Bab 2

1240 Words
"Kau pulang, Rain sayang," sapa Velovia, ibu biologis Zillione, saat melihat Rain memasuki ruang makan. Mencium pipi kanan dan kiri Rain, kemudian duduk di kursi makan.  "Ya. Kau terlihat sehat, Velovia. Apa kau sudah berhenti menggunakan tubuh robotmu?"  Meski belum pernah sama sekali bertemu secara langsung dengan sosok asli kedua orang tua Zillione, tapi melihat sosok paruh baya yang sangat mirip dengan tubuh robot mereka, Rain sangat yakin mereka adalah Velovia dan Slavio Hugo. Selama ini yang Rain temui hanya tubuh robot mereka saja. Meski baru kali ini mereka bertemu, tapi tak membuat mereka canggung. Mereka dekat layaknya mertua dan menantu yang akur. "Sudah sejak seminggu yang lalu. Aku ingin menghirup udara luar. Berkat obat-obatan yang Zillione ciptakan, kami berhasil memulihkan kelumpuhan kami," jawab Velovia. "Syukurlah, aku senang mendengarnya. Lalu apa kau tidak tertarik dengan serum yang Zill ciptakan agar kau awet muda?" "Serum itu hanya untuk membuat awet muda, bukan untuk memperpanjang usia. Aku lebih suka menua bersama suamiku daripada harus menjadi awet muda dengan resiko ada yang menggoda Slavio," guraunya. "Kau juga tak kalah mempesona saat kau muda, Sayang. Aku bahkan akan lebih tidak suka jika ada yang mendekatimu meski hanya menanyakan alamat," timpal Slavio. Rain tersenyum melihat keromantisan kedua mertuanya. Ia melihat Zillione datang bersama Chrys juga Slavina. Sungguh keluarga yang bahagia. Ia beruntung memiliki suami tampan dan juga penyayang. Tapi akankah kebahagiaan ini akan berlangsung lama. Kadang Rain merasa takut jika kebahagiaan ini hanya awal dari sebuah kehancuran atau penderitaan. Ah, entahlah. Rain tidak ingin memikirkan terlalu jauh hal yang tidak pasti. Ia hanya akan fokus menikmati saat-saat ini. Slavina juga ikut mencium pipi Velovia sekilas untuk menyapanya, membuat wanita tua itu tersenyum. "Zill, dimana Via?" Velovia tak melihat Zellovia datang bersama Zill dan kedua anak kembarnya. "Dia sedang mendapat hukuman dari ibunya," jelas Zill sembari duduk di samping Rain. Lalu mencium sekilas bibir indah Rain. "Selisih berapa kali ini?" tanya Slavio. "Hanya 0,19 detik, Grandpa. Tapi Mom menghukum Via dengan melatih pedang selama dua jam," adu Chrys. "Kau terlalu keras pada Via, Rain sayang. Dia bahkan belum memakan sarapannya. Selama kau tidak ada, dia tetap berlatih dengan Zill tiap pagi, kalau kau ingin tahu," jelas Velovia lembut. "Dia tidak sekeras itu, Velovia. Sebelum menghukumnya, Rain sudah menyuruh pelayan untuk mengantarkan sarapan untuknya. Dan lagi, hukuman itu masih yang paling mudah untuk Via," jelas Zill membela Rain. "Aku hanya tidak ingin dia lengah. Di antara mereka bertiga, Via yang paling tidak tertarik untuk berlatih bela diri. Aku merasa, aku tidak akan bisa melindungi anak-anakku hingga mereka benar-benar dewasa," jelas Rain mengutarakan isi hatinya. "Jangan berkata seperti itu, Sayang. Kau membuatku sedih." Velovia terlihat tulus mengatakannya. Rain tersenyum. Ini pertama kalinya ia tersenyum di hadapan seluruh anggota keluarga Hugo, termasuk Zillione. Zillione melihatnya. Ini pertama kalinya ia melihat seperti itu. Seolah-olah akan ada hal besar yang akan terjadi.  *** Baru satu jam Zellovia menjalani hukuman. Berlatih dan terus berlatih pedang. Selalu dia yang menerima hukuman dari sang ibu. Sejak kedua adik kembarnya dilahirkan, ia merasa diasingkan bahkan sebelum ia merasakan kasih sayang sang ibu. Karena rasa kesalnya selalu kalah dari adik-adiknya, Zellovia melampiaskannya dengan menggerakkan pedangnya asal-asalan. Hampir saja ia mengenai seseorang, jika saja orang itu tidak menangkis pedang Zellovia dengan katana emasnya. Trang. Dalam sekali tangkis, pedang Zellovia terpental dari genggaman tangannya. "Tidak fokus artinya mati. Apa kau lupa itu, Via?" tanya Zillione tenang. "Maafkan aku, Dad," jawab Via menyembunyikan perasaannya.  "Mau berlatih pedang denganku?" Bukan suara Zillione, melainkan Rain. Ia sudah mengganti bajunya dengan pakaian santai tapi masih terkesan elegan dan berdiri di depan pintu. Zellovia melirik pada sang ayah. Zillione berkata tanpa suara, 'tidak apa-apa.' Sebelum Zellovia mengambil pedangnya yang tadi terlempar, Zillione sudah lebih dulu mengulurkan katana emasnya kepada Via.  "Lawan katana merah Mommy-mu adalah katana emas Daddy-mu," jelas Zillione singkat. Via menerima katana kesayangan ayahnya. Sedikit berat di bagian gagang tapi sangat pas di kedua tangannya.  Rain berjalan ke tengah dojo saat Zillione mundur dan mempersilahkan Rain untuk memulai latihan mereka. Entah ini latihan yang ke berapa kalinya. Tapi mereka berdua tampak masih sangat kaku meski pun hubungan mereka adalah anak dan ibu. "Jangan menahan diri jika kau ingin menang dari ku." Zellovia menyerang Rain tanpa aba-aba.  Bukannya marah, Rain justru senang. Itu artinya, Zellovia serius ingin melawannya. Zellovia menyerang sisi kiri dan kanan Rain bergantian. Namun, tak satu pun dari serangannya yang mampu melukai sang ibu. Bukan berarti ia ingin ibunya terluka, hanya saja ia ingin membuktikan jika ia bisa menang melawan ibunya. Lebih kesalnya lagi, ibunya bahkan tidak atau belum menggunakan katana-nya untuk menangkis katana Zellovia. Ia hanya menghindar dari tebasan katana Via. "Sisi belakangmu. Kau lengah menjaganya." "Kekuatan tangan kananmu lemah, Via." "Tetap waspada." Begitulah beberapa masukan yang Rain sampaikan selama mereka bertarung. Meski tengah kesal, tapi Zellovia tetap menerima masukan-masukan tersebut. "Jika kau menang kali ini, Mom akan memberikanmu liburan selama 2 minggu." Mata Via berbinar samar. Meski senang mendengarnya, tak lantas membuat Via menunjukkan emosinya. Dia begitu tertutup jika berhadapan dengan sang ibu. "Namun, jika kau kalah kali ini, Mom akan mengirimkan seorang bodyguard untukmu," tambah Rain lagi. "Lagi?" Mata Via melebar. Ia sungguh tidak suka jika ia harus dikawal. Ia merasa seperti terkurung meski ia bebas melangkah kemana pun yang ia mau. "Karena kau selalu mengusir para pengawal yang Mom kirimkan, jadi kali ini kau harus menerimanya," tegas Rain yang terdengar tidak ingin dibantah. "Tidak, jika aku menang melawanmu, Mom," sergah Via yakin. Namun, kenyataan tak selalu sesuai dengan keinginan. Setelah berjuang nyaris satu jam, akhirnya Via tetap kalah telak dari sang ibu. Ia mendapatkan beberapa tendangan dan pukulan di sekujur tubuhnya. Dan sang ibu hanya mendapat satu kali tendangan di pinggang. "Lumayan. Kau bisa bertahan selama satu jam," komentar Rain setelah berhasil membuat Via kalah. Rain menyarungkan katana-nya kembali. "Besok aku akan mengirimkan seorang pengawal untukmu. Mom harap, kali ini kau tidak menendangnya."  Rain melirik Zillione sebentar lalu pergi dari dojo. Zillione mengerti arti tatapan itu. Ia lantas menyusul Rain setelah memastikan Via baik-baik saja. Zillione berhasil menyusul Rain yang sedang menunggunya di sebuah gazebo di tengah kolam ikan. Di bawah mereka, terdapat ratusan jenis ikan predaktor dan sangat mematikan. Sekali saja kalian mencelupkan salah satu anggota tubuh kalian, maka anggota tubuh kalian tidak akan utuh lagi hanya dalam hitungan seper sekian detik. Ikan-ikan predaktor itu sengaja Zillione pelihara untuk hobi. Dan juga sebagai hukuman jika ada penyusup yang berani masuk ke kastilnya. "Apa ada yang ingin kau katakan, Rain?" Zillione memeluk Rain dari belakang. Hening sesaat karena Rain tak kunjung menjawab. "Jika aku tidak ada, berjanjilah kau akan melindungi mereka bertiga," pinta Rain dengan suara yang tenang. Zillione terhenyak. Ia memutar tubuh Rain agar menghadap dirinya. Menempelkan bibirnya pada bibir Rain seperti saat ia ingin mengetahui sesuatu yang tengah ditutupi istrinya. Meski sudah beberapa saat Zillione mencoba mencari informasi melalui ciuman, tapi tak satu pun data yang ia temukan. "Kau tidak akan menemukan apa pun di dalam kepalaku," jawab Rain menjawab pertanyaan di dalam pikiran Zillione. "Lantas apa yang mengganggumu? Kau berbicara seperti itu, seolah-olah kau akan pergi selamanya." "Kita semua memang akan mati bukan?" Zillione menghela napas. Kemudian memeluk Rain lagi. Kali ini lebih erat seolah Rain akan segera pergi. "Entah apa yang mengganggu pikiranmu. Tapi semua akan baik-baik saja, Sayang." "Hmmm-" "Katakan apa yang ingin kau katakan, Rain." Zill mempersilahkan Rain mengutarakan isi hatinya. "Jika aku mati lebih dulu, kau boleh menikah lagi, Zill," jawab Rain masih dalam pelukan Zill. Zillione mengurai pelukannya dan sedikit menjauhkan wajahnya agar bisa melihat wajah Rain lebih jelas. "Baiklah. Tapi, jika aku yang mati lebih dulu darimu, kau tidak boleh menikah lagi, apa kau mengerti?" canda Zillione berusaha menepis sesuatu yang mengganggu Rain.  "Karena aku akan menghantuimu di atas ranjang kita," imbuhnya menggoda. Zillione tidak mengindahkan pesan istrinya. Ia hanya menganggap kalimat Rain tadi sebagai angin lalu. Baginya, Rain akan terus ada dan akan selalu menjadi istrinya. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD