Part 8. Pusat Perbelanjaan Mempertemukan Kita

2656 Words
Keesokan harinya... "Makasih ya, udah mau temenin Mama belanja bahan kue. Sekali-sekali Mama tuh emang pingin belanja ke sini sejak lama, Nak. Bahannya lengkap banget. Gak usah pindah-pindah toko," ucap Mama Silvia pada putrinya yang tengah mendorong troli belanjaan di sampingnya. "Iya Ma. Sama-sama. Lagian, mumpung Via libur juga gak kuliah gara-gara kelas pagi dibatalin. Yaudah, jalan-jalan aja sama Mama sekalian. Ini berarti kita mau ke bagian bahan-bahan kue, 'kan? Yuk. Tempatnya ada di deket sayur-sayuran," ucap Silvia kemudian mendorong trolinya menuju tempat yang akan ditujunya itu, bersama dengan Mamanya yang masih terus setia mengikutinya di sana. "Tunggu, Nak. Kayaknya Mama kenal Ibu itu, deh. Sapa nggak, ya?" ucap Mamanya terlihat sedikit ragu, membuat Silvia akhirnya, "Pastiin dulu, itu udah orang yang bener belum? Nanti kalo salah orang malu, loh," ucap Silvia mengingatkan, karena Mamanya tadi terdengar tidak yakin. "Hei! Jeng Ayu!" "Tuh, 'kan, Mama kenal beneran, Nak. Yuk kita sapa bentar," ucap Mama Silvia setelah tadi melambaikan tangan ke arah temannya itu, tanda menyambut sapaan panggilannya. "Hai, Jeng Rumi! Apa kabar? Sedang belanja juga ya? Kok sendirian aja?" ucap Mama Silvia pada temannya itu terdengar perhatian, membuat Silvia menjadi bertanya-tanya, apakah hubungan keduanya sedekat itu? Pasalnya Mamanya itu tidak akan memberikan perhatian seperti itu kepada orang asing. "Iya lagi belanja. Sebenernya sama anakku tadi belanjanya. Tapi aku ditinggal. Katanya dia mau beli sesuatu di lantai atas. Ini anakmu, ya? Cantik sekali," ucap teman Mamanya itu saat melihatnya, membuat Silvia sedikit menunduk karena malu. "Iya, ini anakku. Silvia namanya. Kamu gak mau salim sama Tante? Dia yang pesen kue kemarin ituloh, Nak," ucap Mamanya, membuat Silvia akhirnya langsung bergerak mendekati teman Mamanya itu dan mencium punggung tangannya sopan. "Salam kenal ya, Tante? Itu Tante belanjanya banyak kok gak pake troli, sih? Bentar, Via ambilin, ya," ucap Silvia yang dengan penuh perhatian mengambilkan troli belanjaan yang memang tempatnya cukup jauh dari sana. "Anakmu udah cantik, baik lagi. Gak kayak anakku. Cowok satu tapi kadang gak peka sama sekali. Eh, maaf soal uangnya yang kurang kemarin ya. Gara-gara anakku buru-buru, jadi uangnya keselip satu lembar. Udah diterima, 'kan? Semalem anakku yang nganterin uang kurangnya," ucap temannya itu, membuat Mama Silvia tersenyum manis sekali. "Udah, kok. Kamu ini kebiasaan. Kan aku bilang gampang. Nanti kan bisa bayar pas kalo pesen kue lagi. Kenapa buru-buru gitu? Semalem sih, aku udah tidur jadi, Abi nya Silvia yang terima uangnya. Tapi udah dikasih aku pagi ini, kok. Sekali lagi makasih, ya," ucap Mama Silvia tulus sekali saat mengatakannya, membuat temannya itu ikut tersenyum dan, "Yaudah mau beli apa kamu? Sambil nungguin anakmu dateng, yuk kubantuin. Kamu pasti jarang ke sini, 'kan? Mau beli bahan-bahan kue pasti? Yuk, ku kasih tahu tempatnya," ucap temannya itu, membuat Mama Silvia tidak bisa menolak bantuan darinya dan jadinya ikut saja di sana. Sementara itu... "Kok susah banget ditarik, sih. Minta tolong siapa, ya?" ucap Silvia saat sudah sampai di tempat pengambilan troli belanjaan di sana, tapi saat akan menarik satu troli di sana, ternyata troli itu macet dan tidak bisa ditarik. Silvia mengedarkan pandangannya berusaha mencari seseorang yang bisa membantunya menarik troli itu tapi, orang-orang di sekelilingnya terlihat sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing, membuat