Haura tidak memikirkan bagaimana nasibnya ke depan. Dia sudah menyetujui kalau dirinya masuk rohis lagi tanpa sadar. Bagi Haura, apapun akan dia lakukan asalkan dia bisa terhindar dari Richo. Membayangkan atau bahkan mendengar namanya saja membuat dirinya merasa pusing setengah mati.
“lh, kok ke kanan?” tanya Haura yang seakan lupa kalau Albie hanya mengetahui kalau Haura tinggal di dekat rumah Albie.
“Loh, kan kita pulang memang lewat sini,” kata Albie. “Rumahmu masih sama searah dengan saya kan?” tanya Albie.
Haura terdia. Dia jadi teringat kalau selama ini Albie hanya tahu kalau rumahnya berada di daerah Tangerang selatan seperti Albie.
Aduh, gue upa kalau Albie kan emang ngiraya gue serah sama dia. -batinnya.
“Rumah kamu sudah pindah?” tanya Albie.
“Eh, enggak, Kak. Bener lewat sini. Gue tadi cuma lupa jalan,” kata Haura berbohong.
Haura tidak mau membuat Albie mengetahahui kalau dirinya memanglah berbohong kepada Albie mengenai keberadaan rumahnya yang sebenarnya berlawanan arah dengan Albie.
Albie pun terus melanjutkan perjalanan.
“Kamu kenapa tadi minta pulang bareng saya?” tanya Albie.
“Emang kenapa kalau gue mau bareng sama lo?” tanya Haura.
“Aneh saja,” jawab Albie.
“Yang aneh mah kakak.” Celetuk Haura.
Sesampainya di tempat di mana Albie pernah menruunkan Haura, Albir pun menurunkan Haura di sana. Seketika Haura pun turun dari motor itu dan mengucapkan terima kasih meski perjalanannya pulang jadi lebih jauh.
“Terima kasih,” kata Haura.
Begitu-begiitu Haura tahu terima kasih. Jadi di pun langsung mengucapkan terima kasih kepada Albie.
“Sama-sama, besok jangan lupa datang rohis,” kata Albie.
“Kan gue udah bilang kalau gue nggak mau ikut ekskul rohis lagi,” kata Haura.
“Tadi, sebelum saya membonceng kamu ke sini saya udah katakan kalau kamu harus ikut ekskul rohis. Dan kamu sudah menyetujuinya. Kalau kamu mangkir itu artinya kamu ingkar janji,” kata Albie.
Haura pun mengerucutkan bibirnya. Benar-benar sial. Sudah dia jauh dari rumahnya, dia juga harus ikut ekskul rohis lagi. Benar-benar Haura yang malang.
Haura terdiam, lagi pula apa yang bisa sia katakan kepada Albie.
“Saya akan tetap menunggumu kembali ke rohis. Kalau begitu saya pulang dulu,” kata Albie.
Haura pun menganggukkan kepalanya. Kemudian, Albie pun langsung pergi begitu saja meninggalkan Haura.
Haura hanya bissa menghela nafas frustasi. Haura mengambil teleponnya lagi, untungnya saat di perjalanan Haura sudah sempat meminta kepada supirnya untuk menjemputnya di sana sehingga dia tidak perlu menunggu waktu yang lama lagi.
***
Keesokkan harinya, Haura un berpapasan dengan Richo pada saat dia baru datang ke sekolah. Jantung Haura berdegub dengan kecang, seketika dia langsung mengedarkan adanangannya ke segala arah. Dia ingin memastikan kalau di sana dirinya tidak sendirian.
Haura terlalu takut. Sehingga dengan melihat Richo saja dirinya sudah takut setengah mati.
Richo terus mendekat, jarak mereka semakin dekat. Lalu, Haura pun memilik membalik tubuhnya, namun di luar dugaan, Ridho justru berjalan melewatinya begitu saja.
Haura yang melihat pemandangan yang sangat langka itu langsung mengucek matanya seakan tidakpercaya dengan indra penglihatannya sendiri. Benar-benar tidak masuk akal menurutnya ketika melihat Richo yang bertemu dnegannya namun tidak menegur atau mengancam dirinya seperti biasanya.
“Eh, dia beneran Richo kan?” tanyanya pada dirinya sendiri.
Haura benar-benar merasa aneh sekali. “Kok aneh banget? Apa gue salah liat?” tanya Haura kepada dirinya sendiri.
Haura pun langsung mengamati sekeliling dan melihat ada satu siswa yang ada di sana.
“Do, itu tadi yang lewat Richo bukan ya?” tanya Haura yang tidak bisa membendung rasa penasarannya. Selama ini, Richo seperti itu sehingga dia merasa harus memastikannya.
“Iya tadi Bang Richo. Kenapa?” tanya Aldo. Siswa yang kebetulan adalah tema Haura di kelasnya.
“Nggakpapa. Gue cuma nanya aja. Tengkyu infonya ya,” kata Haura.
Haura pun kembali melanjutkan perjalanan dengan kepala yang dipenuhi dengan banyak pertanyaan.
“Ah, mungkin dia gak liat gue,” kata Haura yang mencoba berpositif thinking.
Lagi pula kalau memang Richo sebenanrya melihtanya namun tidak menyapanya, apakah Haura akan menanyakannya secara langsung? Tentulah tidak. Sia-sia saja menanyakan hal tersebut kepada Richo.
Lagian, seharusnya Haura merasa sangat senang karena tidak harus bertemu dengan masalah lagi. Kali ini terbebas, ntah besok dan seterusnya.
Haura pun langsung berjalan menuju kelasnya. Sesampainya di kelas Indah langsung menyambut kedatangan Haura dengan sangat heboh hingga Haura sebenarnya merasa sangat malu namun mau bagaimana lagi. Gila-gila begiu, Indah memang anak yang baik.
“Ra, Ra, Ra! Lo haurs tau gosip terbaru!” seru Indah.
Haura hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat Indah yang begitu terlihat antusias untuk menceritakannya.
“Ada apa deh?” tanya Haura.
“Gini, Ra. Ternyata nih ya Bang Albie sama kak Samantha nggak pacaran,” kata Indah.
Haura hanya bisa menggelengkan kepalanya. Menurut dirinya, itu bukanlah hal yang sangat menghebohkan. Hal itu adalah hal yang sebananrnya biasa saja. Sebab. Itu adalah rahasia umum. Dan Haur ajuga mengetahuinya. Kalau memang Samantha berpacran dengan Albie, Samantha tentulah sejak awal tidak akan merekomendasikan Albis sebagai penyelamatnya.
“Ahela … gue kira apaan. Itulmah gue juga tau kali. Nggak dikasih taau juga gue tau kalau itu.” Kata Haura.
“Ih … lo dengerin gue dulu. Gue tuh belum selesai bergosip.. masih ada lagi lanjutannya dan lo harus tau juga,” kata Indah.
“Apa?” tanya Haura yang sebenarnya malas mendengarkan gosip tersebut namun karena yang bercerita dalaah Indah jadi dia pun memutuskan untuk memasng telingnya baik-baik.
“Dia kayaknya punya pacar deh, Ra,” kata Indah.
“Bentar deh, dianya itu siapa?” tanya Haura.
“Ya Kak Smaanthalah, Haura … kan kita darii tadi lagi ngomongin dia,” kata Indah.
“Tapikan ngomongin Kak Albie juga,” kata Haura.
“Tetep aja tokoh utama yang gue maksud itu adalah Kak Samantha,” kata Indah.
“Yaudah-yaudah. Trus siapa yang jalan sama dia?” tanya Haura tak sabaran.
Dia jadi merasa sedikit tertarik dengan gosip yang Indah bawakan. Meski Haura belum lama tergabung dalam ekskul rohis namun dia cukup mengethaui bahwa dalam organisasi tersebut tidak ada yang boleh berpacaran. Karena menurut teman-temannya di ekskul tersebut, pembina, maupun pelatih mereka, pacaran hanya mendekatkan diri kepada zina.
Dalam islam ‘zina’ tentulah tidak dibenarkan.
“Nah, itu dia. Kita semua gak ada yang tau. Gue tau ini dari Amel. Amel yang pernah liat pada Kak Samantha dibonceng sama cowok. Tapi dia gak liat mukanya karena cowoknya pake helm dan dia liatnya cuma dari belakang saja.
“Oh gitu. Siapa ya kira-kira?” tanya Haura.
Indah hanya bisa menaikkan bahu dia sendiri pun tidak tahu mengenai hal tersebut karena bukan dirinya yang melihat ketika Samantha bersama pria itu.
“Oh, dia pake mtor gitu?” tanya Haura.
“Ra .. please deh, nalarnya dipake sedikit, kan gue udah nyebut helm nih, aturan di otak lu langsung bunyi clinggg … gitu dong. Lagian emang kalo naik mobil, supirnya harus pakai helm? Hahaha lucu banget lo,” kata Indah.
Indah tidak tertawa, dia justru sebal terhadap Haura.
Haura yang melihat bibir maju sahabatnya pun langsung terkekeh saja, “Iya .. iya …” kata Haura. “Tapi cowoknya pakai serangam apa gimana?” tanya Haura yang mulai larut dalam obrolan gosip.
Gosip atau Ghibah memanglah hal yang sangat membuat pertemaan semakin rapat dan renggang seketika.
Haura memang sudah diajarkan bahwa ghibah itu tidak baik namun dia bingung kalau tidak meng-gibah apa yang akan dia obrolkan dengan Indah. Dia tentu tidak mungkin mengobrolkan tentang pelajaran. Sebab, cukup di kelas ketika ada guru saja mereka membahasnya, di luar jam KBM jangan.
“Pake seragam SMA. Kayaknya si seragam anak sini,” kata Indah.
Haura jadi bertanya-tenaya mengenai siapa laki-laki tersebut namun dia tidak mau terlalu mengambil pusing soal hal tersebut.
“Padahal di rohis gak boleh pacaran kan? Kok dia gitu sih? Malah pacaran padahal anak rohis, hih,” kata Indah mencibir Samantha.
“Lo tau kalau merek beneran pacaran?” tanya Haura.
“Ya, enggak sih. Tapi kan kata anak-anak- …” kata Indah.
“Nah, selama kita gak punya bukti gak boleh begitu malih. Lagian anak rohis kan anak belasaan tahun juga sama kaya lo bukan malaikat jadi ya kalo mereka khilaf pacaran nggakpapa kali,” kata Haura.
“Buseh, bikin aturan sendiri lo, ngeri amat. Gue tanya pacaran itu boleh gak?” tanya Indah.
“Nggak boleh,” jawab Haura polos.
“Anak rohis ngomong begitu kan?” tanya Indah.
Haura pun menganggukkan kepalanya.
“Nah, jadi harusnya Kak Samantha yang anak rohis, terlebih ketua keputrian gak boleh dong pacaran kayak gitu?” tanya Indah.