Perkataan wanita itu membuat Welly agak terkejut. Jika Forbes saja bukan saingan Keluarga Sardinan, maka seberapa kuat keluarga mereka?
“Maaf” Monica memutuskan lamunannya. Saya mau pergi ke toilet dulu, tolong Anda tunggu sebentar.
Welly menganggukkan kepala, dia memandangi bayangan Monica yang membelakanginya, tetap denngan perasaan sangat penasaran. Bagaimana sebenarnya keberadaan Keluarga Sardinan?
Sat Welly larut dalam pemikirannya tiba-tiba ada seseorang yang menepuknya dengan ringan. Dia adalah anak muda yang berpenampilan seperti pelayan. Pemuda itu panik dan keringatnya bercucuran.
“Kawan. tolono bantu aku mengantarkan bir ini ke meja sebelah sana? Aku ingin ke toilet, terima kasih , ya.”
Welly samar-samar menganggukkan kepalanya. Menunya ini adalah hal yang mudah.
Welly membawa bir dan langsung mengantarkannya ke meja yang tidak jauh di sana. Setelah mengantarkannya, saat dia hendak kembali, dia malah dipanggil seseorang lagi.
“Welly, bukankah kamu bilang kamu datang bukan untuk bekerja? Lalu kenapa kamu mengantarkan bir ke meja orang? Haha, kebohonganmu terungkap, ya? Memangnya enak berbohong padaku? Dasar kekanak-kanakan.”
Orang yang berbicara dengan tampang sombong itu adalah Novita.
“Aku membantu seseorang mengantarkannya. Pelayan itu peri ke toilet,” kata Welly dengan jujur.
"Terus saja kamu membual, haha, padahal sudan ketanuan, tapi masih saja tidak mau mengaku!" ujar Novita dengan penuh hina.
“AkuI saja, aku tahu kamu memang miskin. Bisa bekejra part-time di sini sudah patut kamu syukuri. Kamu tidak perlu ikut-ikutan kami, memangnya kamu siapa? Orang miskin sepertimu tidak pantas! Cepat pergi sana, ambilkan bir hitam dari Jerman untukku!”
Welly bingung harus berbuat apa, lalu dia menjawab “Ini terakhir kalinya aku bilang padamu, aaku bukan pelayan di sini.”
Begitu Welly hendak membalikkan badan dan meninggalkannya, ia malah dihadang oleh Novita. Dia tampak agak maran dan membentak Willy. “Jangan kurang ajar kamu! Sekarang aku menyuruhmu untuk mengambilken bir untukku! Cepat pergi sana!”
Dalam ucapan Novita terkandung ancaman. Sebagai seorang teman sekelasnya, tentu saja Welly tahu apa artinya itu. Jika hari ini dia berbuat masalah padanya, maka saat dia di kelas nanti, entah apa yang akan dilakukannya.
Lebih baik mengalah saja dari pada menambah masalah. Welly menghela napas berat. membalikkan badan dan berjalan menuju ke meja bar, lalu membawanya sampai di hadapan Novita.
Di tempat yang tidak lauh dari tempatnya, Welly melihat mereka semua, menunjuk-nunjuk ke arahnya sambil tertawa.
Welly berpura-pura tidak melinatnya. Dia sudah terbiasa dengan perilaku mereka yang sudah mempersulitya selama berada di kelas. Baik Welly sendiri, ataupun orang lainya, tidak ada yang mau membuat mesalah dengen Novita mereka, karena begiu membuat masalah, maka mereka akan memembalasnya dengan segera.
Jadi, Welly meletakkan birnya, kemudian berjalan meninggalkan tempat
Namun, di saat itu, pria yang memakai anting-anting di telinganya tiba-tiba menghentikkan langkah Welly. “Tunggu! Welly, bukankah tadi kamu bilang kamu bukan pelayan? Kalau begitu kenapa kamu masih mengantarkan bir pada kami? Hahaha, kamu ini benar-benar lucu, jelas-jelas kamu itu dari masyarakat bawah, masih saja tidak mau mengakuinya. Kenapa? Melayani kami membuat harga dirimu jatuh ya?”
"Hehe, harga diri jatuh juga tetap harus melayani kan?” Novita menambahkan ejekan pria itu. “Siapa suruh kamu miskin. Dasar orang miskin, bertemu kami langsung ingin bersembunyi, memangnya kami juga ingin bertemu denganmu? Kamu kira kamu siapa?”
Welly mulai merasa tidak senang hati. Dia melirik mereka satu per satu, lalu berkata, “Ini terakhir kalinya aku bilang, aku bukan pelayan! Hari ini aku datang kemari karena ada janji dengan seseorang. Terserah kalian mau percaya atau tidak, apa untungnya juga bagiku membuat kalian percaya?”
Welly melangkankan kakinya. Namun, baru saja dia melangkahkan kakinya beberapa langkah, Novita langsung bangkit mengangkat tangan dan melayangkan tamparan kepada Welly. Mulutnya dipenuni u*****n-u*****n, "Dasar bodoh dan tidak tahu diri. Apa kamu tidak tahu kamu sedang berbicara dengan siapa?”
Pria yang memakai anting-anting juga murka dan berdiri. Kemudian dia menunjuk ke batang hidung Welly sambil berkata, "Benar, coba kamu katakan sekali lagi. Kelau rendahan ya rendahan, jangan harap kamu bise menyombongkan diri.”
Wajah Welly memanas, jika saja Novita bukan wanita, dia pasti sudah membalas tamparannya sejak awal.
Welly melototi Novita, tetapi Novita malah tidak menganggapnya. Lalu, Novita mencibir dan terus mengejek, Kenapa? Tidak terima? Hehe, bisa-bisanya masin ingin berpura-pura. Tampang miskin dan bodon sepertimu masin berani bilang datang kemari untuk main? Kamu tidak takut diterwakan orang-orang? Ini adalah Queen bar, tidak ada barang muran di sini, memangnya kamu mampu membelinya?”
“Tidak, bukannya dia tidak mampu membelinya, tapi dia tidak mampu membeli seumur hidupnya. Hehe...” pri yang memakai anting-anting itu terus mengejek. Lalu, dia menuangkan segelas bir dan meludahinya. Gelas bir yang bercampur ludah itu diserahkan pada Welly. Ayo, kuberi kamu kesempatan, minumlan! Setelah menghabiskan bir ini, kamu bisa membual seumur hidupmu. Ini adalah bir hitam dari Jerman, sebotol saja harganya sudah ratusan ribu. Hahaha...”
Perilaku pria itu seketika membuat semua orang di sana tertawa terbahak-bahak. Mereka mengejek dan memandangi Welly. Tawa mereka semakin lama semakin keras.
Sorot mata gelap Welly menatap mereka semua, dia tidak mengerti apa yang sebenarnya membuat mereka menyombongkan dirinya. Hanya karena keluarga mereka yang kaya dan k*****t itu, jadi mereka merasa derajat mereka lebih tinggi?
Mungkin di masa lalu, ini memang ejekan yang sesuai untuk Welly, tetapi sekarang Welly hanya merasa mereka semua terlalu kekanak-kanakan dan benar-benar tak tertolong.
Tiba-tiba, ada suara yang menghentikan tawa penuh hina mereka semua, “Halo, bir Anda sudah siap, apakah mau dibuka?"
Tawa semua orang berhenti dalam sekejar. Mereka mencari asal-usul suara itu dan melihat seornag pria paruh baya yang memakai setelan jas berdiri di sana. Waiahnya menampilkan senyuman sampil menatap mereka semua.
Pria itu jelas bukan pelayan, melanikan manajer bar. Dia membawa nampan yang di atasnya terdapat sebotol wine dan dua gelas arak.
Ini bukan apa-apa, orang-orang tidak menganggapnya. Namun, saat pria yang memakai anting-anting itu melihat ke aran wine tersebut, tatapannya seketika menjadi pucat.
“l...ini Romanee-Conti?” mata pria yang memakai anting-anting itu terbelalak dan menampilkan ekspresi tercengang. “Bir ini sebotol harganya 120 juta. Si... siapa yang memesannya?”
Keluarga pria itu mengelola bisnis bir tentu saja dia tahu seberapa mahal dan mewahnya bir itu.
“Hah? Mahal sekali!” Begitu Novita mendengar ucapan pria itu, dia juga tercengang dan berkata, “Ini sungguhan?”
Pria itu menganggukkan kepalanya.“Omong kosong, keluargaku mengelola bisnis bir mana mungkin aku tidak tahu? Tapi,i...ini kamu yang memesannya?”
Novita langsung menggelengkan kepalanya, lalu melihat teman-teman lainnya dan mereka juga menggelengkan kepala.
Melihat situasi di saat itu pria itu tiba-tiba merasa agak kecewa. Dia mengira bir itu adalah pesanan Novita Walaupun dia juga merasa kemungkinannya kecil,tetapi tetap sedikit berharap di benaknya.
Bagaimanapun bir semahal ini tidak pernah dia minum sekali pun seumur hidupnya. Ada perasaannya yang mengatakan jika dia yang menyajikan bir itu, mungkin kelak dia akan semakin bebas menyombongkan diri di lingkungan pergaulannya.
Namun, dia hanya bisa berbicara dalam hatinya. Pada akhirnya, dia menggelengkan kepala dengan tak berdaya. Lalu, dia tertawa pahit seraya berkata “Maaf kamu salah antar, kami tidak memesan bir itu.”
Mereka semua saling memandang dan mengira manajer akan pergi. Mereka ingin tahu sebenarnya konglomerat mana yang memesan bir itu.
Namun, setelah manajer mendengar ucapan mereka dia malah tertawa dingin sambil berkata “Maaf aku tidak tanya kalian.”
Wajah mereka memerah malu begitu manajer berkata demikian. Pria yang memakai anting-anting itu berbicara dalam hatinya, “Kamu tidak bertanya pada kami, memangnya bertanya pada Welly?”
Hehe, mana mungkin si miskin itu yang memesan bir itu?
Begitu memikirkannya, pria yang memakai anting anting itu terkekeh-kekeh sambil menatap Welly dan ingin menyindirnya.“Hei cepat beri jalan untuk manajer. Kamu masih saja berdiri diam seperti orang bodoh, kamu kira bir itu pesananmu?”
Baru saja pria yang memakai anting-anting itu selesai bicara, manajer itu menatap dingin dan berkata dengan datar, “Benar, bir ini memang dipesan oleh Tuan ini. Kenapa? Ada masalah?”
Welly yang mendengar ucapan manajer juga melongo. Lalu, dia teringat akan bir yang dipesan oleh Monica, tetapi sudah lama tidak disajikan. Namun,yang lebih tak disangka lagi adalah bir pesanannya akan semahal itu.
Lalu, manajer paruh baya itu sedikit membungkuk memberi hormat pada Welly seraya berkata “Tuan wine Anda sudah siap.”
Dalam seketika, ucapan manajer paruh baya itu bagaikan bom nuklir yang meledak di setiap hati orang orang yang mendengarnya. Baik pria yang memakai anting anting, maupun Novita, begitu mendengar ucapan itu mereka langsung menampilkan ekspresi tercengang.Hati mereka seperti sedang dipalu dan tidak bisa menenangkan diri dalam waktu yang cukup lama
“A...apa?” Pria yang memakai anting-anting itu baru saja tersadar dari lamunannyatetapi masi tetap tercengang, dan malahan ada sedikit rasa iri dan tidak suka. Kemudian, dia berkata,“Hei, kamu yakin dia yang memesannya? Si pecundang ini orang miskin mana mungkin dia memesan Romanee-Conti? Kamu pasti salah antar, jangan sampai membuat si bodoh ini pingsan!
Novita yang juga kembali dari lamunannya, ikut menganggukkan kepalanya,lalu menambahi,“Benar aku kenal dengannya. Dia itu orang miskin sampai-sampai tidak mampu membeli makanan.Menurutmu dia mampu membeli wine seharga seratusan juta ini? Kamu pasti salah, aku menasihatimu demi kebaikanmu.”
Teman-teman lainnya juga satu per satu menganggukkan kepala mereka.
Bagaimanapun bagi mereka, ini tidak masuk akal sama sekali. Orang seperti Welly mana mungkin memesan wine seharga seratusan juta itu? Kecuali matahari terbit dari sebelah barat.
Mereka seakan-akan khawatir dengan apa yang akan terjadi. Karena itu, mereka ingin menyangkal hal itu.
Namun, semakin mereka bersikap seperti itu, manajer tetap tersenyum.
“Masalah ini tidak perlu kalian ingatkan. Wajah manajer mulai datar, lalu melanjutkan ucapannya “Malahan kalian yang rendahan sampai memandang orang lain juga rendah.”
Manajer menatap Welly dengan penuh hormat. Dalam hatinya, Welly menertawakan mereka semua dan berkata dalam hatinya, Kalian tahu siapa yang kalian hadapi? Jika kalian tahu, apakah kalian tetap berani menghina aku?”
Manajer menyerahkan bir ke hadapan Welly dan sedikit membungkuk untuk memberi hormat lagi, lalu meninggalkan tempat, “Silakan Anda nikmati.”
Semua ini benar-benar membuat Novita dan lainnya tercengang. Lili wajah mereka sangat jelek seperti memakan serangga hidup-hidup. Selain terkejut, hanya ada perasaan iri luar biasa.
Pria yang memakai anting-anting itu mengepalkan tangannya kuat-kuat. Dia yang berasal dari keluarga kaya raya saja tidak pernah sekali pun meminum bir semahal itu. Bagaimana bisa si miskin itu mampu memesannya?
Wajah Novita semakin merah.Walaupun dia tidak pernah ada dendam dengan Welly, tetapi kali ini benar benar membuatnya membenci Welly hingga rasanya darah di dalam tubuhnya mendidih.