Chapter 2

1081 Words
Dengan cepat, Elsa mendorong semua pintu toilet dan memeriksa satu persatu bilik yang ada. Ia sudah memeriksa bilik yang tadi ia masuki namun tidak menemukannya disana. Elsa juga sudah kembali memeriksa tas serta segala sakunya namun ponselnya benar-benar tidak bisa ditemukan. Ia memeriksa wastafel bahkan membuka tutup tempat sampah dan memperhatikan isinya. “HP gue kemana ya ampun! Tadi tuh masih di tangan.” Ia dapat mengingat dengan jelas bahwa dirinya masuk ke bioskop dengan menggenggam ponsel miliknya. Jadi tidak mungkin ponselnya tertinggal di toilet. “Permisi, Kak.” Elsa langsung menghampiri seorang perempuan yang merupakan cleaning service. “Kakak tadi ada nemu HP nggak di sekitar sini?” “Oh, enggak ada Kak.” Ponselnya itu bukanlah ponsel mahal. Hanya ponsel di bawah harga dua juta yang sudah dibelinya sejak lama. Bahkan jika tidak ditutupi casing pemberian Angel-sahabatnya-, pasti siapapun dapat melihat betapa body ponsel tersebut sudah sangat fashionable. Jadi jika ponselnya tertinggal dan ditemukan oleh orang lain, mungkin sudah dianggap rongsokan. “Oke, terima kasih Kak.” Elsa lantas melesat keluar dari toilet. Sempat terpikir untuk memberitahu pihak keamanan dan ia berniat untuk mengumumkan ponselnya yang hilang itu. Hanya saja feeling-nya mengatakan bahwa ponsel itu berada di dalam bioskop. Itu sebabnya ia memilih untuk kembali ke bioskop. Film masih berlangsung ketika ia kembali masuk. Rasa paniknya membuat Elsa tidak memiki rasa canggung untuk melewati deretan kursi penonton hingga mencapai kursinya yang berada di tempat paling pojok. Kondisi yang sempit tidak memungkinkan ia untuk berjongkok dan menatap ke kolong kursi. Itu sebabnya ia kembali meraba bagian bawah tempat kaki berpijak dan mengintip ke bagian bawah kursinya. Ponselnya itu dalam nada silent. Hanya saja ia menyalakan nada getar. Jadi jika ada yang menelpon, setidaknya ponselnya akan menyala dan bergetar. Jika saja ia saat ini berada bersama seorang teman pasti ia sudah menelpon ke nomor ponselnya. Sayangnya ia menonton sendirian. Seharusnya ia menikmati filmnya kemudian mulai mencatat untuk tugas Santi. Hanya saja karena ponselnya hilang seperti ini tentu saja ia merasa panik dan menjadi tidak fokus. Bukan hanya karena begitu banyak data penting dalam ponselnya, namun juga ia tidak memiliki cukup uang jika harus membeli ponsel baru. Secercah cahaya dari sudut matanya membuat Elsa menoleh dengan cepat. Lelaki tampan di sebelahnya tengah memainkan ponselnya saat ini. Hal itu membuat Elsa memiliki sebuah ide dalam pikirannya. Hanya saja, Elsa merasa sangat malu untuk melakukan hal tersebut. Ia memiliki ide untuk meminjam ponsel lelaki itu untuk menelpon nomor ponselnya. Hanya saja ia tidak mengenal lelaki itu, kenapa bisa-bisanya ia memiliki pemikiran untuk meminjam ponselnya. Elsa pun hanya terdiam selama satu jam seraya berpikir harus berbuat apa seraya terus mengingat dimana ponselnya terakhir kali. Film sudah menunjukkan adegan yang membuat banyak penonton menangis. Elsa yang sudah tidak fokus dan terus terpikir oleh ponselnya pun tidak terpengaruh emosinya. Ia justru merasa sangat cemas dan bingung sekarang. Tidak ada pilihan lain. Hanya itu satu-satunya cara. Tidak ada lagi yang bisa ia mintai bantuan. Lagi pula dia sangat ingat sudah membawa kembali ponselnya masuk ke dalam bioskop setelah tadi dari toilet. Elsa mulai menoleh ke arah lelaki di sebelahnya. Hidung mancung itu pun menjadi pusat perhatian Elsa. Pandangannya kemudian beralih kepada ponsel di tangan lelaki itu. “Kak,” panggilnya ragu. Jantungnya berdetak dengan sangat keras. Rasanya sungguh memalukan sekali. Untungnya keadaan studio gelap jadi wajah Elsa lumayan tersamarkan. Meski kadang layar menyala begitu terang hingga wajah para penonton pun dapat terlihat dengan jelas. Untuk saat ini, keadaan cukup gelap sehingga bisa menyamarkan rona merah di wajah Elsa yang merasa malu. “Kak,” panggilnya lagi dengan lebih keras. Lelaki itu menoleh dan menatap Elsa. Elsa dapat melihat lelaki itu mengeryitkan keningnya. Pandangan mereka bertemu dan mereka bertapapan beberapa detik. “Kak boleh pinjem HPnya? HP saya hilang jadi mau coba telpon. Kayaknya jatuh di sekitar sini tapi nggak ketemu dari tadi.” Elsa berharap lelaki itu mau percaya dan segera meminjamkan ponselnya. Seharusnya lelaki itu sadar bahwa Elsa tengah kehilangan sesuatu ketika pergerakannya begitu berisik untuk meraba tas, segala saku pakaiannya, kursi, juga bagian bawah kursi. Tanpa sepatah katapun, lelaki itu mengalihkan pandangannya kemudian kembali menatap layar ponselnya. Hati Elsa seraya mencelos karena perlakuan seperti itu. Tentu saja wajar jika lelaki itu tidak mau membantunya. Mereka tidak saling mengenal dan tiba-tiba saja Elsa mau meminjam ponsel lelaki itu. Seharusnya tadi ia tidak berbuat senekat ini. Rasanya sungguh memalukan sekali. ‘Nggak punya pulsa atau kuota kali ya?’ tebak Elsa dalam hati. Ia kini semakin merasa bingung harus melakukan apa agar bisa menemukan ponselnya. Tiba-tiba saja sebuah ponsel disodorkan di depan dirinya. Dengan cepat Elsa menatap ke arah lelaki itu. Lelaki itu menatapnya namun tidak mengatakan apapun. Elsa kembali menatap ke ponsel lelaki itu yang menampilkan menu dial pad. “Makasih ya, Kak.” Elsa langsung mengambil ponsel dari genggaman lelaki itu dan menekan susunan angka yang merupakan nomor ponselnya. Telepon itu tersambung dan Elsa mulai menunduk untuk dan menurunkan kepala di antara kedua kakinya. Ia melihat bagian bawah kursi dengan jeli selama panggilan tersambung. Suara dari film yang sedang diputar membuat suara getaran ponselnya menjadi samar. Hanya saja ia dapat melihat sebuah cahaya di bawah kursi. Ponselnya menyala karena panggilan masuk. Elsa merasa lega bukan main ketika melihat ponselnya berada di bawah kursi. Rupanya disana ponselnya berada. Kenapa ia tidak bisa menemukannya tadi disana. Terlalu gelap sehingga layar ponselnya tidak terlihat. Ia lantas mengulurkan tangan untuk mengambil ponselnya itu, namun tidak bisa mencapainya. “Aduh nggak nyampe,” ucapnya spontan seraya terus berusaha menggapai ponselnya itu. Matanya membulat ketika ada sebuah tangan yang mengambil ponselnya. Ia kembali menegakkan tubuhnya dan menatap lelaki di sebelahnya. Lelaki itu yang mengambil ponselnya. Rupanya lelaki itu menundukkan badannya juga dan berusaha menggapai ponsel milik Elsa. Posisi ponsel Elsa yang berada dekat perbatasan antara bawah kursi lelaki itu dan kursinya membuat si lelaki lebih mudah menggapai ponsel. Lelaki itu lantas memberikan ponsel milik Elsa. “Makasih banyak ya, Kak.” ujar Elsa. Lelaki itu menatap ponsel milik Elsa yang menyala dan masih memunculkan sebuah panggilan dari nomor asing. Elsa pun tersadar dan langsung mematikan sambungan telepon. Setelah itu ia berniat mengembalikan ponsel yang ia pinjam kepada pemiliknya. Ketika menghadap ke lelaki itu, rupanya sang lelaki tengah memainkan ponselnya. Elsa langsung menatap apa yang lelaki itu lakukan pada ponselnya. Rupanya ia menghapus nomor asing yang baru saja menelpon di daftar panggilan masuk. Lelaki itu menghapus nomor ponselnya sendiri dari ponsel Elsa. Baiklah, untuk hal itu Elsa tidak masalah. Yang penting ponselnya kini sekarang sudah ditemukan. “Kak, ini HP Kakak.” ucap Elsa kepada lelaki itu yang masih menatap ponsel milik Elsa. Tiba-tiba saja sebuah pop up pesan masuk ke dalam ponsel Elsa. Elsa dapat melihatnya bahkan dari jarak yang lumayan dari matanya menuju ponsel itu. Sebuah pesan dari Yuda. From : Prayuda Widjaja Elsa, lo dimana?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD