Chapter 3

1117 Words
Elsa membulatkan matanya ketika mendapatkan pesan itu, ia melirik ke lelaki tampan yang ternyata sekarang tengah memandangi pesan di ponsel Elsa. Dengan gerakan cepat, Elsa segera mengambil ponselnya dari tangan lelaki itu. Gerakannya sepertinya membuat lelaki itu terkejut dan menoleh ke arah Elsa. “Ini HPnya, Kak. Makasih banyak, ya..” ucap Elsa seraya menyerahkan ponsel miliki lelaki itu. Lelaki itu hanya menganggukkan kepalanya singkat seraya mengambil ponsel dari tangan Elsa kemudian kembali fokus menatap layar lebar. Entah sudah sampai dimana jalan cerita film itu. Elsa tidak memperhatikannya sama sekali. Setelah ponselnya itu berada di tangannya, Elsa memilih untuk membalas pesan Yuda terlebih dahulu. Setelah itu ia membuka aplikasi note tempatnya biasa mencatat banyak hal. Dirinya mengetikkan nama tokoh yang ia ingat dari film itu dan menuliskan beberapa adegan yang sempat diperhatikannya. Meski sudah tertinggal setengah film, setidaknya Elsa dapat menangkap hal penting dari film itu. Disaat film hampir berakhir, Elsa sempat melirik ke arah lelaki itu yang begitu fokus menatap laya lebar. Sejak Elsa mengembalikan ponsel lelaki itu, lelaki itu tidak pernah lagi memainkan ponselnya hingga film berakhir. Ketika film telah berakhir, Elsa harus menunggu hingga semua orang keluar dari bioskop juga menunggu agar deretan kursinya sepi. Itu semata-mata karena ia masih merasa malu mengingat dirinya tadi keluar untuk ke toilet dan kembali lagi saat ponselnya hilang. Dia sudah cukup mengganggu ketenangan para penonton karena kepanikannya itu jadi tergesa-gesa melangkah melewati para penonton yang duduk dan tengah menikmati film. Hingga bioskop cukup sepi, lelaki di sebelahnya tidak juga kunjung berdiri. Hal itu menyebabkan Elsa tidak bisa beranjak dari tempatnya. Ia memilih untuk menunggu lelaki itu keluar terlebih dahulu. Sambil menunggu, Elsa pun memainkan ponselnya dan memberikan pesan kepada Santi bahwa filmnya sudah selesai. Sekarang ia akan menuju rumah gadis itu untuk membantu Santi mengerjakan tugas resensinya. Jika Elsa menonton film yang harusnya dilakukan oleh Santi, maka gadis itu justru sedang tertidur di rumah sekarang. Santi sangat sibuk akhir-akhir ini jadi ia sering kekurangan jam tidur siang. Dirinya selalu pulang sore menjelang malam. Jadi ketika hari ini ia pulang jam tiga sore dan harus pergi menonton film, tugas itu dilimpahkan kepada Elsa. Setelah beberapa menit akhirnya lelaki itu berdiri dan melangkah keluar bioskop. Dari belakang saja, Elsa dapat menilai bahwa lelaki itu sangat tampan. ‘Pelukable parah.’  batinnya dalam hati menatap bahu lebar lelaki itu. Berhubung Elsa tidak memiliki niat untuk berjalan-jalan di mall, ditambah ia harus segera kembali ke rumah Santi agar bisa memulai les privat lebih cepat maka dirinya langsung melangkah menuju parkiran di basement. Anehnya adalah, lelaki tampan itu juga melangkah menuju arah yang sama dengannya. Elsa berjalan dengan pelan di belakang lelaki itu. Ia berniat ke parkiran motor namun rupanya lelaki itu juga melakukan hal yang sama. Elsa hanya berpikir mungkin lelaki itu juga akan langsung pulang seperti dirinya dan ia mengendarai motor. Itu sebabnya lelaki itu juga melangkah menuju parkiran motor. Elsa merasa sedikit tercengan karena rupanya motor lelaki itu berada di belakang motor milik Santi. Tadi parkiran cukup penuh ketika Elsa sampai sehingga ia parkir di tempat yang agak tersudut dan tidak terlihat oleh security. Sayangnya motor Santi terhimpit oleh begitu banyak motor sehingga sulit untuk keluar. Motor lelaki itu tidak berada percis di belakang motor Santi, ,melainkan di sebelah motor yang berada di belakang motor Santi. Ketika hendak memakai helmnya, lelaki itu terlihat terkejut menatap Elsa yang berada di belakangnya. “Ngikutin gue?” tanyanya penuh selidik disertai tatapan dingin. Elsa sedikit terpana dengan wajah tampan lelaki itu. Disini ia dapat melihat dengan jelas betapa tampannya lelaki itu. Pandangan matanya tajam dan dingin namun begitu memikat. Ia memegang helm di depannya dan menatap Elsa seolah menanti jawaban. “Enggak, Kak. Mau ngambil motor. Motornya yang itu.” Elsa menunjuk motor milik Santi kemudian lelaki itu pun mengikuti arah tunjuk Elsa. Ia menatap motor yang yang ditunjuk oleh Elsa selama beberapa detik. Kemudian lelaki itu mengalihkan pandangan seolah mencari sesuatu. Ia lantas memberikan helmnya kepada Elsa. “Pegang,” ujarnya dengan nada dingin. Elsa pun spontan menerima helm itu dan memegangnya. Lelaki itu mengeluarkan motornya dari tempat parkir kemudian meletakannya di bagian jalur jalan. Lantas ia menadahkan tangannya ke arah Elsa. “Kunci lo.” Elsa awalnya mengeryitkan keningnya karena merasa bingung namun kemudian ia mengerti apa yang akan dilakukan lelaki itu. Elsa pun langsung memberikan kunci motor yang ia genggam sejak tadi. Lelaki itu kemudian mengambil kuncinya dan memasang pada motor Santi, memutarnya hingga setang motor itu tidak lagi terkunci. Lantas dengan gerakan cekatan dirinya memindahkan motor Santi hingga bisa keluar dan kini berada di jalur jalan. Motor Santi kini berada di depan motor lelaki itu. Elsa merasa sangat terkejut dengan apa yang lelaki itu lakukan. Ia tidak menduga akan dibantu mengeluarkan motor seperti itu. Tadinya ia berniat mencari security yang bertugas menjaga parkiran. Hanya saja karena cukup jauh dan di tempat yang seolah tersembunyi, pasti ia harus melangkah jauh untuk meminta bantuan security. Lelaki itu mendekat dan mengambil helm yang dipegang oleh Elsa. “Makasih banyak ya, Kak…” ucap Elsa. Ia merasa benar-benar berterima kasih karena lelaki itu sangatlah baik. Ucapan Elsa menggantung karena ia ingin menyebut nama lelaki itu namun tidak mengetahuinya. “Devan,” sahut lelaki itu singkat seraya memasang helmnya. “Makasih banyak ya, Kak Devan.” Lelaki itu menganggukkan kepalanya kemudian melangkah menuju motornya. Elsa pun segera memasang helmnya juga dan naik ke atas motor. Ketika menyalakan motor, ia melirik kaca spion yang menampilan pantulan lelaki di belakangnya. Lelaki itu menunggu agar motor Elsa jalan terlebih dahulu karena mereka berada di satu jalur menuju jalan keluar basement.   Elsa menghela napas ketika ia berhenti di perempatan lampu merah. Setelah lampu berubah warna menjadi hijau ia hanya perlu lurus beberapa meter lagi kemudian belok kiri untuk memasuki kompleks rumah Santi. Perjalanan pulangnya memakan waktu satu jam kali ini. Lebih cepat dibanding ketika berangkat karena ia tidak terjebak macet. Tiba-tiba saja ia merasakan ponselnya bergetar. Getaran ponsel hanya ia setting apabilan ada telepon yang masuk ke nomor ponselnya. Bukan notif pesan atau telepon dari sosial media. Sayangnya lampu berwarna hijau ketika ia berniat untuk memeriksa ponsel di sakunya. Ia mengemudikan motornya sejenak sebelum akhirnya menepi di pinggir jalan. Setelah berhenti, Elsa mengeluarkan ponsel dari saku yang terletak di bagian depan perutnya. Saku jaketnya cukup dalam dan terletak di depan perutnya jadi ia meletakkannya di dalam sana. Panggilan tadi telah berakhir, namun kini panggilan itu kembali masuk. Sebuah panggilan dari nomor asing. “Halo,” ujarnya mengangkat panggilan masuk tersebut, “Halo. Apakah Anda kerabat dari Devan?” “Devan?” Elsa mengernyitkan keningnya. Devan adalah nama lelaki tampan tadi yang begitu membantunya. “Oh bukan, Pak.” sahutnya. Suara yang menelponya adalah suara lelaki paruh baya. Ia bukan kerabat dari Devan dan bahkan tidak mengenal lelaki itu. “Saya dari kepolisian. Kontak Anda adalah satu-satunya nomor yang dihubungi oleh saudara Devan. Ia baru saja kecelakaan dan sekarang berada di rumah sakit. Tolong segera hubungi keluarga terdekat Devan agar ada yang datang kesini.” Mata Elsa membulat mendengarkan ucapan itu. “Rumah sakitnya dimana, Pak?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD