"Via, Mama, duduk dulu. Abi mau bicarain hal yang serius," ucap Abi Silvia saat kini mereka baru saja selesai melaksanakan shalat subuh berjamaah.
"Ada apa, Bi? Ada masalah?" tanya Mama Silvia khawatir karena tumben sekali suaminya itu bersikap seperti itu.
Silvia sendiri juga merasakan hal yang sama. Dia penasaran, apa yang sudah terjadi dengan Abinya itu.
"Begini, kemarin Abi gak sengaja denger Silvia ngomong sendiri di kamar dan sepertinya Silvia sedang tertarik pada seorang pria, apakah Abi benar?"
Silvia dan Mamanya langsung menjadi tegang di sana setelah tahu ke mana arah pembicaraan Abinya ini. Ya, kejadian seperti ini sudah pernah terjadi dulu. Abinya salah sangka dan mengira jika Silvia sedang dekat dengan seorang pria dan langsung mendaftarkan dirinya untuk mengikuti ta'aruf. Padahal waktu itu, Silvia hanya sedang melakukan telepon dengan teman prianya mengenai proyek kuliah bersama mereka.
Apakah kali ini, Abinya melakukan hal yang sama? Lagi?
"Nggak kok, Bi. Sebenernya Via tuh____"
"Biar Via yang jawab sendiri Ma. Dia sudah besar dan lebih dari mampu untuk menjawab Abinya," ucap Abinya terlihat kesal, mungkin karena Silvia tidak mengatakan apapun padanya tentang sosok pria ini sejak kemarin-kemarin. Tapi apa yang mau dikatakan? Pria yang Silvia kagumi ini bahkan keduanya baru saja bertemu dan saling mengenal beberapa waktu yang lalu.
"Sebenernya Via tuh baru aja kenal sama pria ini kok, Bi. Via bukannya tertarik berlebihan gitu sama pria ini, cuma rada bingung kenapa Via selalu ketemu sama dia terus-menerus dan dia nolongin Via mulu pas Via butuh bantuan. Cuma gitu aja kok, Bi. Gak ada perasaan yang lain. Silvia selallu inget kok pesan Abi yang mengatakan kalo menaruh kekaguman berlebihan pada seorang pria melebihi kepada Tuhan itu adalah dosa. Makanya Via gak berani juga kayak gitu," ucap Silvia berusaha menjelaskan dengan jelas pada Abinya di sana.
"Nah itu, nanti kalo terus-terusan dipikirin terus berubah jadi cinta dana ingin mendapatkan, gimana?" ucap Abinya membuat Silvia diam tidak bisa menjawab apapun di sana.
Mamanya yang melihat itu langsung memeluk putrinya itu berusaha memberikan kekuatan agar, Silvia tetap tegar. Dia yang tahu benar bagaimana jalan kisah pertemuan Silvia dan Alfian ini, merasa jika suaminya itu sudah bersikap berlebihan.
"Jadi sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi, Abi sudah mendaftarkan Silvia untuk ta'aruf kemarin. Tapi kembali lagi, semua pilihan ada ditangan Silvia sendiri. Abi merasa gak masalah kalo Silvia mau menikahnya nanti setelah kuliahnya selesai. Yang jelas sekarang, kita bisa menemukan pasangan dulu buat Via dengan cara yang benar yaitu ta'aruf. Apa Via keberatan?" ucap Abinya membuat Silvia kali ini hanya diam saja merasa jika lagi-lagi Abinya tidak mencoba memahami perasaannya seperti yang sudah-sudah.
Tapi bagaimanapun, melawan orang tua tidak akan pernah dilakukannya sampai kapanpun jadi,
Silvia mengangguk dengan wajah yang menunduk sedih di sana membuat Abinya nampak merasa puas dan senang di sana.
"Bagus. Kalo begitu Silvia harus siap setiap hari, karena kita tidak tahu kapan calonnya akan datang ke sini. Abi mau siap-siap berangkat kerja dulu," ucap Abinya kemudian berdiri dan pergi dari sana, menyisakan Silvia bersama dengan Mamanya berdua saja.
"Nak... kamu_____"
Ucapan Mamanya terhenti karena Silvia tiba-tiba saja memeluknya dengan erat di sana dan ya, wanita cantik itu menangis, menumpahkan kesedihannya di dalam pelukan hangat Mamanya itu.
"Yang sabar ya, Nak. Nanti Mama bantuin ngomong ke Abi pelan-pelan. Yang sabar ya, kuatin hati Via lagi. Mama ada di sini," ucap Mama Via terlihat mencoba menyemangati putrinya itu agar tidak terlalu lama bersedih karena memikirkan masalah ini.
Sementara itu...
"Turun, nggak? Turun sana. Ngapain ngikutin mulu, sih? Mau ikut aku kerja gitu? Udah dirumah aja bantuin Mama sana. Dasar tamu tak diundang yang nyebelin. Gak ada sopan-sopannya sama sekali. Dateng gak kasih kabar, terus gangguin mulu lagi sejak semalem. Kamu tuh habis patah hati atau bagaimana?" ucap Alfian pada wanita yang kini tengah memasang sabuk pengaman di kursi penumpang di sampingnya itu,
"Aku mau nebeng aja, kok. Turunin di dekat Mall. Aku mau belanja," ucap wanita itu tegas tandanya tidak mau dibantah, membuat Alfian menghembuskan nafas beratnya.
"Aku bukan supir. Naik taksi aja sana. Aku buru-buru, nih. Turun, nggak?" ucap Alfian yang bersikeras tidak mau pergi bersama wanita itu tapi,
"Kalo terus ngomel aku teriak nih, biar Tante tahu kamu jahat banget sama aku. Cepet jalan," ucap wanita itu masih tidak menyerah juga, membuat Alfian akhirnya menyerah dan membiarkan wanita itu ikut dengannya.
"Dasar sepupu tidak tahu malu. Pernikahan Akmal tuh, masih jauh hari, loh. Mending kamu pulang dulu dan baru ke sini nanti pas deket hari H-nya. Lagian ngapain repot-repot dateng kalo nanti di sana cuma ngerasa hatinya panas liat mantan terkasih bersanding dengan yang lain?" ucap Alfian saat kini sudah mulai menjalankan mobilnya pergi dari kawasan rumahnya di sana.
Ya. Wanita itu adalah Alana Hadiwijaya. Sepupunya yang juga adalah mantan Akmal yang dulu mereka pernah berpacaran sekitar 3 tahun lamanya. Entah mengapa keduanya putus saat itu. Tapi melihat Alana yang langsung datang begitu mendengar Akmal akan menikah dan bertekad akan ke sana bagaimanapun caranya, membuat Alfian merasa bangga. Berarti hubungan keduanya masih baik-baik saja dan mungkin Alana datang ke sana untuk melepaskan pria yang pernah ada di dalam hidupnya itu dengan benar. Meski Alfian sendiri tahu jika Alana sebenarnya masih mencintai Akmal sampai saat ini, terbukti dengan Alana yang masih belum memiliki pasangan sampai saat ini. Bagaimana Alfian tahu? Ya, itu karena Alana ngotot ingin pergi ke acara pernikahan bersama Alfian karena tidak ingin kelihatan datang sendiri. Katanya itu akan membuat harga dirinya terluka. Memang wanita satu ini sering kali membuat Alfian pusing tapi, sebenarnya Alana juga adalah wanita yang baik jika kalian mau mengenalnya lebih jauh lagi.
"Kamu tuh gak akan tahu, Fi, rasanya berusaha ikhlasin orang yang dulu pernah kita cintai. Ya, meski berat, aku berusaha untuk melakukannya sekarang. Tiga tahun kami bersama itu bukan waktu yang sebentar. Banyak sekali kenangan manis di dalamnya dan aku masih susah melupakannya. Tapi aku bersyukur dia bisa melanjutkan hidupnya bahkan menikah sekarang. Aku ikut bahagia," ucap Alana sambil terlihat menatap keluar jendela, membuat Alfian turut merasa sedih untuk sepupunya itu.
"Yaudah iya, yang sabar ya. Karena aku baik, aku bakal hibur kamu selama di sini deh. Kamu kalo mau jalan-jalan ke mana pun itu, bilang aja. Nanti aku anterin. Tapi kamu beneran stay di sini cuma sampe nikahannya Akmal, 'kan? Terus kamu pulang, 'kan? Gak ada rencana buat selamanya tinggal di sini, 'kan?" ucap Alfian yang langsung membuat Alana tersenyum kecil dan,
"Ya... masih kupikirin dulu, sih. Nggak tahu kalo nanti berubah pikiran. Atau mungkin nanti Tuhan sendiri yang mau aku di sini sampe______"
"Gak boleh! Gak! Jangan gitu, dong," protes Alfian yang tentu saja merasa keberatan jika sepupunya itu tinggal lama di rumahnya. Membayangkan betapa repotnya Alfian nanti, saat menghadapi sepupunya itu, oh... tentu saja dia tidak mau.
"Ih... kok gitu? Kelihatan dari sikap kamu yang masih gak ada lembut-lembutnya sama sekali nih, aku yakin pasti belom ada ceweknya 'kan? Masih jomblo pasti, 'kan?" ucap Alana dengan nada mengejek membuat Alfian tentu saja tidak mau terlihat kalah akhirnya mengatakan jika,
"Nggak kok. Udah dapet cewek satu yang baik dan manis banget. Gak kayak kamu. Doain sampe pelaminan, ya. Biar kamu juga cepet ketularan cepet nikah. Nanti kan jadi bisa move on dari Akmal," ucap Alfian yang entah mengapa membuat Alana malah tertawa kecil di sampingnya.
"Makanya, jadi orang tuh yang perhatian dikit. Aku udah tunangan kali. Gak liat nih?" ucap Alana dengan percaya diri sambil menunjukkan tangannya yang terdapat cincin berlian, melingkar indah di jari manisnya di sana.
Alfian yang terkejut langsung menepikan mobilnya dan berhenti mendadak di sana. Ya, jelas sekali dia tidak percaya karena seingatnya Alana tidak pernah mengundang keluarganya datang ke acara pertunangannya. Sepupunya itu pasti bohong.
"Kamu boong, 'kan? Kapan tunangannya? Kok gak undang keluarga besar. Ah... gak lucu boongnya," ucap Alfian masih tidak terima sudah dicuri start nya oleh sepupunya itu karena seharusnya dia duluan yang menikah. Masa dia akan menjadi yang terakhir yang menikah di keluarga besarnya nanti? Oh... tidak.
"Enak aja. Udah undang semua orang kok. Kakak aja gak dateng waktu itu. Kata Om sama Tante, kakak ada acara diluar kota. Rapat apa.... gitu. Makanya jadi orang tuh jangan pinter-pinter amat. Jadi sibuk melulu sampe waktu buat keluarga gak ada. Banyangin nanti kalo Kakak terus kayak gini. Gimana perasaan istrinya yang terus ditinggal. Ah... pasti sakit hati banget, tuh," ucap Alana membuat Alfian berdecih sebelum akhirnya kembali melajukan mobilnya lagi.
"Ya kalo nanti udah nikah beda lagi lah. Sibuknya pasti bakal dikurangin. Terus kalo emang udah tunangan, ngapain gak dateng ke nikahan Akmal bareng tunangan kamu aja? Kenapa ngotot bareng Kakak?" ucap Alfian berusaha menjernihkan kebingungannya dengan bertanya, membuat Alana terlihat kembali menatap ke luar jendela seolah berat untuk menjawabnya.
"Sebenarnya aku tunangan karena terpaksa. Doni tidak benar-benar mencintaiku. Dia sudah memiliki kekasih sebelum bertunangan denganku dan tidak bisa melepaskan kekasihnya itu. Posisi kami cuma dijodohin, jadi_____"
"Jadi? Jadi apanya? Terus kenapa kamu mau tunangan gitu aja? Kenapa gak ngomong masalah ini sama orang tua? Kamu mau kakak bantuin? Kondisi kamu tuh udah gak bisa dibilang baik-baik aja, loh. Kamu nyiksa diri kamu sendiri kalo masih maksain buat bareng sama dia. Biar kakak yang ngomong sama orang tua kamu nanti. Atau mungkin kuta ngomong sama Mama biar dia bantuin ngomong ke Mama kamu. Tenang aja. Kakak pasti bantuin kamu keluar dari masalah ini," ucap Alfian merasa bersalah karena sudah bersikap tidak begitu baik semenjak sepupunya itu datang. Alfian tidak tahu jika sepupunya memiliki masalah seberat itu dipundaknya.
'Ternyata benar yang dikatakan orang. Seorang wanita paling pandai untuk urusan menyembunyikan perasaannya. Meski seberat apapun masalah yang tengah dihadapinya, seorang wanita masih bisa tersenyum. Senyum paksa untuk menyembunyikan luka yang ditanggungnya sendiri di dalam hatinya. Kenapa mereka suka menyiksa diri sendiri? Kenapa mereka ingin melihat orang lain bahagia dengan menanggung semua rasa sakit yang mungkin akan ditanggungnya sendiri? Kenapa?'
• • • • •
"Kenapa lagi, sekarang? Bukannya kemarin udah bahagia banget karena akhirnya bisa ketemu pujaan hati? Kok sekarang manyun?" tanya Tasya beruntun pada Silvia yang terlihat hanya mengaduk makanannya dengan tatapan kosong tepat di depannya saat ini.
"Gapapa, kok," jawab Silvia singkat membuat Tasya semakin yakin jika temannya itu sedang menghadapi masalah serius saat ini.
"Mumpung kantin sepi dan kita habis ini juga gak ada kelas, cerita aja. Aku dengerin, kok," ucap Tasya mencoba membujuk temannya untuk bercerita dan,
"Sebenarnya Tas, Abi daftarin aku ta'aruf dan_____"
"Gila!!!! Terus pujaan hati yang waktu itu gimana? Wah... padahal ganteng banget. Kok bisa sih tiba-tiba Abi mutusin gitu? Atau kamu yang minta?" ucap Tasya membuat Silvia berkaca-kaca.
"Kayaknya Abi denger pas aku gak sengaja ngomong sendiri di kamar soal Pak Alfian. Bukan ngomong yang kayak giman-gimana cuma heran aja, kok akutuh ketemu dia mulu gitu. Pas aku lagi butuh bantuan pula. Kok pas aja. Cuma gitu doang. Tapi kayaknya Abi salah ngertiin. Terus gimana dong, Tas?" ucap Silvia terlihat kebingungan dan sedih disaat yang bersamaan, membuat Tasya menjadi tifak tega dan langsung meraih tangan sahabatnya itu untuk digenggamnya dengan erat, berusaha menyalurkan sebanyak mungkin energi positif yang dibutuhkan Silvia saat ini.
"Yang tabah, yang kuat. Percaya aja deh, kalo kamu sama Pak Alfian jodoh, kalian bakal bersatu gimanapun caranya. Sekarang ikutin aja rencana Abi kamu. Toh ta'aruf kan gak melulu berhasil, Sil. Kamu juga bisa nolak. Semua keputusan tuh sepenuhnya ada sama kamu. Kali sekiranya kamu merasa hati kamu gak cocok ya tolak aja. Terus jangan lupa libatin Tuhan disetiap keputusan. Kan kamu sendiri yang ngajarin aku dulu," ucap Tasya yang nampaknya sedikit banyak berhasil membuat sahabatnya itu merasa lebih baik. Terbukti Silvia bisa tersenyum lagi, meski hanya sebentar tadi.
"Makasih udah mau dengerin curhatan aku, ya. Sebenernya tuh ini bukan masalah jodoh sama Pak Alfian tau nggak tapi, kesiapan buat ta'arufnya ini loh, Tas. Aku sama sekali gak siap. Lagian masa cuma gara-gara mikir cowok langsung buru-buru dicariin pasangan kayak gini. Kalo nanti rencananya langsung dinikahin gimana. Ah... gak bisa bayangin. Tamat udah. Pasti Abi gak akan bolehin aku kuliah lagi dan suruh urus fokus sama kehidupan nikah aja. Ngurus suami dirumah dan lain-lain. Padahal kan kelulusan udah didepan mata. Masa mau berhenti sampe di sini doang. Kalo kira-kira nanti aku nolak kandidat pria yang mau ta'aruf sama aku, Abi bakal marah gak ya? Ah... pusing banget. Gak tau ah," ucap Silvia membuat Tasya juga menjadi bingung jadinya tapi,
"Ya, kan yang nikah bagaimanapun juga kamu. Yang jalanin hubungannya kamu. Kalo Abi kamu marah karena kamu nolak, dia yang salah, Sil. Maaf nih, bukan bermaksud nyalahin beliau tapi, giniloh. Orang tua mencarikan pasangan untuk anaknya itu maksudnya baik tapi, akan salah jadinya kalo maksud baiknya itu berubah menjadi memaksakan kehendaknya pada anak mereka. Kayak kamu harus ini, kamu harus itu. Kamu udah besar loh, Sil. Keputusan kamu akan hidup kamu sendiri itu penting. Kalo kamu biarin orang lain yang ngambil keputusan akan hidup kamu, gimana endingnya nanti? Yakin kamu bakal bahagia? Yakin dengan dengerin dan lakuin keputusan yang diambil oleh orang itu adalah hal yang benar? Pikirin semuanya baik-baik. Jangan iya-iya mulu. Kadang ngomong nggak itu perlu banget dalam hidup ini," jelas Tasya membuat Silvia menjadi berpikir panjang sambil setengah melamun di sana.
'Keputusan...... Eum... mungkin, bener kata Tasya. Abi emang boleh cariin pasangan buat aku tapi, mau atau nggak, aku sendiri yang harus putusin. Kalo emang ngerasa gak cocok aku harus nolak dan ngomong baik-baik sama Abi. Jangan takut, Sil. Ya... aku pasti bisa melakukannya. Hanya tinggal menolak dan ngomong gak mau aja, 'kan? Apa susahnya?'
Bersambung...