part 3

1232 Words
"mantan istri lo kembali rei " itu lah satu ucapan dari temannya, dokter dirga yang membuat jantung reihan berhenti berdegup seketika. wanita yang selama 3 tahun ini hilang seperti di telan bumi, wanita yang membuat 3 tahunnya berantakan, dan kini dia kembali. "dia..di-mana ga?" "di rumah sakit lah, hari ini hari pertamanya kerja, lo gak mau ketemu dia bro?" reihan diam cukup lama, pikirannya melayang memikirkan bagaimana kalau ia nantinya menemui alena. "rei? bro? lo masih di situ kan rei?" reihan tersadar dari lamunannya . "thanks ga, entar gue maen-maen deh ke rumah sakit tempat lo" terdengar kekehan kecil di seberang sana. "modus lo, bilang aja mau ketemu mantan istri, jangan jadiin gue kambing hitam biar lo bisa ketemu sama alena ya! gue udah tau" reihan juga ikut terkekeh mendengar celotehan sahabat nya , dokter dirga. ** alena berjalan di koridor rumah sakit, kerjanya sudah selesai dan waktunya untuk dia pulang. sebelum pulang, alena keruangan kepala rumah sakit terlebih dahulu untuk menemui om nya. ya , kepala rumah sakit ini om nya sendiri, adik papa nya, Guntur gamsar prasetya. sebelum masuk ke ruangan omnya, alena menyapa salah satu suster yang menjaga meja depan ruangan omnya itu . "hai mbak manda, om ada kan mbak?" tanya alena kepada amanda, sekretaris guntur. "ada dok, dokter guntur di dalam ruangannya" jawab amanda dengan senyumannya. alena lalu pamit untuk keruangan guntur. tok .. tok.. tok.. "masuk"  terdengar suara dari dalam ruangan. alena membuka pintu perlahan, dan menyembulkan kepalanya di celah pintu untuk melihat ke dalam ruangan. terlihat guntur sedang berbincang dengan seseorang yang membelakangi alena, alena tidak tahu siapa itu tapi menurutnya pasti pria yang sedang membelakanginya adalah tamu penting guntur. "ekhm aku ganggu enggak om ?" tanya alena , masih dengan kepalanya nyembul di celah pintu. "masuk aja enggak apa-apa len" kata guntur. lalu orang yang sedang berbicara dengan guntur menoleh untuk memandang alena. pria itu tersenyum  "masuk saja tidak apa-apa dokter, saya cuma ngobrol biasa sama dokter guntur" katanya sambil masih tersenyum. alena tersenyum canggung dan mulai memasuki ruangan itu, menghampiri guntur dan berbisik . "om jadi kan mau anterin alena pulang?"  "jadi lah, ayo sekarang mau pulangnya?" tanya guntur. sang pria yang menatap ke arah guntur dan alena bergantian sedikit bingung. guntur menyadari ke bingungan pria di depannya itu. "len, kenalin ini sahabat om, namanya dokter adimas" guntur mulai memperkenalkan mereka berdua. alena memandang adimas dan begitu juga dengan adimas. "dan ini alena , ponakan gue mas" kata guntur kemudian. adimas masih menatap alena, diam cukup lama dan pada ahirnya dia tersadar sendiri. "ehh hai alena, saya adimas sahabatnya guntur" katanya kemudian. alena tersenyum, senyuman yang paling indah yang pernah adimas lihat , menurutnya. "saya alena , ermm .. mau manggil om apa dokter nih?" tanya alena kemudian ke adimas. "apa saja asal jangan om , saya belum setua om kamu " kata adimas mulai berjenaka. alena terkekeh , dan menatap guntur. "enak aja lo, dia manggil om karna bapaknya kebetulan abang gue, dulu juga gue pernah marahin nih anak jangan manggil om, tapi dia nya gak mau" guntur mengomel. alena dan adimas yang mendengar cuma terkekeh geli. sambil terkekeh , adimas mencuri pandang menatap alena yang juga tertawa geli. "manis" batin adimas. *** alena sedang makan malam bersama faby di meja makan rumah nya. terdengar dentingan sesekali dari piring dan sendok yang beradu. "kerjaan lo gimana len?" tanya faby pada ahirnya setelah mengunyah makanan terahir di dalam mulutnya. "oke aja fab, hari pertama gak banyak kerjaan" alena menjawab dengan mulut penuh. faby geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya itu. "habisin dulu yang di mulut lo baru ngomong" katanya memperingati. alena menjulurkan lidah nya di sela-sela kunyahannya. "lo yang ngajak bicara" kata alena santai masih mengunyah dengan mulut penuh makanan. setelah selesai makan, mereka menuju ruang tengah untuk menonton TV. malam ini iqbal tidak menginap, jadi tinggallah mereka berdua saja di rumah yang terbilang cukup luas itu. "eh len, gue mau bilang aja nih" "silahkan"  kata alena cuek bebek. faby mendengus geram, tapi dia tetap melanjutkan bicaranya. "gue sering bawa cowok gue nginep di sini " alena masih diam dan matanya tetap fokus ke televisi di hadapannya. faby memperhatikan alena, alena terlihat biasa-biasa saja. "lo gak keberatan kan len?" tanya faby lagi. "enggak lah, rumah ini kan rumah kita, yang arti nya kita bebas ngapain aja fab, jadi gue gak masalah sama sekali"  kata alena santai. faby bernafas lega , fikirnya alena akan menceramahinya, tapi fikirannya meleset jauh, alena malah santai dan bersikap biasa saja, setidaknya 1 beban dalam hati faby sudah ringan. *** pagi ini alena berjalan setengah berlari di koridor rumah sakit . dari tadi dia di kejar seseorang yang cukup dia kenal dan sangat ingin dia hindari saat ini. dokter dirga sedang mengejarnya,  siapa dokter dirga? dirga adalah sahabat mantan suaminya, mantan pacarnya waktu dulu dan juga pria yang sangat dekat dengan orang-orang di sekitarnya, jadi alasan kali ini alena menghindar adalah karna tidak ingin menemui dirga untuk waktu terdekat ini, sementara fikirnya. konyol memang, tapi itu lah prinsip hidupnya sekarang, karna tidak mau ada hubungan apa-apa lagi dengan reihan dan orang- orang di sekitarnya. memang tidak yakin sampai kapan prinsip itu bertahan tapi apa salahnya mempertahankan prinsip untuk kesehatan hatinya kan ? alena terus berjalan cepat, sesekali koas , dokter atau suster yang kebetulan berjalan di sekitar koridor  menyapa , alena cuma membalas dengan tersenyum atau sekedar mengangguk tapi tetap melangkahkan laju kaki  nya. "dokter alena!! kenapa jalannya cepet banget sih dok?" dirga memanggil jauh di belakang alena. alena tetap mengabaikan suara dirga, dia ingin cepat-cepat sampai di ruangannya. "dokter alena!!" suara itu semakin mendekat, dan alena masih dengan langkah lajunya. grep! jas putihnya di tarik dari belakang. "sial" alena mengupat dengan sangat pelan lalu membalikkan badannya menatap sang pemilik tangan yg menarik jas putih miliknya. "ck ck ck dokter pura-pura gak dengar saya manggil ternyata" dirga melihat raut masam di wajah alena.  "dokter dirga mau apa?" tanya alena ketus. hatinya jengkel sama dokter satu ini, karna seakan dirga tidak peka kalau alena sangat ingin menghindarinya. "cuma mau menyampaikan salam" dirga bersedekap di depan alena, sangat santai. "terus?" "katanya kangen" "bukan urusan saya!" alena masih ketus, dan dia tau siapa orang yang di maksut dirga. "saya cuma menyampaikan" dirga berbicara masih tetap tenang dan membuat alena semakin jengkel. "saya tidak perlu salamnya" "kalau begitu kamu beruntung karna mungkin nanti dia akan datang menemui kamu" degg!! tiba-tiba jantung alena memompa sedikit laju, bingung. kenapa dirinya begitu ? harapan apa lagi yang dia butuhkan dari laki-laki yang sudah membuat jalan hidupnya berubah berantakan? "untuk apa lagi?" kali ini suaranya sangat pelan dan lirih, hampir tidak bisa di dengar oleh dirga sendiri. dirga menyadari perubahan itu, lelaki itu tersenyum melihat wanita di depannya ini, wanita yang selama hilangnya membuat sahabatnya hampir gila, juga membuat dirinya merindu. dirga mengakui ini bukan salah alena, wanita ini menghindar untuk menyelamatkan hatinya, dan menurutnya alena tidak salah, yang salah di sini sahabat bodohnya itu sendiri, lelaki keras kepala itu baru sadar akan cintanya dengan wanita ini setelah wanita ini pergi jauh dari hidupnya. dirga tersenyum lagi, mendung di muka alena belum juga hilang, entah kenapa wajah mendung itu sangat menggemaskan menurutnya. "temui dia dan kamu akan tau perasaanmu dengannya seperti apa nantinya" dirga berbicara layaknya kakak yang sedang menasehati adiknya. "untuk apa ga? sedangkan kamu sendiri tau apa yang terjadi 4 tahun lalu di depan mata kamu sangat membekas di fikiran aku sampai hari ini" sayu dan lirih suaranya. hati dirga terenyuh mendengar suara sayu dari alena, wanita itu sangat tabah 4 tahun yang lalu , wanita di depannya ini selalu menahan hati nya untuk reihan, berusaha untuk tetap terlihat seakan tidak terjadi apa-apa . dirga sendiri menyaksikan kehidupan rumah tangga alena dan reihan 4 tahun yang lalu, dan secara tidak langsung terkadang dirga ikut masuk dalam kisah mereka. apa yang terjadi 4 tahun yang lalu pastilah hal yang membuat alena pergi jauh dari kehidupan reihan dan orang-orang sekelilingnya, sakit yang alena rasa tidak sebanding dengan sakit yang reihan rasa selama 3 tahun kehilangan alena, jadi bukan salah wanita di depannya ini memilih kabur. to be continue
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD