Suara lantunan lagu barat yang akhir-akhir ini sedang hits berjudul Double Take - Dhruv sengaja diputar oleh Alfian yang tengah menyetir itu, guna untuk menemani sepanjang perjalanan pulangnya menuju rumah agar suasana tidak begitu membosankan.
Sesekali Alfian juga ikut bernyanyi tapi tetap dengan terus fokus melihat jalanan di depannya karena tentu saja siapa yang mau mengalami kecelakaan hanya karena terlalu asyik bernyanyi. Tidak ada, 'kan?
Dan di tengah acara bernyanyi itu, ponselnya terdengar berdering tanda sebuah telepon masuk dan benar saja, wanita yang paling cantik dan paling baik di dalam hidupnya itu, meneleponnya untuk memastikan keadaannya seperti biasa.
Dia langsung mengecilkan volume musik sebelum akhirnya mengangkat panggilan telepon itu.
Sebelumnya Alfian juga sudah menepikan mobilnya terlebih dahulu karena jika sampai wanita yang meneleponnya itu tahu jika dia mengangkat telepon saat sedang menyetir maka, dia tidak akan bisa lagi membawa mobil selama beberapa waktu ke depan.
"Assalamualaikum, Mamaku yang cantik," sapa Alfian dengan perasaan bahagia seperti biasa pada seseorang yang berada di seberang telepon dan tentu saja langsung mendapat balasan dari seseorang yang suaranya selalu membuat hatinya menjadi hangat itu.
"Waalaikumsalam, Nak. Alfi sudah sampai mana sekarang? Putra Mama sudah sholat Ashar belum?"
"Oh iya, belum. Tapi Alfi yakin Mama telepon Alfi bukan buat ingetin sholat doang, 'kan? Hayo.. mau nyuruh Alfi apa ini?" ucap pria itu pada Mamanya yang terdengar tertawa kecil di seberang sana.
"Alhamdulillah, punya putra baik gini enak ya. Itu mama mau minta tolong pas pulang nanti sekalian ambilin baju jahitan Mama di bu Rahma, ya. Terima kasih gantengnya Mama. Kalo gitu hati-hati pulangnya, terus sholat dulu buruan cari mushola terdekat. Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam,"
Alfian menatap ponselnya dengan tersenyum yang merekah. Mamanya memang selalu perhatian dan begitu menyayanginya.
"Baiklah, ayo kita cari mushola, sekarang," ucap Alfian kemudian menyimpan ponselnya dan kembali menjalankan mobilnya.
Alfian menjalankan mobilnya dengan kecepatan pelan karena ia takut melewatkan kesempatan untuk berhenti di mushola terdekat.
"Itu dia. Di depan sana," ucap Alfian nampak senang akhirnya menemukan mushola untuk singgah sejenak dan melakukan sholat Ashar di sana.
Setelah memarkir dan mematikan mesin mobilnya tidak jauh dari mushola itu, Alfian langsung turun dan memastikan mobilnya terkunci dengan aman, sebelum dia masuk ke dalam pekarangan mushola.
Saat setelah masuk, tanpa sengaja Alfian melihat anak-anak kecil yang tengah belajar mengaji di sebuah pondok di sana, membuat hatinya merasa terenyuh. Dia menjadi ingat masa kecilnya dulu. Bagaimana Mamanya selalu menjewer telinganya sepanjang perjalanan menuju ke mushola karena dia yang terus menolak dan sulit sekali saat disuruh mengaji. Tapi Alfian sekarang merasa bersyukur Mamanya melakukan semua itu dulu karena jika tidak, entah jadi seperti apa dirinya sekarang.
Alfian melepas sepatu dan kaos kakinya sebelum akhirnya dia masuk ke dalam mushola itu. Meski terlihat kecil dari luar, mushola itu cukup luas di dalamnya dan juga bersih. Alfian menyukai suasananya. Tenang dan damai.
"Aku akan mengambil wudhu dulu," ucap Alfian sambil menggulung naik lengan kemeja putih yang dikenakannya itu di sepanjang perjalanan menuju tempat wudhu.
Sesampainya di tempat wudhu, Alfian melihat ada seorang bapak-bapak yang terlihat kesulitan saat mengganti lampu, karenanya Alfian langsung berinisiatif menawarkan bantuan dan akhirnya Alfian lah yang sekarang bertugas untuk mengganti lampu itu. Karena memang tubuhnya tinggi, jadi mudah saja dia melakukannya.
"Terima kasih, Nak,"
Alfian hanya mengangguk dan tersenyum ramah sebagai jawaban. Setelah bapak tadi membereskan tangga dan pergi, barulah Alfian mengambil air wudhu dan langsung menunaikan sholat Ashar setelahnya.
Setelah mengucapkan salam, Alfian terlihat masih belum mau beranjak dari sana. Seperti biasa dia berdoa sebentar. Sebenarnya kebiasaan itu diajarkan oleh Abinya. Mendoakan kedua orang tua setelah sholat, kemungkinan besar doanya akan diterima dan tersampaikan semakin besar. Karenanya Alfian selalu tak lupa berdoa setelah sholat untuk meminta kebahagiaan dan keselamatan kedua orang tuanya, baik di dunia ataupun di akhirat.
Setelah selesai, Alfian langsung berdiri dan berniat pulang sebelum hari semakin sore.
"Itu karena Idam ingin mendapat pujian dari Kakak,"
"Lihatlah pipinya yang merah. Idam menyukai Kakak,"
Samar-samar Alfian mendengar suara candaan anak-anak yang berada di dalam pondok mengaji itu dan Alfian tersenyum karenanya. Ia menjadi penasaran secantik apa kakak yang mengajar mengaji di sana sehingga membuat anak didiknya sampai menyukainya seperti itu.
"Dasar anak-anak jaman sekarang," ucap Alfian kemudian dengan santai memakai kaos kaki dan sepatunya di sana tapi, Alfian terlihat mencari sesuatu yang sepertinya tidak ada padanya lagi.
"Sepertinya kunci mobilku tertinggal di dalam,"
Menyadari kunci mobilnya tidak ada, Alfian langsung kembali masuk untuk mencari kunci mobilnya dan ketemu. Ternyata ada di karpet tempatnya sholat tadi. Setelah menemukannya Alfian langsung bergegas kembali keluar dan memakai sepatunya bersiap untuk pulang tapi,
"Yah, hujan..." ucap Alfian sambil melihat ke langit dan ternyata langit tidak begitu gelap yang menandakan hujannya akan berlangsung cukup lama.
Sebenarnya Alfian bisa saja berlari menuju mobilnya tapi, dia melihat seorang wanita yang menengadah ke langit seolah berharap hujan berhenti membuat Alfian mengurungkan niatnya. Entah mengapa pria itu tergerak hatinya dan merasa ingin membantu wanita itu.
Dan kebetulan sekali bapak-bapak yang ditemuinya di tempat wudhu tadi lewat di depannya membuat Alfian langsung menghentikannya.
"Permisi, Pak," ucap Alfian sopan membuat bapak-bapak itu berhenti dan mendekatinya.
"Ya, Nak? Ada yang bisa bapak bantu?" ucap Bapak itu terlihat ramah membuat Alfian tersenyum kecil.
"Begini, saya ingin membeli payung yang bapak bawa itu. Apakah boleh?" ucap Alfian kemudian mengeluarkan dompetnya dan mengambil uang 2 lembar seratus ribuan dari sana.
"Tapi Nak, ini____"
"Rejeki gak boleh ditolak, Pak. Ini uangnya, saya ambil payungnya, ya. Terima kasih, Assalamualaikum...." ucap Alfian yang terkesan memaksa tapi Bapak itu nampak bahagia setelah melihat berapa uang yang diberikan Alfian itu kepadanya.
Alfian langsung membuka payung yang dipegangnya itu dan berjalan dibawah hujan menuju pondok mengaji dimana wanita itu sedang berada sekarang.
'Masyaallah... manisnya... Astagfirullah, Alfi! Inget bukan muhrim. Dosa!' batin pria itu dalam hati.
Alfian mencoba menenangkan hatinya dan mencoba biasa saja karena ya, Abinya selalu mengatakan di dalam Islam, memandang dan mengagumi berlebihan pada ciptaan Tuhan itu akan berakibat dosa.
"Assalamualaikum..."
Tentu saja Alfian berucap salam terlebih dahulu sebagai kata sapaan, membuat wanita yang tadinya hanya menatap langit langsung menoleh ke arahnya dan,
"Waalaikumsalam... maaf, ada apa ya, Kak?" ucap wanita itu sopan tapi terlihat langsung bergeser sedikit menjauh seolah membuat jarak dengannya, membuat Alfian tersenyum. Ternyata wanita yang ditemuinya itu juga cukup mengerti tentang agama.
"Kulihat sepertinya kau sedang terjebak hujan di sini. Ini, kau bisa memakai payungku untuk pulang. Lagi pula aku juga akan pulang dengan mobil setelah ini. Aku tidak begitu membutuhkannya," ucap Alfian pada wanita itu namun, ternyata wanita itu justru menolaknya dengan sorot matanya yang Alfian bisa lihat dengan jelas terlihat ragu juga sedikit takut.
"Tidak perlu, kak. Saya akan menunggu hujan berhenti saja. Kakak lanjutkan saja perjalanan kakak kembali. Saya baik-baik saja," ucap wanita itu membuat Alfian akhirnya memikirkan cara lain untuk membujuknya.
"Sungguh aku sudah tidak membutuhkan payungnya lagi. Atau begini saja, jika memang kau keberatan menerima payung ini secara percuma, kau bisa mengantarkanku ke mobil kemudian setelahnya kau bisa bawa payung ini dan anggap aku meminjamkannya padamu. Kau bisa mengembalikannya padaku andai kita bertemu lagi nanti. Bagaimana?" ucap Alfian yang masih terus mencoba meyakinkan wanita itu meski ia tidak yakin akan berhasil.
"Aku sama sekali tidak ingin berbuat jahat padamu. Sungguh. Aku baru selesai sholat dan tidak sengaja melihatmu dalam kesulitan dan aku berpikir untuk membantu. Itu saja," ucap Alfian lagi dan itu adalah merupakan usaha terakhirnya di sana dan siapa yang menyangka jika akhirnya usahanya yang kali ini berhasil.
"Karena akan timbul banyak prasangka yang tidak baik jika ada orang yang melihat kita berduaan saja di sini. Maka baiklah, saya akan menerima payungnya," ucap wanita itu terdengar bijak sekali membuat Alfian tersenyum mendengarnya.
'Mungkin selain cantik, kebaikan hati wanita ini juga lah yang membuat anak didiknya tadi menyukainya. Pantas saja,' batin Alfian dalam hati.
Setelahnya terlihat wanita itu mengambil beberapa bukunya yang ada di pondok sebelum akhirnya bergabung bersamanya berdiri di bawah payung yang sama, yang saat ini tengah dipegangnya itu.
"Mari. Mobilku ada di sana," ucap Alfian kemudian mulai berjalan bersama wanita itu dengan payung yang sengaja dibuatnya lebih condongkan ke arah wanita itu agar wanita yang sengaja menjaga jarak darinya sejak tadi itu tidak kebasahan.
Jadilah pundak dan tangan kanan Alfian kini basah terkena hujan. Tapi meski begitu, dia terlihat baik-baik saja dan bahkan tersenyum. Ya, tentu saja. Tujuannya untuk membantu wanita itu kini sudah tercapai jadi tentu saja dia merasa bangga pada dirinya sendiri.
Sesampainya di sebelah mobil, Alfian langsung membuka kunci mobilnya dan kemudian memberikan payung yang dipegangnya kepada wanita itu. Baru setelahnya Alfian terlihat masuk ke dalam mobil dengan wanita itu yang masih terus memayunginya hingga dia sudah berada di dalam dan menutup pintu mobilnya.
"Baiklah, selamat tinggal. Hati-hati dalam perjalanan pulang. Assalamualaikum," ucap Alfian terlihat membuka kaca mobilnya sebentar bermaksud ingin berpamitan pada wanita itu.
Wanita itu hanya menjawabnya dengan mengangguk kecil dan,
"Waalaikumsalam,"
Alfian menghidupkan mesin mobilnya dan langsung pergi dari untuk melanjutkan perjalanan pulangnya. Tapi sebelum benar-benar pergi, Alfian terlihat melihat sekali lagi untuk yang terakhir kalinya wanita yang masih berdiri ditengah hujan itu melalui kaca spionnya. Entah mengapa dia tersenyum lagi di sana.
'Jika Tuhan mengizinkan, maka kita akan bertemu lagi nanti,'
• • • • •
"Nah, akhirnya pulang juga kamu. Mana baju Mama?" ucap Mama Alfian terlihat sudah menungguinya sejak tadi di depan pintu.
"Assalamualaikum, Ma. Salam dulu dong. Nih. Katanya bu Rahma, Mama disuruh ukur badan lagi kalo nanti mau jahit baju, karena kayaknya Mama gendutan. Ukuran baju ini masih pake ukuran yang lama, kalo kekecilan bu Rahma ga mau tanggung jawab," ucap Alfian sengaja menggoda Mamanya di sana membuat wanita paruh baya itu mencubit pipinya dengan gemas.
"Waalaikumsalam. Kamu ini kok suka banget jahil sama Mama. Loh, kok ini bajunya basah? Kamu kehujanan?" ucap Mamanya terlihat khawatir, tapi Alfian malah tersenyum lebar di sana.
"Tadi Alfi habis bantuin bidadari cantik. Gapapalah basah dikit," ucap Alfian terlihat percaya diri seperti biasa kemudian mengajak Mamanya masuk ke dalam bersamanya.
"Bidadari cantik? Wah... Mama kayaknya mau punya saingan nih? Siapa namanya?" ucap Mama Alfian terlihat penasaran.
"Ga tau. Alfi ga tau namanya. Orang tadi Alfi deketin aja ngejauh mulu," ucap Alfian terlihat tersenyum kecil mengingat bagaimana sikap wanita yang ditolongnya tadi.
"Yah... payah. Padahal yang begitu itu Mama suka. Kalo udah cantik terus tahu cara menghadapi orang yang bukan muhrimnya, ya bagus. Menantu idaman Mama yang kayak begitu itu. Ga kayak temen-temen kamu, wanita kok kayak nggak punya adap, pengen selalu dempetin kamu terus. Pengen Mama pukul satu-satu," ucap Mamanya terdengar kesal tapi ya, memang benar adanya jika teman-temannya memang seperti itu jadi Alfian tidak bisa menyalahkan Mamanya.
"Udah, ah. Alfi mau mandi dulu, ya," ucap Alfian terlihat berjalan menuju tangga sambil melepas satu persatu kancing kemejanya.
"Cepet turun buat makan. Mama udah masakin makanan kesukaan kamu tuh," ucap Mamanya membuat Alfian tersenyum tanpa berniat membalasnya karena jika dia sampai membalas ucapan Mamanya dan terdengar seperti berteriak, Mamanya itu akan memarahinya.
Alfian mencoba mengingat jadwalnya untuk besok. Dan setelah masuk ke dalam kamarnya, barulah pria itu ingat jika besok dia memiliki jadwal yang cukup padat.
'Kurasa besok hariku akan lebih melelahkan lagi dari hari ini,'
Bersambung...