Anka melesakkan b****g tepok-able-nya ke dalam sofa empuk di ruang tunggu, sementara Ariana bersusah payah membawa jinjingan dokumen yang harus ditandatangi klien mereka nanti.
Kemarin aja, belanjaan gue segitu entengnya dibawain. Lah ini yang jelas-jelas berat, pura-pura buta dia. Ck.
Ariana melirik bos mudanya yang sedang asyik dengan ponsel pintar. Sengaja dihempaskan tas kain itu di depan Anka keras - keras, pria itu meliriknya sekilas dengan tatapan polos dan kembali menekuni apapun yang sedang dilihatnya dalam ponsel itu.
Ariana duduk di sebelahnya, mengamati profil Anka dari samping. Rahang tegasnya menunjukkan betapa keras dan arogan pria di depannya ini. Anka menoleh lagi, matanya terlihat sayu dan sendu tanpa kacamata frameless yang biasa bertengger manis di hidung mancungnya.
Himbauan untuk masuk ke Pesawat yang tertera di tiket mereka, menyadarkan Anka dan Ariana bersamaan, mereka pun bergegas memasuki Pesawat. Kali ini, Anka membawakan tas berisi dokumen yang sebelumnya dihempaskan Ariana.
Gitu dong, kan makin ganteng jadinya.
Ariana berjalan dengan senyum puas di wajahnya.
Ariana benci take off, ia akan menautkan jari jemarinya dan berdoa dalam hati. Satu-satunya keadaan dimana hatinya lebih banyak berdoa adalah saat melakukan perjalanan dengan pesawat, selebihnya, blaaaasss lupa.
Anka melihat perubahan air muka karyawannya yang tiba-tiba menegang. Diremasnya lutut gadis itu, menenangkan.
Ariana menoleh, mendapati wajah Anka yang damai dengan memejamkan matanya. Kepalanya disandarkan ke belakang, remasan tangannya di lutut kanan Ariana mengendur. Seketika ketakutannya menguap, berganti desiran yang tak dimengerti di dadanya. Ariana menelan ludah dengan sulit, pemandangan Anka dengan wajah rentannya membuat gadis bermata seksi itu bergumam dalam hati, ya ampun cipok-able banget sih bibirmu Bos.
"Iya Pak?" Ariana menjawab panggilan dari bosnya dengan mengapit ponsel menggunakan bahu, tangannya sibuk memoles lotion ke seluruh lengan.
"Saya tunggu di bawah."
Klik.
Ariana memandangi dengan jengkel ponsel yang sudah terputus sambungannya. See? Ini orang gak pernah belajar sopan santun, sangat berbeda dengan sang ayah yang terkenal ramah.
Ariana mematut diri sekali lagi, pada dinding lift hotel yang seperti cermin. Merapikan sedikit blouse merah yang dipadankan dengan rok span hitam. Pintu lift terbuka, langkahnya menyusuri lobbi hotel menuju hall. Sarapan telah disediakan untuk para tamu disana.
Di hall ia mendapati Anka sedang memandangi serius laptop di hadapannya, dengan jari yang mengusap-usap dagu perlahan. Matanya menangkap pandangan 'lapar' Ariana. Dipanggilnya gadis itu dengan isyarat untuk duduk di sebelahnya.
Sebuah pesan masuk dari Dena.
Dena GFC : Mbak, ada dokumen yg kelewat tanda tangan bapak. Tolong cek lg mbak, sorry banget.
Hhmm, Ariana memeriksa semua dokumen yang dibawanya. Benar, ada berkas yang terlewat tanda tangan Anka.
"Pak, ini kelewat belum di tanda tangan." Ariana menyodorkan berkas yang ditemuinya.
Anka memandanginya tajam, alisnya naik satu. Ariana belajar menerjemahkan bahasa muka bos mudanya itu, "kenapa bisa?" kurang lebih begitu.
"Ketinggalan kayaknya, baru diselipin Dena last minute."
"Bisa kerja enggak sih dia!"
Ariana menyahut, "namanya juga lupa Pak, enggak inget." Anka menatapnya galak, Ariana menggerakan tangan di depan bibir dengan gaya mengunci.
***
"Semoga pak Gito lekas sembuh ya Pak!" Pak Wirya, kepala procurement BDB menyalami Anka sambil mengantarnya dan Ariana keluar gedung.
"Iya terima kasih Pak, senang bekerjasama dengan Bapak." Anka menjawab, dengan wajah datar.
Pak Wirya tersenyum ke arah Ariana yang dibalasnya dengan ramah.
Masih ada satu hari lagi waktu mereka di Bali, untuk ikut lelang tender besok pagi di Perusahaan Stasiun TV lokal. Mestinya malam ini bebas, Ariana sudah menyusun rencana untuk refreshing sejenak malam ini, tanpa Anka.
Kecuali jika Anka bersedia melepas titel bos - karyawan dengannya, ia terkikik geli dalam hati.
"Pak, nanti malam saya mau nge-bar. Bapak mau ikut?" Anka mengalihkan pandangannya dari jalan.
"Kemana?"
"Espresso, ada teman saya di sana."
"Di?"
"Legian."
"Oke."
Krik krik krik. Anka keliatan gak tertarik mengobrol hal lain dengan Ariana, ia pun hanya membuka ponselnya.
Greg : Kerjaan overload, gak bisa nyusul. Take care babe!
Me : oke
***
GFC Squad
Melani GFC : Ciee yg lg hanimun ama bos ganteng, anteng bener. Ihirrr
Dena GFC : bawain oleh2 ya mbak
Kevin GFC : Jgn mau klo di ajakin sekamar Ar
Benni GFC : Jgn lupa pake pengaman ya Ar hahaha
Kevin GFC : Eh benjut lu jgn ngomporin bebeb gw dong
Benni GFC : Hahaha kapan lagi punya kesempatan berduaan sama bos Ar, maksimalkan
Kevin GFC : Benjut minta di sunat nih
Me : Jgn envy ya gaesssssss, begini nasib kacung soleha. Sambil menyelam minum mojito ditemenin oppa oppa kece abeesss . Surgaaaaaa
Kevin GFC : Jgn duakan gw dong beb
Dena GFC : Hahahahaha
Melani GFC : Mamposs hahaha, ditunggu kabar baiknya Ar, seperti di approve-nya pengajuan cuti gue gitu..Hihihi
Me : wah nyolong start lu mbak!
Melani GFC : hihihi ✌
***
Safira : Ar, bang Fathan minta jawaban. Fira harus jawab apa? Fira cuma mau mas tato itu. Tolongin Fira, Ar.
Ariana memijat pelipisnya, membaca pesan terakhir, dari Fira. Ariana juga tidak punya saran yang berarti. Fira harus milih Fathan atau pria bertato yang berhasil merebut perhatiannya itu. Ariana tidak tahu gimana rasanya jatuh cinta, seperti yang sedang Fira rasakan, dia juga bingung harus kasih motivasi apa.
"Kamu mau turun enggak?"
Ariana menoleh dan melihat Anka yang sudah membuka pintu mobil yang mereka sewa hingga Sabtu. Dibukanya pintu di sisi kiri, menyusul Anka yang sudah jalan sambil mengunci pintu mobil tanpa menoleh.
Gila nih orang, ngeloyor aja gak ada basa-basinya. Kampret!
***
Tangan Ariana menggenggam erat seprai, membuat kuku-kukunya memutih. Perutnya terasa diremas-remas, hari pertama dalam periode bulanannya membuat gadis itu gak berdaya. Tubuhnya meringkuk, nungging, menggulung demi mencari posisi nyaman untuk meredakan sakitnya.
Animals - Martin Garrix berputar di ponselnya, Setan Ganteng memanggil, nama yang disematkan untuk Anka.
"Haloo.." Jawabnya, menahan sakit.
"Kamu kenapa?"
"Hari pertama Pak, perut saya kram."
"Gak jadi nge-bar dong?"
Menurut ngana???????
Ariana tidak punya energi untuk sarkas, "Bapak aja deh, saya mau istirahat."
"Saya makan malam aja deh, kamu ada mau nitip sesuatu enggak?"
Ariana ingat, dia hanya membawa satu pembalut cadangan.
"Boleh Pak? Saya kirim chat deh ya Pak."
"Ya." Klik.
Ariana mencari gambar pembalut yang biasa digunakannya, di google.
Me : ..sending picture..
Me : Harus yg kayak gitu ya pak, jgn yg lain.
Setan Ganteng : ARE YOU f*****g KIDDING ME?
Me : maaf banget pak, tp saya gak bawa lagi. Cuma 1, pelis.
Hanya di-read, Ariana pasrah kalau Anka gak mau beliin. Dia Bisa pesan via ojol, ditutupi wajahnya dengan bantal, berteriak kencang.
Suara ketukan di pintu membuat Ariana bernapas lega.
Ariana beranjak lemah membuka pintu kamarnya, Anka menerobos masuk. Wajahnya seperti biasa, flat seperti papan triplek. Ia membawa dua jinjingan, yang satu makanan dan yang lainnya belanjaan. Ariana nyengir kuda dan meringis bersamaan.
"Ini! Makan dulu." Titah Anka sambil membuka pembungkus makanan, dikeluarkannya ayam betutu berikut nasi dan lainnya.
Di plastik satunya lagi, ia mengeluarkan 2 botol jamu dan obat pereda nyeri datang bulan. Ariana surprise, Anka membelikan pembalutnya berikut obatnya.
Ariana duduk bersila di lantai, berhadapan dengan bos mudanya yang sedang menyajikan kedua makanan itu untuk mereka.
"Makasi banget Pak, maaf ngerepotin."
"Sama-sama." Anka menyalakan tv dan memakan makanannya.
Mamita is calling...
"Hallo.."
"Mama besok meluncur, Bali aja deh fix. Kamu nginep dimana?"
"Di Haven, pesawat jam berapa?" Tanya Ariana sambil merobek ayam betutunya dengan jari.
"Jam 10. Oke sayang, see you tomorrow."
"Oke Mah, hati-hati."
Ariana mematikan ponsel.
"Jadi pulang Minggu?" Anka menggeser duduknya, menghadap Ariana lagi.
"Jadi, Bapak?"
"Saya pulang besok." Jawabnya, kembali beralih ke tv.
Anka memaksa Ariana minum obat pereda nyeri haid dan menyuruhnya berbaring. Anka bahkan membeli minyak kayu putih, untuk menghangatkan perutnya.
Baik juga dia, pikir Ariana.
Anka berbaring di sofa yang melintang di samping kasur hotel, menonton acara lokal di tv kamar Ariana. Sementara gadis itu memijat lembut perutnya menggunakan minyak kayu putih, matanya mengamati bos muda yang mengenakan polo shirt dan celana selutut berwarna coklat itu. Anka menopang kepalanya dengan tangan, dan terlihatlah beberapa tato di lengan kanannya.
Ariana baru tahu bahwa pria ini bertato.
Ditelusuri lagi kakinya, rupanya Anka juga memiliki beberapa tato di betis kiri yang tak begitu terlihat dengan posisinya yang sedang berbaring. Suara dengkuran halus lolos dari bibirnya, Anka tertidur, di kamar Ariana.
Diamatinya wajah polos Anka yang sedang terlelap. Kesan galak dan arogannya menguap bersama hembusan napasnya yang teratur, Ariana menatap wajah itu lamat-lamat. Sesuatu berdesir di dadanya, apa ini? Anka cuma bersikap baik karena kita datang berdua ke pulau ini, Ariana meluruskan pemikirannya.
•••