue butuh lo disini." "Oke, gue kesana sekarang Gab. Tap---" Gabriel sengaja mematikan panggilan, dia tidak mau mendengar apapun lagi. Yang terpenting adalah Chelsea setuju untuk datang ke rumahnya. Gabriel lalu mendengar suara ketukan pintu. Gabriel turun dari tempat tidur lalu membuka pintu. Gabriel melihat Renatta berdiri membawa nampan berisi makanan. "Gab, aku bawa makanan buat kamu. Tadi aku sama Mas Revan nunggu kamu buat makan malam, tapi kamu nggak turun. Jadi aku anterin makanan ini ke kamar kamu." "Gue nggak lapar. Lo bawa pergi aja!" "Tapi kamu belum makan kan? Aku sengaja masak makanan kesukaan kamu." Gabriel menurunkan pandangannya melihat nampan. Gabriel lalu berkata dengan nada sinis, "Sorry, tapi gue nggak butuh masakan lo itu. Dan asal lo tau, sejak lo hianatin gue, gue jadi benci sama makanan kesukaan gue. Lo tau kenapa? Apapun yang gue sukai atau gue cintai di masa lalu, sekarang gue benci semuanya." Gabriel hendak menutup pintu, namun Renatta mencegahnya, "Gabriel, seenggaknya kamu makan sedikit aja." "Apa kata-kata gue nggak jelas, hm? Gue nggak lapar, dan gue nggak mau makan!" Gabriel menutup pintu dengan keras, membuat Renatta berjengit kaget. Renatta hanya bisa menghela nafas, dia lalu pergi dari sana. Renatta kembali ke ruang makan, Revan melihatnya dan berkata, "Aku sudah bilang kan? Gabriel tidak akan mau makan sayang. Biarkan saja! Kamu tidak perlu repot-repot membawakan dia makan." "Tapi mas, Gabriel belum makan sejak siang. Gabriel punya penyakit lambung, aku nggak mau dia sampai sakit kaya dulu lagi, sampai harus di rawat di rumah sakit." Renatta masih ingat, dulu Gabriel pernah sakit parah karena tidak makan padahal Gabriel punya penyakit lambung. Gabriel bahkan sampai di rawat di rumah sakit selama 3 hari. Revan mengernyit heran, kenapa Renatta tau Gabriel pernah masuk ke rumah sakit karena penyakit lambung? Renatta bahkan belum lama mengenal Gabriel. "Sayang, gimana bisa kamu tau kalau Gabriel punya penyakit lambung dan pernah dirawat di rumah sakit, hm?" Renatta tertegun, dia bahkan lupa kalau Revan tidak tau hubungannya dengan Gabriel di masa lalu. "Itu mas, Mba Grace yang kasih tau aku." Jawab Renatta memberi alasan. Revan mengangguk mengerti, "Terima kasih kamu sudah perhatian dengan Gabriel, walaupun sikap Gabriel tidak baik sama kamu." "Iya mas." Terdengar suara bel berbunyi, Renatta lalu membukanya pintu. "Selamat malam Tante." "Malam. Ada apa malam-malam kesini? "Aku kesini karena Gabriel yang nyuruh aku datang kesini." Melihat Chelsea datang ke rumah, membuat Renatta semakin tidak menyukainya. Terakhir kali Chelsea datang hanya untuk menuduhnya menyembunyika Gabriel dan bersikap tidak sopan. "Siapa sayang?!" Revan berteriak dari dalam. Tak lama Revan datang dan melihat Chelsea, "Chelsea, malam-malam ke rumah, ada apa?" "Itu Om, Gabriel yang nyuruh saya kesini." Revan tersenyum, "Masuklah." Mereka bertiga lalu masuk ke dalam. Revan berkata, "Sayang banget Om dan Tante baru aja makan malam. Kalau tadi kamu datang lebih awal, kita pasti bisa makan sama-sama. Dan Gabriel juga pasti ikut makan karena kamu datang." "Emangnya Gabriel kenapa Om?" "Gabriel tidak mau makan. Renatta sudah mengantarkan makanan ke kamarnya, tapi Gabriel menolak untuk makan." "Kalau gitu, biar saya aja yang bawa makanan buat Gabriel Om, siapa tau Gabriel mau makan." "Kamu benar!" Revan lalu memberikan nampannya pada Chelsea seraya berkata, "Tolong kamu bujuk Gabriel untuk makan. Soalnya dari siang dia belum makan apa-apa." Chelsea mengangguk, "Iya Om." Chelsea lalu pergi ke kamar Gabriel, sedangkan Renatta dia membereskan piring kotor di meja makan. Chelsea mengetuk pintu kamar, dari dalam Gabriel berteriak, "GUE UDAH BILANG KAN! GUE NGGAK MAU MAKAN!" "Ini gue Gab, Chelsea!" Chelsea menyahut dari luar. Tak lama, pintu terbuka. Chelsea tersenyum melihat Gabriel. Chelsea lalu masuk ke dalam tanpa menutup pintu. Gabriel yang melihat Chelsea membawa makanan, dia lantas bertanya, "Papa yang nyuruh lo bawa makanan itu buat gue?" "Hm. Kata Om Revan, dari siang lo belum makan. Lo juga belum makan malam, jadi gue bawa ini buat lo." Jawab Chelsea seraya meletakkan nampan di atas meja. Chelsea lalu ikut duduk di sisi ranjang, mengambil makanan, "Sebelum kita ngobrol, lo makan dulu Gab. Biar gue suapin." "Gue--" Ucapan Gabriel terpotong saat dia melihat seseorang tengah menguping pembicaraannya di luar kamar. Renatta? Gabriel melihat Renatta sedang mengintip di balik celah pintu yang sedikit terbuka. Gabriel tersenyum miring, dia lalu mendekatkan tubuhnya dengan Chelsea. Gabriel membuka mulutnya, Chelsea lalu menyuapkan nasi untuknya. "Enak nggak?" Tanya Chelsea. "Lumayan, tapi karena lo yang nyuapin, nggak tau kenapa makanannya jadi enak. Kalo lo yang masak, mungkin lebih enak dari ini." Chelsea tersipu malu, "Oh ya?" "Hm." Gabriel tersenyum, bukan karena Chelsea yang menyuapinya, tapi karena masakan Renatta memang sudah sangat enak. Gabriel sengaja mengatakan itu untuk membuat Renatta cemburu. Gabriel lalu mengambil sendok, dia berganti menyuapi Chelsea, "Biar gue yang suapin lo." Chelsea memakannya, "Enak kok, enak banget malah." Gabriel mendekatkan wajahnya, Chelsea terlihat gugup saat Gabriel membersihkan sudut bibirnya yang kotor. Gabriel bahkan sempat mengelus pipinya sebentar. Chelsea sendiri heran kenapa tiba-tiba Gabriel bersikap romantis. Gabriel bahkan menggombalinya, hal yang tidak pernah Gabriel lakukan padanya. Jangankan menggombal, berkata-kata manis saja Gabriel tidak pernah. "Makasih." Gabriel tersenyum, dia lalu melirik ke arah pintu. Rupanya Renatta sudah pergi dari sana. Gabriel menegakkan tubuhnya, wajahnya kembali datar. Chelsea lalu kembali menyuapi Gabriel, Gabriel menolaknya, "Gue udah kenyang." "Tapi---" Gabriel lalu berdiri, mengambil jaket dan kunci motornya, "Kita pergi sekarang!" "Kita mau kemana Gab?" "Lo ikut gue aja!" Gabriel dan Chelsea keluar dari kamar, Revan dan Renatta melihat mereka berdua. Revan lalu bertanya, "Gab, kamu mau kemana malam-malam begini?" "Pergi!" "Ingat Gab, jangan pergi ke tempat itu lagi. Dan papa tidak mau melihat kamu pulang dalam keadaan mabuk lagi!" Tegas Revan. Gabriel tidak menjawabnya, dia menarik tangan Chelsea dan membawanya keluar. "Jangan khawatir, mungkin Gabriel mau mengantarkan Chelsea pulang mas." ******** "Wih, pasangan kita datang nih!" Kenzi dan teman-temannya sudah berkumpul di club. Gabriel dan Chelsea bergabung dengan mereka. "Gab, bukannya lo nggak boleh datang kesini sama Om Revan? Kenapa lo malah kesini?" "Kenapa emangnya?" Tanya Daniel. "Persetan! Gue nggak peduli! Gue mau pesen minum dulu." Gabriel lalu pergi memesan minuman. Saat kembali, Gabriel membawa 5 botol minuman. Saat Daniel hendak mengambil satu botol, Gabriel mencegahnya, "Ini punya gue, lo pesen sendiri aja Dan." "Tapi ini banyak Gab, lo mau abisin semua sendirian?" "Iya." "Nggak Gab! Lo nggak boleh minum banyak. Satu botol aja udah cukup! Lo nggak inget Om Revan bilang apa? Kalo lo mabok, Om Revan pasti marah banget." Chelsea melarangnya. Gabriel menaikkan satu sudut bibirnya, "Apa lo pikir gue peduli? Malam ini gue mau bersenang-senang. Gue nggak mau siapapun ngelarang gue untuk bersenang-senang. Termasuk bokap gue atau kalian semua!" Melihat Gabriel yang seperti ini, membuat Kenzi tau apa yang sudah terjadi dengan sahabatnya itu. "Lo ada masalah apa lagi sama keluarga lo Gab?" "Ini pasti karena Renatta, iya kan?" Tanya Samuel. Gabriel tidak menjawabnya, dia menuangkan minuman ke dalam gelasnya lalu meminumnya. Semua teman-temannya hanya melihatnya. Sesekali mereka juga minum, tapi tidak banyak. Sampai Gabriel habis 3 botol minuman, Gabriel bahkan sudah sangat mabuk. "Gab, cukup! Mending kita pulang sekarang!" Ucap Chelsea seraya menyentuh tangan Gabriel. Gabriel menyentak tangan Chelsea dengan kasar, "Gue nggak mau pulang! Kalo lo mau pulang, lo pulang aja sendiri!" "Chelsea bener Gab! Lo udah mabuk banget!" Ucap Kenzi. "Gue nggak peduli!" Samudera dan Daniel hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Gabriel. Tidak biasanya Gabriel sefrustasi ini sampai minum hampir 5 botol anggur. "Gue butuh 1 botol lagi!" Gabriel meracau. "Nggak! Udah cukup lo minum sampe 5 botol Gab. Lo harus pulang sekarang!" Ucap Kenzi, dia tidak bisa membiarkan Gabriel terus berada disini. Bisa-bisa Gabriel mati karena terlalu banyak minum. "Kalian berdua, bantuin gue angkat Gabriel!" "Berat banget si lo Gab!" Keluh Daniel. Semua temannya lalu mengangkat tubuh Gabriel. Mereka membawanya ke mobil Gabriel. Kenzi yang menyetir mobil, sedangkan Chelsea menjaga Gabriel di jok belakang. Kenzi lalu mengantarkan Gabriel ke rumahnya. Setengah jam kemudian mereka sampai di rumah Gabriel! Kenzi lalu mengangkat kedua tubuh Gabriel dan membawanya ke rumah. Kenzi memencet bel rumah, tak lama seseorang membukakan pintu. Bukan Renatta, melainkan Revan yang membuka pintu. Melihat kondisi Revan yang mabuk berat, Revan mencoba untuk meredam emosinya. *******
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN