Terlihat Kurus

436 Kata
        Dewi ingat kalau cowok yang sedang menatapnya dengan senyum geli di hadapannya ini bernama Revo. Pemuda ini mengenalkan diri sebagai sahabat dari seseorang yang saat ini ingin sekali Dewi mutilasi hingga tubuhnya menjadi potongan-potongan kecil.         “Salah kelas?” tanya Revo masih dengan menahan gelinya.         Dewi memilih diam. Tidak menanggapi tapi tidak juga mengabaikan cowok itu karena ia memilih untuk menatap Revo lekat.         “Yang ngajar di sini Pak Gibran,” kata pemuda itu. “Rektorat kita kalo gue nggak salah ingat soal jabatannya dia.”         Maka bertambahlah kecemasan Dewi di dalam dadanya. Menggantikan Dewa saja sudah membuatnya keringat dingin sejak tadi, ditambah lagi menggantikan Dewa di kelas Pak Gibran. Meski terkenal bijaksana dalam setiap keputusannya dan cenderung ramah terhadap sapaan mahasiswa, tapi menyimpan ketegasan yang luar biasa dalam mata kuliahnya.         Pria tua yang masih memilih untuk mengemban satu mata kuliah di tengah kesibukannya sebagai rektorat tersebut bahkan bisa dikatakan killer untuk oleh hampir seluruh mahasiswa yang pernah belajar dengannya.         “Dilihat dari sudut mana pun.” Revo berkata lagi, “Pak Gibran nggak akan tertipu sama penampilan elo.”         Dewi meneliti penampilannya sendiri. sepasang converse putih membungkus telapak kakinya. Celana jeans hitam yang untungnya tidak robek di bagian lutut, menjadi penutup kaki jenjangnya yang ternyata tidak sejenjang yang ia kira. Karena dengan tinggi seratus enam puluh tiga koma lima, kemudian ia bulatkan menjadi seratus enam puluh lima tidak membantu sama sekali ketika Dewi harus berdiri di hadapan Dewa. Tetap saja ia mendongak dengan resiko leher keseleo untuk membalas tatapan elang cowok itu.         Pergerakan di dalam kelas tersebut terasa semakin cepat. Beberapa mahasiswa yang masih berdiri langsung kembali ke kursi dan duduk. Sebagian lagi terlihat langsung menyiapkan modul dan notulen. Dewi tidak sempat mencerna penyebabkan karena Revo sudah menariknya untuk duduk di kursi kosong di sebelah sahabat Dewa tersebut.         “Duduk di deket gue aja,” bisik Gio sambil menutupi kepala Dewi dengan kupluk yang ada di hoodie hitam yang tengah Dewi kenakan saat ini. “Biasanya Pak Gibran nggak ngabsen dengan manggil satu-satu.”         Dewi menarik turun sedikit lagi kupluknya, lalu membalas Revo dengan berbisik, “Kalo hari ini dia ngambil absen dengan manggilin nama mahasiswa satu-satu gimana?”         Revo menoleh ke arahnya. Seringai kecil terbit di ujung bibirnya. “Elo tamat.”         Dewi mengigit bibirnya tanpa sadar. Ia menatap ke depan takut-takut. Dan sialnya, Pak Gibran sedang menatapnya lurus.         “Mata gue nggak keliatan, kan?” tanya Dewi pelan.         “Enggak,” jawab Revo dengan suara yang sama pelan. “Tapi rahang bawah elo keliatan.”         Dewi kembali menggigit bibir. Bertepatan dengan itu, Pak Gibran menyapanya datar.         “Dewa, kau terlihat kurus.”         *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN