Ariana berbaring di sisi Greg yang sudah terlelap, matanya enggan terpejam. Tiba-tiba hatinya merasa gundah. Ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman, tentang Anka dan Safira. Ariana tahu, mesti tidak begitu dekat dengan Anka, tapi dia bisa menilai tipe pria seperti apa bosnya itu.
Sangat bertentangan dengan prinsip dan gaya hidup Fira. Bukan hanya tato yang menghiasi lengan dan kakinya, tapi gaya hidup Anka yang Ariana tebak tak jauh berbeda dengan dirinya.
Apa Fira sudah muak dengan segala aturan abah dan berniat membangkangnya?
Tapi ini Safira, sahabat yang dikenalnya sejak SMA. Yang aktif kegiatan rohis, yang kerap mengingatkan keempat anggota genk bang lainnya tentang tidak meninggalkan ibadah.
Safira yang mengidolakan Maher Zein, yang lagu favoritnya Kun Anta dan Insha Allah. Ini Safira yang Ariana kagumi keteguhan hatinya, yang membuat Ariana iri dengan keyakinannya tentang Tuhan. Keyakinan yang Ariana ingin miliki.
Apa ini Safira yang sama? Dengan Safira yang menolak Gilang secara halus dengan dalih perbedaan prinsip dan selera seni Gilang? Tidak masuk akal. Jika dibandingkan dengan Anka, Gilang jauh lebih mendekati prinsip Safira.
Lengan Greg yang mendekapnya, menyadarkan Ariana yang masih terjaga. Jam di atas nakas sudah berganti menjadi 00:25. Layar ponselnya menyala, tanpa suara.
Setan Ganteng : Saya ingin bicara dengan kamu besok, untuk urusan pribadi. Bisa?
Ariana hendak mengabaikan pesan dari Anka, tapi sebuah pesan masuk lagi.
Setan Ganteng : Belum tidur kamu, Ar?
Sedikit kesal, Ariana membalas pesan Anka.
Me : Bisa, sekarang saya tidur ya. Bonsoir!
Dadanya nyeri, bukan, bukan nyeri sesak napas dan sejenisnya. Ada yang nyeri di dalam dadanya. Ariana menekan pelan, sakit banget.
***
Ariana membuka mata dan mendapati pemandangan Greg dan perut roti sobeknya yang menggoda. Masih dapet sih gue, gerutunya dalam hati. Greg tersenyum melihat Ariana yang menatap d**a telanjangnya dengan 'lapar'.
"Berangkat bareng?" Tanya Greg , yang dijawab anggukan lemah Ariana.
Arah kantor Greg berlawanan dengan kantor Ariana, biasanya ia akan memilih memesan ojek online di hari Senin yang super padat ini. Tapi, mengingat kemungkinan Anka mengajaknya bareng, ia pun mengiyakan tawaran Greg.
Anka sedang menunggu lift saat Ariana dan Greg keluar kamar bersamaan, dengan ramah Greg menyapa Anka yang menoleh dan menatap Ariana dengan tatapan malas. Masih tanpa senyum, Anka mengajak ngobrol Greg. Sekedar berbasa-basi. Sementara Ariana diam mematung, menyadari jantungnya yang mendadak gedumbrangan melihat Anka.
"Are you okay?" Greg mengangkat wajah gadis itu saat Anka pamit untuk keluar lebih dulu dari lift.
"Enggak apa-apa, yuk." Jawab Ariana cepat, memalingkan wajahnya dari pria dengan mata hazel itu.
Greg terpaku, ini pertama kali Ariana bersikap dingin kepadanya. Meski Greg tahu tidak ada cinta di hati gadis itu tapi Ariana adalah pribadi yang hangat.
***
"Ar, nanti makan di Ngariung yuk, baru buka di belakang gedung sebelah. Banyak promo." Melani bersandar di kubikel Ariana sambil memainkan ponsel.
"Boleh, diskon berapa persen?" Jawabnya. Perempuan dan diskon tidak bisa dipisahkan.
"Berapa ya, bentar deh ada member get member-nya juga. Jadi gue bawa lu, dapet...diskon 35%. Lumayan lah." Sebuah kupon dilambaikan oleh Melani yang mengedikkan alisnya dengan cepat.
"Wah parah lo Mbak, kesana enggak ngajak gue."
"Ye lu kan abis hanimun sama pak bos kemarin hihihi." Ariana memukul lengan Melani dengan pulpen.
"Enak-enak Mbak masakannya, tempatnya juga adem gitu. Bikin inget suasana perkampungan." Dena ikut berdiri di depannya.
"Iya okelah."
Ddrrttt..ddrrtttt..
BigBoss : Makan siang bareng?
Pesan dari Anka, sengaja Ariana ganti nama kontak bosnya. Tidak enak kalau Safira tahu. Ariana melirik Dena dan Melani bergantian, mengangkat ponsel dan menunjukkan pada mereka.
"Ciiieeeeeee..." Melani dan Dena berteriak kompak yang langsung dihujani pukulan dan cubitan Ariana.
"Whats up, Girls?" Benni menghampiri ketiga rekan kerjanya.
"Ada yang diajak kencan sama pak bos hahahaha." Melani berbisik pada Benni dan tertawa lepas bersama.
"Ya ampun, dia pacaran sama temenku Mbak. Pasti mau minta tolong aku deh."
Wajah Melani berubah menjadi mode kepo maksimal.
"Masa sih? Temen lu seksi? Cantik? Kayak siapa?"
"Alim, hijaban, ahli surga deh. Eneg kali dia sama yang model-model seksi kayak si melon." Jawab Ariana, kesal.
Melon itu julukan untuk Vina yang bertemu dengannya di kokas minggu lalu.
Kesal? Kok gue kesel ya?
Melani manggut-manggut, diikuti Dena yang menekuk wajahnya dengan dramatis.
"Eh jangan-jangan yang ketemu sama gue malam itu? Yang mirip LCB." Melani menepuk tangan Ariana.
Ariana menerawang, ke malam ia reuni dengan Genk Bang, Safira datang terlambat malam itu.
"Ini bukan Mbak?" Ariana menyodorkan ponsel, menunjukan foto Safira pada Melani.
"Iya bener, oh temen lu ini?" Melani mengangguk-angguk semangat.
Ariana mengangguk, tangan kanannya menekan d**a kiri yang tiba-tiba terasa ngilu, kok sakit sih?
***
Anka membawa mobilnya masuk ke dalam plaza semanggi.
"Kita ke rooftop ya."
"Terserah aja Pak." Ariana menyahut.
Ada detakan asing yang bergerak di balik blouse biru langitnya. Nyeri, hidup dan sesekali membuat napasnya sesak. Ariana tidak mengerti.
Langkahnya sigap mengikuti Anka yang berjalan seolah mereka sedang dikejar debt collector. Mata sendu pria itu mencari-cari bangku kosong, jam makan siang bahkan restoran di atap ini tak sepi pengunjung.
"Ayo, Ar!" Katanya, setelah menemukan sepasang kursi yang available.
Jari-jari panjang Anka mengetuk-ngetuk meja secara tidak sabar saat Ariana melihat-lihat buku menu.
"Cordon bleu, lemon sparkle squash. Sama air mineral ya Mbak." Seorang waitress mencatat pesanan Ariana, setelah mengulang pesanan tamunya, gadis itu berlalu.
Ditatapnya Anka, yang juga sedang menatapnya dengan datar.
"Kamu---mendukung saya, dengan Safira?"
What can I say?
"Iya." Ariana memainkan anak rambutnya yang keluar dari kunciran.
"Fathan, teman saya." Ariana memandang Anka, yang sepertinya berat membicarakan hal ini dengan Ariana. "Saya siap mundur, tapi Fira tidak menginginkan saya mundur."
Btw, itu kalimat terpanjang selama Ariana mengenal Anka. Dan itu karena membicarakan Fira, batin Ariana ngedumel.
Eehh apa ini?
"Bapak---" Ariana mengernyitkan dahinya sebentar, terlalu enggan menyebutkan kata berikutnya, "cinta sama Fira?" Lanjutnya.
"Dia, tipe perempuan yang ingin saya nikahi."
Jelas! Mana mau kamu nikah sama perempuan bebas seperti saya atau si melon. Yang cuma tahu menghabiskan waktu di bar dan club malam. Ariana nyinyir dalam hati.
"Tapi Fira tahu Bapak kayak gimana?"
Anka mengerti maksud pertanyaan gadis itu, ia pun mengangguk.
"Enggak keberatan?" Anka menggeleng, si manusia irit ngomong ini.
Ariana tidak mengerti Safira melihat situasi ini, Gilang ditolak, Anka yang justru sebelas dua belas dengan gaya hidupnya malah diterima. Pesanan mereka datang, Ariana mengamati pelayan yang menata makanan di mejanya.
"Ariana, jadi teman saya ya?" Tiba-tiba Anka mengatakan hal itu, membuat Ariana kikuk.
"Teman?"
"Di luar kantor, kita berteman."
Jelassss, di dalam kantor gue tetep kacung lu toh, Bos? Profesional Ariana, profesional.
Meski hatinya ngedumel terus, ia mengangguk juga. Tangan Anka yang bebas di atas meja meraihnya, mengenggam tangan kanan Ariana.
"Thanks ya." Jawabnya, dengan senyum.
Ariana bergeming, semalam mimpi apa? Anka menyentuh tangannya dan tersenyum, jenggot merlin!! Ini Anka bossnya yang pelit ngomong dan judes itu, tersenyum! Hati Ariana mengembang, indah dan sesak, saat mengingat Anka melakukan hal ini karena Safira.
Pembicaraan berbelok ke arah Greg, Anka bertanya tentang Greg dan hubungan mereka. Ariana menjelaskan pandangannya tentang pernikahan dan komitmen. Anka mengangguk-angguk, lama tinggal di Adelaide cukup membuat cara berpikirnya lebih terbuka. Tidak seperti beberapa orang yang terang-terangan menghujat gaya hidup Ariana.
"Balik, Pak?" Ariana melihat jam di lengan kirinya.
"Anka aja kalau di luar, atau mau manggil saya seperti Fira juga boleh."
"Mas tato?" Ariana bertanya polos, dahi bosnya mengernyit bingung.
"Mas Anka." Jawab pria itu dengan tawa yang terselip.
Ariana mengangguk-angguk, begooooooo. Batinnya merutuk.
•••