#03 - Dunia dengan Makhluk Aneh

1128 Words
Beno merasa ada hal asing yang hidup di balik pintu kamarnya. Pintu terbuka. Sebuah sinar yang menyilaukan menerobos masuk dengan paksa ke mata Beno. Sesaat Beno tak dapat melihat apa-apa selain sinar putih menyilaukan itu. Tubuh Beno bagai melayang di ruang hampa. Ia kini seperti tak lagi memijak tanah. Entah beberapa detik waktu yang Beno lalui selama mengalami hal itu. Ia tak dapat berpikir untuk menghitungnya. Sampai akhirnya Beno merasakan kakinya memijak tanah kembali. Aroma pepohonan yang menyegarkan menyeruak hidungnya. Suara kicauan burung yang merdu menghampiri telinganya. Serta semilir angin menerpa wajahnya. Beno memicingkan mata perlahan sambil berusaha menyesuaikan sinar yang masuk. Namun detik berikutnya membuat Beno tercekat. Bukan ruang keluarga rumahnya yang dilihat. Tetapi sebuah tempat yang asing. Sangat asing dan penuh dengan makhluk aneh yang sedang menatapnya tajam.  Makhluk-makhluk itu belum pernah dilihatnya di dunia selama ini. Beno merasa seperti berada di dunia dalam film fantasi. "Apa ini mimpi?" gumam Beno. Cowok itu mencubit pelan pipinya, lalu lengannya. Tapi rasa sakit itu terasa sangat nyata. Beno yakin dia tidak sedang bermimpi. “Kalau sakit, berarti nyata, 'kan?” Beno bertanya pada dirinya sendiri. Cowok itu lalu kembali mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru di depan matanya. Makhluk-makhluk itu tampak cantik dan menggemaskan. Bunga-bunga langka yang indah. Serta pepohonan berbentuk jamur beraneka warna yang tampak tak nyata. “Ini gila!” desis Beno. Ia lalu memutar tubuh ke arah pintu tempatnya datang. Namun pintu itu terkunci rapat. Perlahan Beno mendorongnya, namun tak ada gerakan pintu yang dihasilkan. "Mungkin doronganku terlalu lemah," pikir Beno, dalam hati ia sedikit panik. Cowok itu lalu mendorong pintu tadi dengan sedikit lebih keras, tapi tetap saja pintu itu tidak bergerak barang satu senti-pun. Begitu juga saat ia mendorongnya dengan sekuat tenaga. Cukup lama Beno melakukan hal itu, hingga peluh membasahi keningnya. “Ini Aneh. Ini benar-benar gila!” rutuk Beno. Beno lalu mengambil ancang-ancang—bersiap untuk mendobrak pintu—sambil meyakinkan diri bahwa ia pasti bisa keluar dari tempat aneh ini, bagaimanapun caranya. Dengan sekuat tenaga, Beno melemparkan tubuhnya ke pintu. Dan hasilnya tetap sama seperti sebelumnya. Pintu itu sangat kokoh, dan terkunci sangat rapat. Beno frustasi. *** Cukup lama Beno terduduk di depan pintu yang mengantarkannya ke tempat aneh ini. setelah memutar otak dengan keras, Beno akhirnya menemukan sebuah ide yang menurutnya sangat brilian. Beno berjalan beberapa langkah ke depan, menghampiri sebongkah batu yang berwana hitam kecokelatan. Beno sangat yakin, idenya saat ini akan membuahkan hasil. Beno mengayunkan batu itu dengan sekuat tenaga ke arah gagang pintu. Berharap batu itu cukup kuat untuk melepaskan gagang pintu yang terkunci. Tepat sekitar lima sentimeter dari gagang pintu, ayunan itu terhenti. Ada sebuah tangan yang mencekal tangan Beno itu. Tangan dengan bulu berwarna hitam dan cakar yang lumayan tajam. Beno memperhatikan dengan saksama. Sejak kapan cakar itu ada di sana? Apakah mungkin sebongkah batu memiliki tangan? Beno meneliti tangan itu, lalu merabanya dengan perlahan. “Apa yang kamu lakukan?” Sebuah bentakan membuat Beno tersentak. Kini sosok dari sang pemilik cakar terlihat. Rupanya pemilik cakar itu bisa menghilang. Beno bergidik ngeri saat menyadari siapa pemilik cakar itu. Sebuah sosok tinggi besar berwarna hitam—mirip seperti gorilla—dengan kepala yang menyerupai burung elang, namun di punggungnya terdapat sayap berwarna biru indah. Sayap indah itu sangat tidak cocok dengan sosok menyeramkannya. “Aku tanya, apa yang akan kamu lakukan dengannya?!” suara dari makhluk itu makin nyaring. Sepertinya ia kesal karena Beno tak menjawab pertanyaan sebelumnya. Beno memerhatikan sekelilingnya, berharap ada jalan untuk melarikan diri jika makhluk di depannya ini mengamuk. Tapi hal yang dilihatnya malah semakin membuat gugup. Semua mata makhluk yang ada di tempat itu sedang menatap ke arahnya! “Heh, jawab!” Makhluk itu membentak Beno sekali lagi. Sepertinya ia benar-benar marah saat ini. “A… aku… mau buka pintu itu dengan ini.” Beno mengacungkan kayu itu dengan wajah polosnya. Semua makhluk di tempat itu membulatkan matanya. Mereka tampak terkejut dengan jawaban Beno. “Apa kau bilang? Kau mau membunuhnya?” Makhluk besar itu tampak berang. “Kawan-kawan, kita harus menghabisinya! Jika tidak ia pasti akan membuat kerusakan di tempat ini!” teriak makhluk itu dengan nyaring. Seolah mendengar perintah dari pimpinan mereka, makhluk-makhluk di tempat itu mendekat ke arah Beno. Makhluk yang sebelumnya tampak menggemaskan, kini tampak sangat mengerikan dengan cakar dan taring yang muncul entah darimana. Beno semakin ketakutan. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Apa yang sudah aku lakukan? Membunuh siapa? Kekacauan apa? Apa yang membuat mereka marah? Beribu pertanyaan terlintas di benak Beno begitu saja. Ia benar-benar tak mengerti situasi apa yang tengah dihadapinya. Yang ia tahu saat ini dirinya tengah berada di tempat antah berantah seperti dunia fantasi, lalu dituduh sebagai pembuat kekacauan. Sedangkan ia tidak tahu bagaimana caranya bisa berada di tempat aneh ini. "Apa mungkin ini hukuman karena ia mengabaikan Anis? Siapapun, tolong! Aku besok ada simulasi UN!" pekik Beno dalam hati. “Tung… tunggu!” ucap Beno sambil gemetar. Suasana saat ini benar-benar menegangkan. Nyawa Beno bagaikan di ujung tanduk. "Harus bicara… harus bicara…"pikir Beno. “Aku tak bermaksud membuat kekacauan. Aku juga tidak tahu siapa yang akan kubunuh seperti yang kalian maksud.” Beno mencoba menjelaskan posisinya yang tidak mengetahui maksud dari makhluk-makhluk itu. “Tidak tahu, kau bilang? Kau baru saja hampir membunuh Jona!” teriak makhluk seperti gorilla bersayap biru itu. Beno semakin bingung. “Si… siapa Jona?” Beno terbata—menahan rasa takut dan gemetarnya. “Jona itu yang kau pegang! Jona adalah kura-kura yang kau pegang itu. Jangan berlagak tidak tahu.” Kali ini makhluk menyerupai burung berwarna kemerahan yang menjawab dengan ketus. Beno memperhatikan batu yang ada di tangannya. Sebuah kepala muncul dari sana, disertai dengan sepasang tangan dan kaki. Benar! Rupanya makhluk yang ada dalam genggaman Beno saat ini adalah kura-kura. Beno terkejut ketika makhluk itu menggeliat. Ada sensasi geli dan rasa ngeri di sana. Tanpa sengaja Beno menjatuhkan kura-kura itu. Hawa dingin langsung menyelusup di belakang leher Beno. Beno menengadahkan wajahnya, menatap makhluk-makhluk yang tadi berkerumunan di depannya. Ia merasakan nyawanya semakin terancam saat makhluk-makhluk itu semakin mendekatkan cakar mereka ke arahnya. Dalam hati ia berharap agar ada seseorang yang menolong, dan mengeluarkannya dari situasi mengerikan ini. Kemudian mengirim ia kembali ke kamarnya. Harapan Beno terkabul! Tepat saat cakar-cakar itu nyaris menyentuh kulit leher Beno, Seseorang berdiri di depan Beno. Sosok itu menghalangi cakar-cakar makhluk menyeramkan itu menembus kulit lehernya. Dari belakangnya Beno dapat melihat rambut merahnya yang panjang tertiup angin kecil yang berhembus. Pakaiannya yang berwarna merah menyerupai pakaian seorang kesatria di film-film action fantasi. Tingginya hanya sedikit lebih pendek jika dibandingkan dengan Beno. Namun tubuhnya tampak sangat kuat dan kokoh. Saat itu Beno sangat berterima kasih pada sosok berambut merah. Beno yakin, sosok itu memiliki hati yang baik dan penampilan yang rupawan, mirip dengan karakter pahlawan di film animasi fantasi biasanya. Malah mungkin sosok itu adalah sang pelindung yang akan mengantarkannya keluar dari tempat ini. “Apa yang terjadi?” tanya sosok berambut merah itu. ##### Halo, readers! Cici di sini~ Aku harap kalian bisa menikmati ceritaku ini. Semoga kalian merasa senang dan bahagia saat membaca cerita petualangan Beno. Follow ig-ku juga agar kita bisa lebih dekat, ehehehe :) Salam cinta, Cici R  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD