#04 - Gadis Berambut Aneh

650 Words
Harapan Beno terkabul! Tepat saat cakar-cakar itu nyaris menyentuh kulit leher Beno, seseorang berdiri di depannya. Sosok itu menjadi penghalang cakar-cakar makhluk menyeramkan yang hampir menembus kulit leher cowok itu. Dari belakang sosok itu, Beno dapat melihat rambut merah panjangnya tertiup angin yang berhembus kecil. Pakaiannya yang berwarna hitam berpadu merah menyerupai pakaian seorang kesatria di film-film action fantasi. Tingginya hanya sedikit lebih pendek jika dibandingkan dengan Beno. Namun tubuhnya tampak sangat kuat dan kokoh. Saat itu dengan sepenuh hati, Beno sangat berterima kasih pada sosok Sang Penyelamat berambut merah itu. Beno yakin, Sang Penyelamat itu memiliki hati yang baik dan penampilan yang rupawan, mirip dengan karakter pahlawan di film superhero biasanya. Malah mungkin sosok itu adalah Sang Pelindung yang dikirim tuhan dan akan mengantarkan Beno keluar dari tempat aneh ini. “Apa yang terjadi?” Sosok berambut merah itu bertanya pada makhluk yang tadi hendak menyerang Beno, sambil membelakangi cowok itu. Beno menelan ludahnya. Ia berusaha mengusir sedikit rasa takut di hati. Saat ini ia sedikit merasa lega karena sosok berambut merah itu tampak berada di pihaknya. “Me… mereka menyerangku!” tuding Beno ke arah Gorilla bersayap biru. Beno sebenarnya sadar, bahwa Sang Penyelamat bukan bertanya padanya. Hanya saja, cowok itu merasa harus menjelaskan lebih dulu, sebelum makhluk-makhluk aneh itu yang memberikan penjelasan pada Sang Penyelamat. Yang mungkin saja akan membuat Sang Penyelamat berpindah pihak jika mendengar penjelasan para makhluk aneh itu terlebih dahulu. Mata Gorilla bersayap biru itu membulat. Ia terkejut dengan tudingan yang diberikan oleh Beno. “Ti… tidak Nona. Kami tidak mungkin menyerang, jika dia tidak membuat kekacauan lebih dulu.” Terlihat jelas bahwa Gorila itu merasa takut saat berhadapan dengan sosok berambut merah di depan Beno. Mengetahui hal ini, Beno merasa berada di atas angin. Beno beranggapan bahwa posisinya sudah lebih aman karena Sang Penyelamat merupakan orang yang ditakuti oleh para makhluk aneh itu. “Cih! Sekarang dia menyalahkanku karena berbuat kekacauan? Padahal aku hanya tidak sengaja menyentuh kura-kura batu itu. Eh… tapi tunggu! Tadi dia bilang Nona? Dia memanggil Si Rambut Merah ini Nona?” batin Beno. Cowok itu mengerutkan keningnya. Ia sedikit terganggu dengan sapaan Nona yang dilontarkan Gorilla itu. “Apakah dia seorang perempuan?” gumam Beno sambil mencondongkan tubuhnya ke samping, mencari celah agar dapat mengintip wajah Sang Penyelamat dengan rambut merah itu. “Apa kau bilang! Dia membuat kekacauan?” suara Si Rambut Merah meninggi. “Eh… bener! Suaranya perempuan!” pekik Beno tanpa sadar. Si Rambut Merah lalu menolehkan kepalanya ke arah Beno. Hal ini langsung membuat Beno terperanjat sambil terkagum-kagum. Benar! Dia adalah seorang perempuan. Kini Si Rambut Merah itu menatap Beno dengan tajam melalui mata hitam pekatnya, yang seolah mampu menghisap siapa saja untuk masuk ke dalamnya. Beno menjadi gelagapan saat menatap mata itu. “Y-ya?” tanya Beno dengan ekspresi bodoh. Ia tak sempat menyimak percakapan Si Rambut Merah dengan para makhluk aneh itu karena terlalu sibuk meneliti gender Si Rambut Merah. “Kata mereka, kau yang membuat kekacauan lebih dulu?” Si Rambut Merah bertanya pada Beno sambil menyipitkan matanya. Gadis berambut merah itu menyelidiki Beno dari atas kepala hingga ujung kaki. “A… aku tidak bermaksud begitu. A… aku hanya ingin mencari jalan untuk keluar dari tempat ini.” Beno berusaha menjelaskan alasannya dengan terbata-bata. “s**l! Aku terlalu gugup saat ini,” batin Beno. “Dari mana asalmu?” Kali ini Si Rambut Merah menatap Beno penuh curiga. Gadis itu melangkahkan kaki mendekati Beno. Kini ia sudah berdiri berhadapan dengan cowok itu. Jarak di antara Gadis berambut merah dan Beno hanya tertinggal beberapa langkah saja. Beno melirik ke arah tangan kanan gadis itu, ia sudah memegang bagian gagang pedang yang tersampir di pinggangnya. Gagang pedang itu tampak kokoh dan anggun dengan surai berwarna emasnya. Beno mundur perlahan, ia mencoba mengambil jarak untuk berjaga-jaga jika sewaktu-waktu gadis berambut merah itu menarik pedang dan mengacungkan ke leher Beno. “Kenapa kau mundur?” tanya gadis berambut merah itu. “Jawab!” bentaknya kemudian, karena merasa tak kunjung mendapat jawaban dari mulut Beno. “Jawab selagi Nona bertanya dengan tangan kosong!” Si Gorilla ikut membentak. Nyali Beno seketika menciut. Sang Penyelamat jekas-jelas sudah berpindah pihak. Bahkan mungkin sedari awal gadis berambut merah itu bukanlah orang yang akan menyelamatkannya. Beno kini benar-benar merasa sendiri, tanpa seorang pun yang membelanya. “Oh! Atau jangan-jangan kamu adalah mata-mata dari Kerajaan Vordeen?” Si Rambut Merah semakin mendekat ke arah Beno tanpa melepaskan tangan dari gagang pedangnya. “Vordeen? Siapa lagi itu?” pekik Beno dalam hati. Gadis berambut merah itu melangkah semakin mendekat ke arah Beno yang terus melangkah mundur. Kini jarak mereka hanya tersisa sekitar dua langkah saja. “Bu.. Bukan! Aku bukan mata-mata!” teriak Beno spontan. Cowok itu tidak tahu lagi bagaimana cara untuk menjelaskan hal yang dialaminya. Jangankan untuk menjelaskan pada orang lain, dirinya saja masih belum bisa mencerna kejadian tak masuk akal yang menyebabkannya bisa sampai di tempat aneh ini. “Heh! Mana mungkin mata-mata mengaku. Ya sudah! Jika dengan cara baik-baik tidak dapat terselesaikan, maka biarkan pedang kesayanganku ini yang menyelesaikannya.” Si gadis berambut merah lalu menarik pedangnya dengan gagah. Ia lalu menghunuskan pedang ke arah leher Beno yang tak siap. “Kau mau bicara jujur atau pedangku ini yang akan memaksamu bicara di akhir napasmu?” “Aku bukan mata-mata. Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa ada di sini.” Beno frustrasi. Ia sangat yakin bahwa gadis itu tidak mungkin memercayai kata-katanya tersebut. Oleh karena itu, Beno langsung melirik sekitarnya dengan cepat, mencari ruang kosong agar bisa melarikan diri dari cengkeraman si gadis berambut merah dan para makhluk aneh yang menyeramkan itu. Gadis berambut merah itu kemudian mengangkat pedangnya. Ia lalu bersiap untuk menyarangkan pedang tersebut ke leher Beno. Tanpa pikir panjang Beno langsung mengambil ancang-ancang untuk mundur. Tepat saat gadis itu mengayunkan pedangnya dengan secepat kilat, dengan kecepatan yang hampir sama juga Beno mengelak. Beno kemudian berlari menjauh dari gadis berambut merah yang tampak terkejut karena ayunan pedangnya tak mengenai sasaran. “Wah! Keren juga aku! Bisa mengelak dari serangan ganas gadis gila itu,” gumam Beno—yang terkagum-kagum dengan kemampuan mengelak dan kegesitannya dalam menghindari serangan pedang si gadis berambut merah—sambil terus berlari menjauh dari tempat kejadian. “s**l!” Si gadis berambut merah menggerutu kesal, “baru kali ini ada yang bisa mengelak dari ayunan pedangku.” Gadis berambut merah kemudian bersiul panjang, seperti memberikan sebuah kode pada seseorang. Beberapa detik setelah siulan panjang itu berakhir, muncul seekor burung raksasa dengan bulu berwarna biru kehitam-hitaman, senada dengan warna langit saat itu yang tertutup awan mendung. “Garuda, sekarang waktunya berburu,” bisiknya pada Garuda—burung raksasa yang baru saja dipanggilnya dengan siulan panjang—saat burung itu mendarat di depan gadis berambut merah. Dengan sigap gadis itu naik ke atas punggung Si Garuda. Ia lalu memberi isyarat kepada Gorilla bersayap biru dan Elang berkepala naga serta pasukannya untuk segera mengejar Beno. Mereka melesat cepat dan menghilang di antara awan-awan pada detik berikutnya. Beno terus mempercepat larinya menerobos hutan yang penuh dengan pepohonan rimbun. Ia harus berlari sambil mencari perlindungan di antara pepohonan rimbun, jika tidak ingin terlihat oleh gadis berambut merah dan pasukannya—yang sedang terbang untuk mengejar Beno. Dengan penuh cekatan dan waspada, Beno melewati beberapa semak berduri sambil terus melihat ke sekelilingnya—berjaga-jaga jika ada pasukan yang mengejar di belakang tak jauh darinya. Lengan baju dan celana Beno yang sobek akibat tersangkut dahan dan duri semak belukar tak lagi dihiraukannya. Begitu juga dengan rasa perih pada kaki dan tangannya akibat luka terkena goresan dan potongan dahan tanaman berduri di sana. #####
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD