Yang terakhir Trisya ingat, ia berada di kediaman seorang tabib ditemani oleh Pangeran Terry dan para pengawalnya. Namun, dikarenakan Trisya sempat terluka, syok dan terkena efek bius, akhirnya Trisya ketiduran saat tabib memeriksanya.
Trisya tidak tahu seberapa lama ia tertidur. Namun, akhirnya ia mulai membuka matanya, dan dikejutkan oleh kehadiran sang kakak – Darian yang berada tepat di samping tempat tidurnya.
“Kakak? Bagaimana bisa kakak berada di sini?” kaget Trisya. Bukankah yang membawanya ke sini adalah Pangeran Terry? Lantas, bagaimana bisa justru Darian yang pertama kali Trisya lihat ketika ia mulai membuka mata.
‘Tunggu dulu! Kenapa aku harus merasa kecewa? Justru bagus kan kalau laki-laki itu sudah tidak ada di sini? Jadi aku tidak perlu merasa hutang budi padanya. Mungkin hanya perlu sekali minta maaf, dan semuanya akan beres,’ batin Trisya.
“Yang Mulia Pangeran yang meminta kakak ke sini. Bagaimana keadaanmu? Ayah dan Ibu belum tahu kalau kamu sempat mengalami insiden seperti ini. Tapi Count Aston, aku sudah mengabarinya agar dia bisa kembali ke kediamannya dengan tenang,” ujar Darian.
“Ah bagus. Sebaiknya Ayah dan Ibu tidak usah tahu. Kakak, bagaimana kalau kita pulang sekarang? Sepertinya hari sudah sore,” ajak Trisya.
“Kamu bahkan baru saja bangun, Trisya. Apa tidak sebaiknya kita bermalam di sini? Aku bisa mengirim orang untuk mengabarkan pada Ayah dan Ibu tentang keadaanmu, dan mereka pasti akan mengerti.”
“Tidak tidak tidak. Ayah dan Ibu tidak boleh tahu, Kak. Kalau mereka tahu apa yang terjadi hari ini, pasti mereka tidak akan pernah mengizinkan aku pergi ke kota lagi. Tidak! Pokoknya jangan sampai mereka tahu!” tegas Trisya. Ia tidak mau kehilangan kebebasannya yang kini pun sudah terasa sangat mahal itu.
“Makanya, lain kali jangan bertindak ceroboh dan bandel. Layla sudah menceritakan semua pada Kakak. Dan Kakak tidak membenarkan perbuatan kamu itu, Trisya,” omel Darian. Biar bagaimana pun, ia adalah calon pemimpin besar – calon pengganti Sang Duke suatu hari nanti. Jadi, ia memang dididik untuk menjadi orang yang tegas, meski kadang sekilas tampak sedikit selengekan. Apalagi ini menyangkut keselamatan adik kandungnya.
“Maaf. Aku benar-benar tidak tahu kejadiannya akan menjadi serumit itu. Tapi, tunggu!” Trisya terdiam setelahnya. Mendadak ia jadi penasaran dengan keberadaan pangeran. Apa mungkin laki-laki itu langsung pulang ke istana setelah menemani Trisya sebentar di sini? “Di mana Yang Mulia, Kak?”
“Maksudmu Pangeran Terry?” Trisya mengangguk.
“Dia buru-buru pergi setelah Kakak datang. Mungkin dia ada urusan lain,” jawab Darian. Trisnya kembali mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia mengerti, namun merasa masih ada yang janggal di hatinya.
‘Kenapa aku harus memikirkannya? Lagi pula, dia tidak mungkin kenapa-kenapa, kan? Tidak penting sekali,’ batin Trisya.
Namun, Trisya seakan teringat dengan adegan n****+ setelah menyelamatkan Trisya. Laki-laki itu bertemu dengan Lady Rania, dan Trisya mendengarnya secara tidak sengaja dari dayang yang bekerja pada tabib. Dan di saat itulah, Trisya marah besar akibat terbakar cemburu dan membuat masalah, layaknya tokoh antagonis pada umumnya.
“Ah, Kak. Jadi ayo kita pulang!” ajak Trisya.
“Kakak kan sudah bilang, kita menginap saja dulu! Biar Kakak yang mengurus semuanya,” ujar Darian.
“Tidak bisa. Ayah dan Ibu pasti akan curiga. Lebih baik kita pulang sekarang. Lagi pula, kita pulang dengan kereta, kan? Aku pasti tidak akan kenapa-kenapa. Aku juga bisa langsung beristirahat sesampainya kita di rumah nanti,” desak Trisya.
Darian menghela napas panjang. Bertahun-tahun ia tinggal bersama Trisya, Darian sudah hafal betul dengan sikap keras kepala adiknya itu. “Baiklah terserah kau saja. Kakak akan keluar sebentar untuk meminta pengawal menyiapkan kereta kuda kita dan memanggil tabib.”
Trisya mengangguk riang. Setidaknya, sebentar lagi ia akan mendapat yang ia inginkan – pulang ke kediamannya dan tidur di kamarnya sendiri. Sayang memang, hari ini ia gagal berbelanja karena insiden itu. Namun, setidaknya masih ada hari esok. Trisya bisa minta izin lagi pada ayahnya untuk pergi ke kota lagi kapan-kapan, selagi Darian dan yang lainnya tidak mengadukan kejadian hari ini tadi pada Sang Duke.
Trisya berdiri dari tempat tidurnya. Ia ingin bersiap sebelum sang kakak kembali ke sini. Namun, baru saja Trisya hendak membuka pintu untuk memanggil Layla agar gadis itu bisa membantunya, Trisya justru tidak sengaja bertabrakan dengan dua orang dayang yang sedang membawa beberapa jenis kudapan.
“N- Nona … Nona maafkan kami,” ungkap salah satu di antara mereka.
Trisya menunduk, menatap bagian gaunnya yang kotor akibat terkena makanan yang para dayang itu bawa. Tidak masalah. Hanya kotor sedikit saja. Lagi pula ia juga akan segera pulang dan bisa berganti pakaian, kan?
“Tidak apa-apa. Bukan masalah besar. Kalian bangkitlah!” ujar Trisya. Ia tidak mau memperbesar masalah yang teramat sepele seperti ini.
“Ada apa ini?” Suara Darian terdengar, bersama langkah lebir beberapa orang yang lain. Penasaran, Trisya pun segera menoleh ke arah datangnya sumber suara. Tampak Layla dan beberapa dayangnya yang lain berdiri di belakang Darian.
“Astaga, Nona! Gaun Anda kotor? Apa Anda mendapat luka?” tanya Layla khawatir.
“Aku tidak apa-apa, Layla. Jadi kamu tidak perlu khawatir. Kalau soal gaun kotor, toh nanti masih bisa dicuci,” jawab Trisya santai.
‘Hello! Ini cuma sepotong gaun biasa saja, kan? Sedangkan aku punya jauh lebih banyak dari ini. Di lemari,” batin Trisya.
“Layla, ayo bantu aku beres-beres! Kita akan segera pulang hari ini juga. Iya, kan, Kak?” tanya Trisya pada Darian.
“Iya. Tapi aku akan bicara dulu dengan tabib, agar tabib juga memberimu obat untuk mempercepat pemulikanmu,” balas Darian.
Setelah itu, Darian pun kembali pergi – meninggalkan Trisya bersama dengan Layla dan dua dayang milik tabib.
“Nona, kami benar-benar minta maaf. Kami tidak sengaja. Dan kami tidak tahu kalau Nona akan keluar dari kamar rawat. Kami tidak menyangka Nona akan mendengar ucapan kami tentang Yang Mulia yang meninggalkan Nona demi menemui Lady Rania,” ungkap salah satu dayang tabib itu.
“Iya. Kami tadi hanya mengatakan apa yang memang sempat kami dengar. Tolong maafkan kami, Nona!”
“Tunggu! Apa yang sebenarnya sedang kalian bicarakan? Memang sejak tadi aku kelihatan memarahi kalian? Tidak, kan?” protes Trisya, ketika mendapat repons yang mencurigakan.
“Lagi pula, Pangeran mau menemui siapa pun, itu bukan urusanku. Aku tidak ada kepentingan apa-apa juga untuk marah. Memang Pangeran siapaku sehingga aku harus peduli pada kehidupan pribadinya?” kesal Trisya.
“Nona,” tegur Layla saat mendengar kalimat tidak enak dari mulut nonanya.
“Tap- tapi tadi Nona menabrak kami karena Nona kesal karena mendengar kabar jika Pangeran-“
“Bertemu dengan Lady Rania? Sungguh, itu bukan urusanku. Dan satu lagi, aku bahkan tidak sengaja menabrak kalian tadi,” potong Trisya dengan nada tegas.
Jadi ini yang terjadi sebenarnya di dalam n****+? Sebenarnya saat itu Trisya bahkan tidak mendengar apa yang para dayang itu katakan. Namun karena mereka keceplosan, akhirnya Trisya baru tahu dan amarahnya pun pecah.
Trisya menghela napas panjang. Sejauh apa pun ia berusaha berlari dari alur, namun tetap saja alur-alur itu akan bersinggungan dengan hidupnya. Biar bagaimana pun, tokoh antagonis memang memegang peran yang sangat pengting dan merupakan karakter yang nasibnya paling berkaitan dengan alur, setelah para tokoh utama. Ya. Sepertinya ia memang ditakdirkan untuk kelihatan jahat di cerita ini, meski ia sudah berusaha untuk mengubah imej tersebut.
“Tunggu dulu! Jadi kalian menuduh Nona Trisya yang bersalah karena sudah menabrak kalian?” sambung Layla saat sadar makna ucapan dua dayang yang terdengar seperti sedang menyudutkan Trisya itu.
“Tid- tidak. Bukan begitu. Kami hanya-“
“Apa kalian lupa siapa Nona say aini? Bagaimana bisa kalian menuduhkan hal seperti itu pada seorang putri Duke?” omel Layla.
“Ampun! Mohon ampuni kami, Nona. Kami benar-benar tidak memiliki maksud buruk. Kami hanya … hanya berusaha menjelaskannya saja pada Nona Trisya,” balas mereka.
Layla sudah siap melanjutkan omelannya lagi. Namun, Trisya segera memegangi lengan dayang kesayangannya itu. “Layla, sudahlah! Aku pikir mereka memang tidak bermaksud buruk padaku. Oh iya, lebih baik ayo kita menyusul Kakak!” lerai Trisya.
“Tapi mereka baru saja menuduh Anda melakukan hal yang tidak-tidak, Nona. Saya harus menegaaskan pada mereka, siapa Nona dan bagaimana mereka harus bersikap saat sedang bersama seorang bangsawan,” terang Layla.
“Layla, kenapa kamu jadi suka mengomel?” heran Trisya, yang membuat Layla sontak kehilangan kata-katanya.
“Ap- apa saya terkesan seperti itu?” heran Layla.
“Hm. Jadi, tenangkan dirimu, Layla! Aku tidak apa-apa. Dan aku bisa merasakan jika mereka benar-benar tidak ada niat jahat padaku. Jadi, sebaiknya kita segera pergi saja dari sini. Ayo!” ajak Trisya. Ia segera menggandeng lengan Layla pergi dari sana.
Sedangkan dua dayang itu, tampak menatap Trisya dan Layla yang sudah semakin menjauh. “Apa kamu percaya saat Nona itu seakan-akan mengatakan kalau dia tidak mendengar ucapan kita sebelumnya, dan juga tidak sengaja menabrak kita?”
“Entahlah. Aku tidak terlalu pandai menilai orang. Tapi dari yang aku lihat tadi, sepertinya Nona Trisya memang cukup baik. Jadi, mungkin saja apa yang dia katakan tadi benar.”
“Kamu percaya seorang Lady Trisya sudah tidak tertarik lagi dengan Putra Mahkota?” kaget temannya yang satu.
“Kalau untuk yang satu itu, aku tidak percaya. Tidak mungkin Lady Trisya bisa bangkit secepat itu dari yang Mulia. Apalagi setelah apa yang Yang Mulia lakukan pada hari ini. Yang ada, pasti Lady Trisya justru semakin tergila-gila dengan Yang Mulia Putra Mahkota yang sudah menolongnya dan membawanya ke sini.”
“Benar, kan? Dia pasti jadi sangat besar kepala karena ditolong langsung oleh Putra Mahkota, lalu gosip ini akan sangat mudah menyebar di tengah masyarakat, sedangkan sumber berita itu berasal atas perintah Lady Trisya sendiri.”
Terkadang, manusia memang terlalu mudah menghakimi sesuatu, hanya berdasarkan pengamatan sekilas mereka. Dan begitulah bagaimana Trisya terkesan menjadi orang yang jahat dalam cerita, karena nasibnya yang selalu berseberangan dengan para tokoh protagonis dalam dunia n****+ ini, khususnya, Lady Rania.