Silvia menjadi ragu untuk meminta tolong. "Perlu bantuan?" Silvia langsung menengok ke sisi kirinya saat setelah mendengar tawaran bantuan itu dan ternyata, berdiri di sana berdiri seorang pria yang kemarin baru saja diketahui namanya itu. "Loh, Bapak ke sini? Sama siapa? Mau belanja?" ucap Silvia spontan saja bertanya beruntun seperti itu, karena sebenarnya dia merasa sedikit grogi dan tak percaya bisa bisa bertemu dengan pria itu lagi di sini. "Saya tadi tanya bukannya di jawab tapi malah ditanya balik. Jadi kamu perlu bantuan nggak? Jawab dulu baru nanti kita ngobrol yang lain," ucap Alfian sambil tersenyum karena ya, tidak bisa dipungkiri, betapa senangnya dia saat bisa kembali bertemu dengan Silvia lagi di sana. "Ya, trolinya terasa macet dan tidak bisa ditarik. Karenanya saya____ kok Bapak mudah banget nariknya? Kok saya tadi gak bisa?" ucap Silvia saat setelah melihat bagaimana pria itu dengan mudah mengambilkan troli untuknya. "Ya, mungkin troli ini tidak macet sendiri. Mungkin Tuhan sengaja membuatnya macet agar aku datang ke sini dan menolongmu. Tadi aku tidak sengaja melihatmu kesulitan dari kejauhan. Karenanya aku datang dan menawarkan bantuan. Ini trolimu. Kau ke sini bersama siapa?" ucap Alfian saat setelah menyerahkan troli itu pada Silvia. "Aku bersama Mama. Dan kebetulan juga ini sebenarnya bukan troli untukku sendiri. Aku sedang membantu teman Mama tadi. Kalau begitu sampai jumpa lagi, ya. Terima kasih atas bantuanmu tadi," ucap Silvia kemudian pergi begitu saja karena ya, rasa canggung itu masih ada dan dia sendiri merasa tidak nyaman karenanya. Alfian yang melihat Silvia pergi terburu-buru seperti itu, tentu saja tahu benar apa yang terjadi. Malu-malu adalah sikap yang ditunjukkan seorang wanita saat dia merasa canggung dan tidak percaya diri. Dan melihat kondisi Silvia saat ini, pasti wanita itu merasa canggung. "Astaga! Aku lupa meminta nomornya untuk Mama. Aku kejar tidak, ya? Ya sudahlah, aku akan coba memintanya meski dia tidak memberikannya nanti, setidaknya aku sudah mencoba," ucap Alfian sendiri kemudian terlihat berjalan cepat menyusul Silvia yang sudah berjalan cukup jauh di sana. Silvia sendiri terlihat melangkah lebih cepat saat melihat di belakang sana, Alfian terlihat mengejarnya dan mengikutinya. Bukannya apa-apa, hanya saja dia masih tidak tahu apa yang harus dibicarakan bersama pria itu di saat-saat seperti ini. Karenanya, dia memilih menghindar dulu sekarang. "Dia kenapa terus mengikutiku sambil memangil-manggil namaku begitu, sih? Kan malu. Kalo Mama lihat dia nanti gimana? Pasti aku diejekin sampe rumah, nanti," ucao Silvia sendiri kemudian terlihat mencari-cari keberadaan Mamanya ditempat terakhir dia meninggalkannya tadi tapi kenapa tidak ada? "Kemana Mama?" ucap Silvia kemudian terlihat berpikir sebentar kira-kira ke mana Mamanya itu pergi dan, "Jangan melamun di tengah keramaian. Kau akan terlihat aneh," ucap Alfian yang ternyata akhirnya berhasil menyusul Silvia dan saat ini sudah berdiri tegak di belakang wanita cantik itu. "Bapak kenapa ngikutin saya, sih? Terus tadi manggil-manggil juga. Ada apa?" ucap Silvia sambil melihat ke sekelilingnya, berusaha mencari keberadaan Mamanya. "Itu bisa saya katakan nanti. Tapi kamu ini lagi cari siapa sih? Kok kayak kebingungan gitu?" ucap Alfian yang sepertinya sedikit khawatir melihat kebingungan yang terlihat jelas di wajah Silvia itu. "Mama saya tadi di sini, tapi entah sekarang pergi ke mana. Ini baru kali keduanya datang ke sini, makanya saya takut dia tuh nyasar. Dia ke mana, ya?" ucap Silvia terdengar khawatir dan kebingungan, membuat Alfian akhirnya langsung ingin membantu. "Tenang dulu. Kalian tadi ke sini mau beli apa? Mungkin dia sudah ke sana duluan. Ayo saya temenin cari," ucap Alfian membuat Silvia merasa tidak enak. "Bapak ke sini pasti ada urusan, 'kan? Udah gak papa, Bapak pergi aja. Saya baik-baik aja, kok," ucap Silvia yang Alfian tahu itu bohong. Ya, padahal terlihat sekali jika Silvia setengah panik saat ini tapi, wanita itu dengan santainya mengatakan jika dia baik-baik saja? Tidak. Itu tidak benar. "Udah, yuk. Saya maksa mau bantu. Dua orang lebih baik dari satu orang saja. Jangan sungkan gitu," ucap Alfian kemudian terlihat mengambil alih troli Silvia dan mendorongnya, membuat Silvia akhirnya langsung mengikuti ke mana Alfian akan pergi membawanya. "Tunggu," Silvia mencoba menyusul langkah lebar Alfian dan berhasil. Atau mungkin lebih tepatnya Alfian lah yang memperlambat langkahnya, dan menyesuaikannya dengan kecepatan Silvia. "Tadi tujuan utama Mamamu akan pergi ke mana?" tanya Alfian mencoba mencari jejak Mama Silvia agar mudah untuk menemukannya, nanti. "Tadi saya ingin ke sini sama Mama, mau beli bahan-bahan bikin kue. Tapi Mama kan gak tahu tempatnya. Jadi gak mungkin dia_____" "Bisa jadi temennya yang ngasih tahu tempatnya. Kalo gitu ayo kita coba cek di sana," ucap Alfian kemudian mendorong trolinya lebih cepat lagi begitu juga Silvia yang juga terlihat bergegas karena khawatir pada Mamanya tapi, "Permisi," Langkah keduanya terhenti saat melihat pasangan suami istri datang menghampiri mereka di sana. Terlihat ibu itu sedang hamil besar, membuat Silvia dan Alfian saling menatap satu sama lain sebentar di sana. "Ya? Ada yang bisa kami bantu?" ucap Alfian mewakili bertanya, membuat pasangan suami istri itu saling pandang dana tersenyum malu. "Begini, istri saya sejak tadi melihat kalian berdua yang terlihat cocok sekali. Pasangan suami istri yang tampan dan cantik. Karenanya timbul keinginan dalam hatinya untuk dielus perutnya oleh kalian berdua. Kami belum tahu jenis kelamin bayi kami tapi kami berharap, bayinya akan memiliki wajah cantik dan tampan seperti kalian nantinya. Jika tidak keberatan? Bisakah kalian memenuhi keinginannya itu?" ucap sang suami pada Alfian dan Silvia di sana, membuat keduanya mengalihkan pandangan ke arah lain tanda merasa malu satu sama lain. "Maaf kami bukan pasangan suami istri. Tapi jika untuk memenuhi keinginan Ibu, saya dan teman saya pasti sanggup tanpa merasa keberatan sama sekali. Iya, 'kan?" ucap Alfian meminta persetujuan dari Silvia di sana, membuat wanita cantik itu hanya mengangguk lemah karena masih merasa malu. "Terima kasih. Sekali lagi terima kasih. Jika memang sekarang masih menjadi teman, semoga nanti bisa sampai ke pelaminan, ya," ucap Ibu itu terlihat senang membuat Alfian dan Silvia terlihat kembali bertatap sebentar sebelum akhirnya mengelus perut Ibu itu bersama tanpa bersentuhan sama sekali. "Semoga persalinannya nanti berjalan dengan lancar dan Ibu juga dedenya sehat, ya," ucap Silvia mendoakan saat sambil mengelus perut Ibu itu dan siapa yang menyangka, ada reaksi tendangan dari bayi di dalam perut, membuat Silvia dan Alfian merasa terkejut sekaligus bahagia. "Ternyata dia mendengarkan. Sekali lagi terima kasih. Dede bayinya pasti senang berkenalan dengan kalian berdua. Kalau begitu kami permisi," ucap Ibu terlihat senang sambil mengelus perutnya di sana. "Terima kasih ya, Nak. Sekali lagi terima kasih," ucap Sang suami yang kemudian terlihat menuntun istrinya dengan hati-hati pergi dari sana. Silvia terlihat mengangguk dan tersenyum manis sekali melepas kepergian suami istri itu tapi, berbeda dengan Alfian di sana. Saat Silvia menoleh ke arahnya, pria itu malah terlihat terpatung diam. "Pak? Kenapa jadi bengong gitu, sih? Ada apa?" tanya Silvia beruntun yang berhasil menyadarkan Alfian yang tengah melamun di sana. "Ah, tidak ada apa-apa. Ayo kita cari Mamamu lagi," ucap Alfian kemudian hendak mendorong trolinya lagi tapi, "Hayo mau ke mana? Kalian berdua udah kenalan? Kok bisa bareng-bareng?" Silvia dan Alfian yang seolah tertangkap basah bersama di sana terlihat saling menjauhkan diri masing-masing. Entah bagaimana bisa Mama keduanya sudah berada di sana dan sejak kapan? Silvia langsung berjalan ke arah Mamanya dan melayangkan protesnya. "Ih, Mama... Via takut Mama nyasar tadi," ucap Silvia sedikit manja pada Mamanya membuat Alfian yang baru melihat sifat Silvia itu, tanpa sadar langsung tersenyum kecil. "Loh... Ibu, 'kan yang kemarin? Yang saya ambil kue di rumah itu, 'kan?" ucap Alfian yang seolah tidak percaya melihat Ibu itu lagi ada di sini. "Iya, Nak. Dia Ibu Ayu. Terus itu anaknya, Silvia," ucap Mamanya terdengar pelan saat mengucapkan nama Silvia seolah teringat sesuatu dan langsung menatap putranya itu. Alfian terlihat mengangguk kecil saat ditatap Mamanya dan itu cukup untuk menjawab segala pertanyaan yang ada di dalam benak Mamanya saat ini. Silvia dan Alfian saling bertukar tatap di sana seolah saling bicara melalui telepati dan suara hati. 'Jadi, dia yang kemarin pagi datang ke rumah untuk mengambil kue? Jadi aku tidak salah dengar? Lalu uang yang diberikan Abi pada Mama tadi pagi, yang katanya diantar anaknya Ibu Rumi? Jadi semalam dia yang datang ke rumah dan aku hampir bertemu dengannya lagi andai Abi tidak menghentikanku? Wow... ini takdir yang bagaimana?' batin Silvia dalam hati. 'Ternyata rencana Tuhan sungguh tak terduga. Aku bahkan sudah dua kali datang ke rumahnya dan kami hampir saja bertemu lagi dan lagi di sana. Wow... apa sebenarnya yang tertulis di dalam buku takdir kami? Apakah kami sungguh memiliki takdir yang saling berhubungan satu sama lain?' batin Alfian dalam hati. "Mereka pasti kaget, Jeng. Ini anak saya namanya Alfian. Jeng pasti udah tahu keseluruhan ceritanya dari Silvia, 'kan?" ucap Mama Alfian membuat Alfian langsung saja merasa malu di sana. "Mama... jangan gitu, ah. Udah selesai belum belanjanya? Yuk pulang," ucap Alfian buru-buru mengajak Mamanya pulang karena mungkin malu karena rahasianya sudah bukan menjadi rahasia lagi, sekarang. "Iya-iya. Kamu selalu buru-buruin Mama gini nih. Bantuin Mama pindahin barang-barang belanjaan Mama. Tadi Mama nitip sama Bu Ayu. Kamu lama sih. Mana belanjaan kamu? Pasti gak jadi beli, 'kan?" ucap Mamanya terlihat mengomelinya didepan Silvia, membuat Alfian merasa semakin malu dibuatnya. "Bukannya gak jadi beli, stoknya lagi abis, Ma," ucap Alfian sambil memindahkan belanjaan Mamanya dari troli Mama Silvia dengan telaten di sana. "Itu gara-gara ninggalin Mama tahu. Lihat tuh, Silvia. Dia nemenin Mamanya belanjanya sampe tadi Mamanya ilang aja khawatir. Kamu mana pernah begitu," ucap Mamanya yang mungkin hanya sekedar ingin berbasa-basi saja tapi, Alfian tahu apa maksudnya. "Mama mau anak kayak Via juga? Yaudah, Tante, boleh nggak anaknya buat saya? Biar Mama ada temennya di rumah?" ucap Alfian yang terdengar begitu berani padahal di dalam hatinya, dia sungguh sangat gugup dan mengutuk dirinya sendiri karena sudah mengatakan hal itu. Silvia langsung terlihat bersembunyi di belakang Mamanya karena malu setelah mendengar itu. "Itu candaan doang atau serius, nih? Gimana nih Via? Kamu diminta sama cowok ganteng kayak Alfian mau, nggak?" ucap Mamanya membuat Silvia rasanya ingin pingsan, mendengar Mamanya seolah seperti sudah setuju. "Udah-udah. Kalian berdua ini. Gak kasihan tuh, Via malu. Udah yuk pulang, Nak. Terima kasih ya, kita udah belanja-belanja bareng tadi meski bentar. Seneng deh, ketemu Jeng di sini," ucap Mama Alfian menengahi di sana. "Saya yang harusnya terima kasih karena udah dibantuin belanja semua ini. Kalian hati-hati pas pulang, ya," ucap Mama Silvia beramah tamah, kemudian terlihat sedikit menggeser posisinya agar putrinya itu juga bisa mengucapkan salam perpisahan. "Kamu gak mau ngomong sesuatu, Nak?" ucap Mama Silvia lagi setelah berhasil menggeser duduknya dan memperlihatkan Silvia yang tengah menunduk malu dengan pipi yang merona merah. "Hati-hati di jalan, Tante. Bapak juga," ucap Silvia sopan dan sepertinya karena mendengar Silvia memanggil Alfian Bapak, membuat Mama mereka di sana tertawa bersama. "Yaudah kalo begitu kami permisi pamit pulang duluan ya. Kalian juga hati-hati saat pulang nanti. Terima kasih udah mau nemenin dan jagain Mama saya tadi ya, Tante. Assalamualaikum...," ucap Alfian kemudian mendorong trolinya pergi menjauh dari sana di susul oleh Mamanya setelah salamnya dijawab oleh Silvia dan juga Mamanya. "Mama yakin banget pasti Silvia itu wanita baik yang tepat buat kamu, Nak. Keluarga Silvia tuh agamis banget, jadi Silvia pasti menjaga dirinya dengan baik selama ini. Ngomong-ngomong tadi kamu ngapain sama Silvia? Pegangin perut Ibu hamil bareng terus kamu bengong gitu," ucap Mama Alfian saat kini mereka dalam perjalanan menuju kasir. "Oh, tadi tuh ada Ibu hamil yang minta Silvia sama Alfi buat elus perutnya gitu, biar nanti anaknya tampan dan cantik kayak kami katanya. Terus Mama tahu nggak? Tadi tuh dede bayinya nendang. Alfian rasanya tuh kayak terharu gitu. Ternyata momen kehamilan tuh indah, ya, Ma. Sebelumnya Mama selalu ngeluh pengen punya cucu, tapi setelah ngerasain sendiri tendangan dede bayi kayak tadi, Alfi jadi tahu apa alasannya," ucap Alfian dengan suara yang memang terdengar pelan karena terharu juga tulus, membuat Mamanya tersenyum dan menepuk pundaknya pelan di sana. "Momen itu akan terasa lebih membahagiakan lagi saat dialami oleh kamu sendiri, Nak. Saat kamu mendampingi istri kamu yang hamil dan merasakan tendangan buah hati kalian nanti, hal itu akan terasa lebih membahagiakan dan jauh lebih mengharukan dari apa yang terjadi hari ini. Dan siapa tahu wanita hamil yang akan berada di samping kamu nanti adalah Silvia. Pasti akan terasa menyenangkan berkali-kali lipat, 'kan?" ucap Mamanya, membuat Alfian terlihat tersenyum malu dan menjadi membayangkan yang tidak-tidak. Hari ini rasanya tidak akan pernah Alfian lupakan selama beberapa hari kedepan. Ya, selain bertemu dengan Silvia di sini, dia juga bisa melihat sedikit sifat baru Silvia tadi, membuat Alfian menjadi semakin penasaran dan ingin tahu lebih banyak tentang wanita itu. Wanita yang untuk pertama kalinya membuat hati dan perasaannya tergugah dan merasa tertarik untuk terus mendekat ke arahnya. 'Entah apakah nantinya kita akan bersatu dalam ikatan pernikahan atau tidak yang jelas, aku akan menikmati proses perkenalan ini. Meski kita tidak ditakdirkan bersama, setidaknya aku masih merasa senang karena bisa mengenalmu, wanita muslimah yang menjaga sikapnya dengan baik di depan seorang pria tanpa membuatnya merasa tersinggung sedikitpun. Masyaallah...,' Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD