Haura memandangi Albie yang ada di hadapannya. Albie yang tentu mengetahui kalau Haura terus memandangi dirinya mencoba bersikap biasa saja. Dia bahkan memutuskan untuk terus berfokus pada makanannya.
Haura tersenyum, lalu dia pun langsung mengambil sendoknya dan menyendok nasi goreng milik Albie, “Bagi ya, Kak,” kata Haura.
Albie pun menganggukkan kepalanya.
Lalu, Haura pun tersenyum lagi dan memandangi Albie sambil tersenyum. Albie terlihat sangat cool dan sangat laki-laki.
“Jangan natap saya kayak gitu,” kata Albie.
“Emang kenapa, Kak?” tanya Haura.
“Saya nggak suka. Lebih baik kamu jaga pandangan,” kata Albie.
“Tapi aku suka, Kak,” kata Haura sambil nyengir lebar.
“Kemarin kerja kelompoknya di café?” tanya Albie mencoba mengalihkan perhatian.
Haura yang mendengar apa yang dikatakan oleh Albie pun langsung terkejut, pasalnya, Haura tidak tehu kalau Albie mengetahui mengenai ke mana dia pergi kemarin.
“Eh, anu, Kak …” kata Haura kelimpingan sendiri.
Melihat bagaimana Haura berbohong membuat Albie tersenyum miring, “Lain kali jangan berbohong,” kata Albie.
“Iyaaa …” kata Haura. “Aku nggak mau ikut rohis hari Selasa,” katanya.
“Kenapa?” tanya Albie.
“Jadwalnya baca Al-Quran, aku nggak lancar bacanya jadi aku nggak mau ikut lagi,” kata Haura.
“Ya kan belajar,” kata Albie.
“Iya, yang belajar aku doang, sisanya udah pada bagus bacaannya. Kan malu,” kata Haura.
“Nggak usah malulah, kan namanya juga belajar, mereka juga belum bagus-bagus banget kok bacanya, walaupun dilagu tapi makhraj sama tajwidnya masih banyak yang salah,” kata Albie mencoba membuat Haura tidak malu lagi.
“Me-re-ka. Aku kok mencium bau-bau kesombongan di situ ya?” kata Haura sambil terkekeh.
“Maksud saya bukan begitu. Saya pun termasuk,” kata Albie meralat ucapannya.
“Iya, iya aku tau …” kata Haura.
Tak lama kemudian, Indah pun kembali dengan pakaian yang lebih baik dibanding sebelumnya. Lebih bersih ketimbang sebelumnya.
“Eh, ada Bang Albie, maaf ya, ganggu,” kata Indah yang hendak pergi.
“Nggak usah pergi, saya udah selesai Duduk aja,” kata Albie yang langsung bangkit dengan membawa piring di tangannya.
Albie pun pergi, mata Haura pun tak lepas dari punggung Albie. Indah yang melihat bagaimana cara Haura menatap Albie hanya bisa menggelengkan kepalanya.
“Tatap terusss~” cibir Indah.
Haura pun langsung menoleh pada Indah dan langsung terkekeh, “Bahagia kali ya kalo gue jadi istrinya?” tanya Haura tiba-tiba.
“Astaga! Udah mikirin ke sana lo?” kata Indah.
“Yaaa … emang semua hubungan larinya ke sana kan?” tanya Haura.
“Tapikan kita masih SMA, masih jauh kali. Kecuali lo abis lulus mau langsung nikah sih,” kata Indah.
***
Setelah mendapatkan pencerahan dari Albie, akhirnya Haura pun kembali mengikuti kegiatan rohis. Dia pun sudah meminta sarah untuk memakaikannya kerudung yang dia bawa.
“Haura, besok kamu juga ngisi keputrian ya?” kata Samantha.
“Ngisi gimana maksudnya?” tanya Haura.
“Ya jadi pematerinya,” kata Samantha.
“Eh, enggak-enggak-enggak. Nggak mau,” kata Haura.
“Loh, kenapa, Ra?” tanya Sarah.
“Sar, aku aja baru banget masuk Rohis, masa iya disuruh jadi pemateri, mau ngomong apa aku di depan sana?” kata Haura.
“Kamu jangan khawatir, Ra, kan diajarin. Kita udah siapin materi, nanti dibantu jelasin sama Bu Lilis, nah kita cuma menyampaikan aja apa yang kita dengar dari Bu Lilis. Kamu bisa tanya-tanya juga, pokoknya selama dua hari, kita akan diajarin dulu sama Bu Lilis, jadi biar kita maju dengan persiapan. Power poinnya juga udah aku siapin,” kata Samantha sambil mengacungkan flashdisk.
Haura meringis dalam hati mendengar apa yang dituturkan oleh Samantha.
“Ta, lagian bagus loh, sekalian latihan bicara di depan biar gak gerogi kalau disuruh presentasi,” kata kakak kelas Haura yang lain.
“Iya, Ra. Bener banget,” kata Sarah.
“Kalau dia nggak mau jangan dipaksa,” kata Albie yang melihat apa yang terjadi.
Semua anggota rohis putri pun langsung menoleh pada Albie, Haura yang mendengar apa yang dikatakan oleh Albie pun langsung mengerucutkan bibirnya. Haura jadi merasa diremehkan, “Enggak kok. Siapa bilang aku nggak mau?” kata Haura.
***
Haura mencoba menghafalkan materi yang sudah di print. Dia benar-benar merasa bingung dan merasa takut tidak bisa mengatakan apapun selama di kelas nanti. Menjadi pemateri adalah sesuatu yang sangat di luar pikirannya.
“Lo lagi ngapain sih?” tanya Indah yang mendekati Haura.
“Ini lagi ngafalin materi buat keputrian,” kata Haura.
“Lo jadi pemateri?” tanya Indah.
Haura meringis dan menganggukkan kepalanya. Mengetahui hal tersebut, Indah pun langsung terkekeh begitu saja. Dia menertawakan Haura.
“Ngeselin banget si lo. Bukannya temennya dibantuin malah diketawain,” kata Haura.
“Ya kan gue udah bilang sama lo, cepat atau lambat lo bakal jadi pemateri,” kata Indah.
“Gue nggak siap. Gue cari Samantha ah, mau bilang mengundurkan diri,” kata Haura.
“Hahahaha, mau gue temenin gak?” tanya Indah.
“Gak usah, gue sendiri aja,” kata Haura.
“Oke,” jawab Indah.
Haura pun langsung pergi meninggalkan Indah dan langsung berjalan menuju kelas Samantha. Dia ingin mengatakan kepada Samantha kalau dia tidak ingin menjadi pemateri.
Sesampainya di depan kelas Indah, Haura pun melihat Albie yang keluar dari kelas tersebut juga. Haura pun merasa heran melihat Albie yang keluar dari kelas tersebut.
“Kak Albie!” panggil Albie.
Albie menghela nafas, dia sedang tidak mau melihat Haura namun semesta justru mempertemukan keduanya.
“Kenapa?” tanya Albie.
“Kak Albie, liat Samantha? Maksudku, Kak Samantha?” tanya Haura.
“Dia lagi nggak ada di kelas,” kata Albie.
“Duh, mati gue.” Rutuk Haura dalam hati.
“Ada apa?” tanya Albie.
Haura menatap Albie, dia memang tidak tahu apakah dengan dia mengatakan kalau dia mundur, albie akan mencarikan penggantinya menjadi pemateri keputrian untuk kelasnya atau tidak.
"Kenapa?" tanya Albie.
"Kak Albie, ... aku nggak mau jadi pengisi keputrian." kata Haura.
Albie masih diam, mencoba mendengarkan apa yang dikatakn oleh Haura.
"Alasannya?" tanya Albie.
"Aku nggak siap." jawab Haura.
"Kemarin kan udah latihan kan?" tanya Albie.
Haura pun menganggukkan kepalanya.
"Iya, tapi tetap aja, nggak berani. Ntar kalau di depan tiba-tiba gagap gimana? Aku juga nggak bisa kuasai materi. Please cariin pengganti buat aku ya?" kata Haura.
Albie menghela nafas, "Kamu harus belajar untuk bertanggung jawab, Ra."
"Tapi, Kak ..."
"Kamu pasti bisa." jawab Albie.
Haura pun mengerucutkan bibirnya, tau begitu dia tidak akan mengatakannya kepada Albie. Dia akan mengatakan kepdaa Samantha saja. Kalau dengan Samantha, dia tentu bisa mengancam Samantha dengan mudah.
“Nggak bisa, Kak Albie,” kata Haura sambil merajuk manja.
“Saya percaya kamu pasti bisa,” kata Albie. “Kamu hanya perlu menahan peserta keputrian di dalam ruangan sekitar setengah jam dengan memberikan hal-hal yang sangat bermanfaat juga menyenangkan. Nggak melulu soal kamu bicara di depan menyampaikan semua materi yang ada di kertas yang kamu bawa.”
***
Waktu keputrian pun datang, Haura pun tidak sepanik saat istirahat sebelumnya. Dia sudah sangat percaya diri dengan dirinya sendiri. Haura pun berajalan dengan laptop milik sekolah yang sudah dipinjamkan oleh anggota rohis yang lain.
Lalu sesampainya di dalam ruangan, Haura pun menyambungkan laptop itu ke infocus dan langung berdiri dengan percaya diri dengan dirinya.
Tangan Haura memang dingin, namun dia merasa bisa mengatasi hal itu.
“Assalamualaikum wa rahmatullahi wabarakatuh!” Haura mengawali kegiatan dengan mengucapkan salam.
“Waalaikumsalam wa rahmatullahi wa barakatuh,” jawab semua peserta keputrian.
Haura menyisir ruangan dan dia pun mendapati kakak kelas-kakak kelasnya yang memandang sinis kepada Haura. Haura tidak tahu apa yang menyebabkan tatapan sinis itu tertuju kepada dirinya mungkin karena dia anak baru atau adik kelas.
“Sebelumnya perkenalkan, nama saya Haura Mumtaaz Aqiela. Saya kelas sepuluh dan saya anak pindahan. Sebelum memasuki materi, saya akan jujur terlebih dahulu agar kalian tidak tambah sinis melihat saya,” kata Haura.
Suara anak-anak pun langsung gaduh setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Haura.
Haura tersenyum.
“Kalian terlihat tidak suka kepada saya karena apa? Karena saa cantik? Dekat dengan Kak Albie? Atau- …” kata Haura.
Samantha yang kebetulan lewat pun langsung melotot mendengar apa yang dikatakn oleh Haura. Suara begitu gaduh, dia pun langsung berniat untuk masuk ke dalam kelas yang diisi oleh Haura.
“Sok cantik, Anjir!” seru kakak kelas.
Haura tersenyum saja walau kesal setengah mati mendengarkan makian-makian dari kakak kelas-kakak kelasnya. Untuk yang seangkatan mereka hanya bisa duduk saja dengan berbisik-bisik.
“Tenang dulu! Dengarkan saya dulu sebentar ya. Saya akan memberikan klarifikasi di belakang. Namun, kalian perlu tahu ketika kalian membenci saya karena alasan yang tidak jelas, hati-hati takutnya di dalam diri kalian ada perasaan iri dan dengki sama saya. Sifat-sifat seperti itu tentulah tidak disukai Allah SWT,” kata Haura.
Semua pun kembali tenang. Samantha bergeming di pintu. Dia kini menatap peserta yang langsung diam dengan tatapan takjub. Haura terlihat sangat senang saat ini.
“Sikap iri atau dengki ini adalah salah satu penyakit hati yang membuat seseorang tidak tenang dalam menjalani hidup karena terus merasa tersaingi oleh kebahagiaan orang lain. Dan penyakit ini dapat mengarahkan seseorang untuk melakukan hal yang negatif,” kata Haura.
“Contohnya seperti tadi, kalian tidak suka sama saya mungkin karena saya cantik, mungkin karena saya bisa begini bisa begitu. Dan efeknya ya seperti tadi kalian menyoraki saya, mengatakan kata-kata yang tidak seharusnya diucapkan oleh seorang pelajar, hal itu tentulah perbuatan yang negatif.”
“Ah, sepertinya kalian akan mengantuk kalau saya ngomong terus. Lebih baik kita nonton tayangan ini dulu yuk. Biar kita semua lebih paham sama apa itu iri atau dengki yang sebelumnya saya sebut-sebut,” kata Haura.
Haura pun langsung menanyangkan sebuah video yang menerangkan apa itu sikap iri atau dengki beserta contohnya. Semuanya pun diam dan menonton video tersebut. Ini adalah kali pertama di sekolahnya kegiatan keputrian diisi dengan menggunakan video.
Haura pun duduk dan langsung mencari jam. Dia ingin mengukur waktu, dia harus tahu berapa menit lagi dia harus ada di depan sana.
Di pintu, Samantha yang melihat bagaimana Haura bisa membawakan materi dengan baik dan berinovasi dengan menggunakan video pun langsung tersenyum. Setidaknya, itu lebih baik ketimbang Haura hanya berbicara saja di depan.
Video pun sudah selesai di tayangkan. Lalu, Haura pun kembali maju ke depan dan langsung memberikan kesimpulan atas video yang sebelumnya sudah ditayangkan.
“Nah, kalian sudah menontonnya kan? Di sini saya tidak mau terlihat menggurui karena saya seperti kalian yang sama-sama belajar. Apabila ada yang salah dengan apa yang saya ucapkan kalian boleh meralatnya. Jadi, apa yang kalian dapat dari tayangan itu?” tanya Haura.
Tidak ada yang mengacungkan tangan. Itu artinya Haura harus menyiapkan plan selanjutnya agar teman-temannya tetap mau bertanya untuk mengulur waktu karena yang ada di Masjid belum keluar.
“Kalau kalian bertanya dan aktif, nanti saya tandai dan saya berikan nama-namanya kepada Bu Lis. Lumayan kan bisa jadi nilai tambahan untuk kalian juga?” kata Haura.
Haura hanya berbohong saja. Karena jelas Bu Lis tidak memintanya, namun kalau memang ada yang bertanya dan aktif setelah dia mengatakan hal tersebut, dia akan tetap menulis nama-namanya dan melaporkannya pada Bu Lis. Dan masalah diberikan nilai atau tidaknya, Haura akan menyerahkannya kepada Bu Lis. Karena dia tentu tidak bisa memaksa Bu Lis untuk mengikuti permainannya.
Haura tidak berharap banyak yang mengacungkan tangan namun ternyata saat dia bertanya ada sekitar sepuluh orang yang mengacungkan tangan.
“Iya, kakaknya dulu,” kata Haura sambil menunjuk kakak kelasnya.
“Iya, jadi tuh kita nggak boleh iris ama orang,” kata kakak kelasnya itu.
“Iya, betul sekali. Trus kamu, kamu!” kata Haura.
Sesi tanya jawab pun kini benar-benar terasa seru dan asyik. Haura bahkan bisa tertawa ketika ada yang mengucapkan hal-hal yang lucu. Keputtian kali itu membuat kesan tersendiri bagi Haura dan juga pesertanya karena jarang-jarang ada pemateri yang bisa mengobrol asyik dengan pesertanya.
Biasanya, peserta akan merasakan bosan karena yang diberikan hanya materi saja tidak pernah diberikan inovasi lain. Hanya materi dan power point seperti presentasi di kelas seperti biasanya.
Haura benar-benar membawa inovasi yang baru dalam kelas tersebut.
Haura menoleh ke pintu, “Udah keluar belum?” tanya Haura.
Samantha menganggukkan kepalanya, “Udah,” jawabnya,
Haura pun menganggukkan kepala. Lalu, Haura pun langsung menatap audiensnya lagi. Kali ini dia cukup puas, “Baik kakak-kakak dan teman-teman berhubung waktunya sudah habis dan saya juga bingung mau cerita apa lagi karena semuanya sudah saya jelaskan jadi kita akhiri saja semuanya ya? Kurang lebihnya saya mohon maaf wassalamualaikum wa rahmatullahi wabarakatuh,” kata Haura mengakhiri.
“Waalaikumsalam wa rahmatullahi wa barakatuh!” jawab semua orang.
“Eh, daftar hadirnya jangan dibawa!” kata Haura.
Beberapa orang pun menyerahkan daftar hadir. “Makasih ya?” kata Haura.
Tak lama kemudian ada beberapa kakak kelas Haura yang menghampiri Haura. Haura pun tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh kakak kelasnya tersebut.
“Ra, …” panggil salah satu kakak kelasnya itu.
“Iya, Kak?” tanya Haura.
“Kita minta maaf ya? Udah iri sama dengki sama kamu,” katanya. Teman-temannya yang lain pun menganggukkan kepalanya menyetujui.
Haura pun tersenyum dan mengangguk, “Iya, Kak. Nggakpapa. Aku maafin.”