Bab 1

1389 Words
Zillione terbangun saat mendengar suara pintu kamar terbuka. Melirik sebentar jam di atas nakas, sudah tengah malam dan Rain baru saja datang untuk mengunjunginya.  "Kau datang?" Zillione menyingkap selimut tebalnya lalu turun dari ranjang untuk menyambut kedatangan istrinya yang baru tiba di London. Rain terlihat sangat lelah, tapi tetap berusaha menjadi istri yang baik dengan menjawab pertanyaan Zillione. "Ya. Apa aku membangunkanmu?" Rain meletakkan tas jinjing berisi ponsel dan perlengkapan yang ia gunakan di setiap misinya di atas meja rias. Zillione menyusulnya, lalu membantu memijat bahu Rain dari belakang. "Aku nyaris tidak bisa tidur saat kau tidak mengizinkanku untuk membantu misimu kali ini. Kau benar-benar menyiksaku selama hampir tiga minggu, Nyonya Hugo." Zillione menggoda Rain dengan menciumi bahu Rain yang sedikit terbuka. Rain tersenyum kecil. "Hanya sebuah pengintaian kecil, jadi kau tidak perlu mengangguku, Tuan Hugo," gurau Rain seraya melihat ke arah mata Zillione dari cermin. "Apa Slavina juga pulang bersamamu?" tanya Zillione memastikan jika putri bungsunya baik-baik saja. "Iya. Dia baru saja masuk ke kamarnya." "Aku merindukanmu, Rain. Sangat." Zillione membenamkan bibir dan hidungnya di ceruk leher Rain yang selalu membuatnya nyaman. Rasa lelah yang semula membuat tubuh Rain letih, mendadak lenyap saat gelenyar itu menyerangnya. "Katakan padaku, berapa lama kau dan Slavina akan tinggal di sini?" tanya Zillione ingin tahu berapa lama Rain akan tinggal bersamanya.  Semenjak mereka menikah, Rain memang tidak tinggal di kastil Zillione yang berada di London. Ia tetap tinggal di istana Versailles di Paris bersama Slavina, putri bungsu mereka, si penerus kekuatan 'setan' miliknya.Hanya saat mereka selesai menjalankan misi atau sedang menunggu misi baru, Rain akan tinggal sementara tinggal di London bersama suami dan anak-anak mereka yang lainnya. Slavina resmi menjadi anggota Roulette saat berumur lima tahun. Sesuai kesepakatan mereka dulu, jika Rain mau mengandung anak Zillione lagi dan mendapatkan penerus kekuatan 'setan'nya, maka anak itu akan menjadi anggota Roulette.  Meski jarak London-Paris tidak sampai 1 jam menggunakan helikopter, tapi tetap saja, Zillione akan selalu merindukan setiap kehadiran dan sentuhan Rain. Membuat Zillione harus ekstra bersabar. Setimpal dengan apa yang akan dia dapat dari Rain saat mereka kembali bertemu. Apa pun yang Zillione inginkan, Rain akan mengabulkannya. Termasuk rutinitas pasangan suami istri tanpa henti. "Kurasa tidak akan lama. Kenapa? Apa kau mulai bosan denganku, Tuan Hugo?" guraunya lagi. Perlahan Zillione membuka resleting pakaian Rain di bagian punggung hingga pinggang. Rain bergidik saat ujung jemari Zillione menyentuh kulit punggungnya. "Tidak akan. Sampai aku mati sekali pun, aku tidak akan pernah bosan dengan pemilik tubuh indah ini, Sayang." Gerakan tangan Zillione berhenti saat menemukan sebuah tato kecil di atas pinggul Rain di sebelah kanan. "Kau menggambar sebuah tato di pinggulmu? Sejak kapan? Apa kau menjadi penyuka tato sekarang?" cerca Zillione kesal, membayangkan ada orang lain yang berani melihat tubuh indah istrinya. Paham dengan watak sang suami, Rain berbalik dan menangkup wajah sang suami, mencoba menenangkan kekesalannya. "Dia wanita dan bukan pria. Yang menato ku seorang wanita," jelasnya lembut. " Dan arti tato ini, kau lebih paham dari siapa pun, Zill." Mata Zillione kembali melembut. Ia tersenyum kemudian balas menangkup wajah cantik Rain. "Aku mencintaimu." Zillione mengecup singkat bibir Rain. "Aku juga," balas Rain tak kalah mesra. *** Masih sangat pagi saat Rain sudah terbangun. Mengecup sekilas bibir Zillione, kemudian bangkit dari ranjang panas mereka. Entah sudah berapa kali Zillione memasuki dirinya semalam, Rain tidak ingat. Untung saja, sebelum terlelap, ia menyempatkan untuk meminum serum pemulih tenaga. Jadi saat ia bangun pagi buta, ia merasa berstamina. Sudah menjadi kebiasaannya saat tinggal di London. Ia akan bangun sangat pagi untuk mengetes kedua anaknya. Termasuk si bungsu yang juga baru tiba dini hari tadi. Memastikan mereka tetap berlatih keterampilan mereka, meski Rain tidak di sana. Setelah mengganti baju dan menguncir rambutnya, Rain berjalan menuju ke kamar ketiga anaknya di lantai 2. Di ujung lorong, Rain berhenti. Menyuruh tiga pelayan untuk membangunkan anak-anaknya di kamar masing-masing. Ketiganya menyebar ke kamar tiga anak Tuan dan Nyonya Hugo yang hanya berjarak masing-masing 15 meter. Menunggu hingga 2 menit tak jua kunjung keluar, Rain mengeluarkan kalimat bernada mengancam. "Jika kalian tidak segera bangun dalam 5 menit, kalian mati." Tidak hanya anak-anak Rain yang bergidik ngeri saat mendengar kalimat mematikan tersebut, akan tetapi ketiga pelayan pun sama ngerinya meski kalimat itu bukan ditujukan untuk mereka. Dari kejauhan, Zillione hanya geleng-geleng kepala. Ia tadi langsung menyusul Rain, saat menyadari istrinya sudah tidak ada di kamar mereka. Niat hati ingin membuat Rain kelelahan dari malam hari hingga pagi agar Rain menunda latihan fisik ketiga anak mereka. Namun, Rain tetaplah Rain. Seorang Roulette yang selalu menerapkan kedisiplinan dan terus latihan. Hanya Zillione yang mengerti tujuan kalimat bernada bengis itu. Tentu saja Rain tidak ingin ketiga anak-anaknya mati jika mereka tidak segera merespon sebuah ancaman dengan segera. Setelah mendengar suara mengerikan sang ibu, ketiga anak-anak nakal itu baru mau bangun. Rain tidak menyalahkan Zillione jika pria itu selalu memanjakan anak-anak mereka. Rain sangat mengerti posisinya yang tidak bisa menjadi seorang ibu seutuhnya. Ia tidak pernah melarang jika Zillione selalu menuruti apa pun kemauan mereka. Hanya saja, jika ia sudah di sana, mereka harus melupakan ayah mereka dengan segala bala bantuannya. Ia akan mendidik anak-anaknya begitu keras hingga mereka mampu bertahan di setiap sesi latihan mereka. Dalam waktu kurang dari 5 menit, Zellovia, Chrysner dan Slavina sudah siap di tempat latihan outdoor di belakang kastil mereka. Ditemani beberapa pelayan dan pengawal, mereka menunggu Rain datang. Udara masih sangatlah dingin dan suasana masihlah sangat buta. Namun tak jua membuat ketiga anak manja (kecuali Slavina/si bungsu) itu menggerutu. Mereka tahu, menggerutu sama dengan hukuman. Dan hukuman sama dengan mati. Mereka berbaris sesuai urutan lahir mereka dengan Chrysner di tengah. "Mom ingin melihat seberapa cepat kalian lari mengelilingi hutan di belakang kastil ini. Lalu lakukan push up, sit up, jump up masing-masing 100 kali, secara berturut-turut. Setelah itu Mom ingin melihat latihan apa yang kalian lakukan selama Mom tidak di sini. Mengerti?" "Siap! Mengerti!" jawab mereka bertiga serempak. Jawaban ala militer membuat sesi latihan mereka terlihat serius dan nyata. "Yang nilainya paling buruk, akan ada hukuman tentu saja. Jadi berusahalah semaksimal mungkin. Paham!" "Siap! Paham!" Rain mengambil stopwatch. "Pada hitungan ketiga, kalian mulai. Satu. Dua. Tiga!" Mereka bertiga berlomba lari menuju hutan di belakang mereka. Tidak ada gerutuan atau pun keluhan. Mereka serius dan tidak ingin terkalahkan satu sama lain. Sementara di tempat latihan, Zillione sudah mengganti pakaiannya dan bergabung dengan sang istri untuk melatih anak-anak mereka. Memakai pakaian pria khas Jepang dan juga katana kesayangannya, Zillione terlihat makin tampan. Bersama sang istri, Rain, mereka menunggu di pinggir lapangan. Tepat 2 jam sebelum waktu sarapan, acara latihan pagi itu selesai dengan catatan terburuk Zellovia yang memiliki selisih angka 0,19 detik dengan Chrys tentu saja. Jangan tanyakan siapa yang terbaik. Karena tentu saja jawabannya adalah Slavina, si bungsu yang justru yang paling dewasa. Dengan sedikit terengah-engah, mereka bertiga berbaris lagi seperti sebelumnya.  "Slavina, catatan waktumu selalu yang terbaik. Kau bisa menunjukkan hasil latihanmu selama tiga minggu ini lebih dulu." Rain mempersilahkan si bungsu mengambil senjata apa pun yang sudah ia latih sendiri selama ini. Pilihan itu jatuh pada satu kotak penuh jarum tanpa racun. Dengan aba-aba dari sang ibu, pertarungan latihan dimulai. "Lakukan!" Dengan gerakan cepat, Slavina serius melesatkan jarum-jarum tanpa racun tersebut ke arah Rain. Dengan gesit, Rain mampu menghindar. Pun dengan sang ayah, yang juga menjadi lawan bayangan. Ia pun menjadi sasaran lemparan sang putri bungsu. Namun dengan sigap, Zillione tangkis dengan katana emas kesayangannya. Melihat bungsu dan kedua orang tuanya serius latihan, Chrys yang memang ingin sekali bergabung, tidak ingin menunggu lebih lama lagi gilirannya. Ia mengambil baretta berwarna perak mengkilap. Kapan lagi bisa menghajar kedua orang tuanya jika tidak sekarang. Tanpa izin dari Rain, Chrys menembakkan satu peluru ke arah sang ibu. Dari dulu ia memang sangat penasaran bagaimana kehebatan sang ibu mafia sampai-sampai bisa mematahkan tangan asli sang ayah.  Zillione melihat itu, ia lalu memperingatkan sang istri, "Rain! Awas!" Dengan cepat Rain mengeluarkan sebuah pisau kecil dan melemparkannya ke arah peluru dan tepat sasaran.  "Mom, kau harus lebih waspada," ejek Chrys pada sang ibu. Belum sempat ia menutup mulutnya, sebuah tendangan berhasil mengenai pantatnya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan sang ayah, Zillione. "Kau juga, Kid. Jangan lengan sedikit pun."  Chrys jatuh tersungkur karena tendangan tidak main-main dari sang ayah. Ia bisa merasakan aura bengis sang ayah karena ia berniat melukai sang ibu, walau itu hanya sebuah latihan. Siapa pun sudah paham bagaimana over protektifnya Zillione kepada sang istri mafia. Seluruh penghuni kastil sudah mengetahuinya. Zillione berjalan perlahan menuju Chrys sambil mengangkat tinggi-tinggi katana-nya.  "Terimalah seranganku, Kid!" Sementara si sulung, tengah asyik menikmati tontonan seru tersebut tanpa niat ingin bergabung. Ia sangat malas meski memiliki kemampuan. Ia melihat aura sang ayah yang menakutkan saat akan menyerang adik kembarnya. "Kau akan mati kali ini, Chrys," gumam Zellovia dari kejauhan. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD