Episode 12
#Struggle_and_Love
Tidur bersama
Begitu pintu di buka, Luna menghela napas lega saat tau Mona lah yang datang.
"Kak Mona, ada apa?" Tanya Luna saat melihat Mona sedang menangis di depan rumahnya. Luna tak membiarkan wanita itu masuk. Dia meminta Mona duduk di luar sembari menenangkan wanita itu.
Mona tak langsung menjawab. Air mata tak henti-hentinya mengalir di pipi wanita itu. Luna memeluk Mona dan menenangkannya. "Kakak kenapa? Apa sesuatu terjadi dengan keluarga kakak?" Tanya Luna setelah Mona lebih tenang.
Mona menggeleng. "Aku baru saja di putuskan pacarku." Ucap Mona sesenggukan.
Luna menganga. Tak percaya jika Mona menangis tengah malam hanya karena di putuskan pacarnya.
"Aku tidak punya teman untuk cerita. Makanya aku datang kesini. Maaf ya Ruri sudah mengganggumu malam-malam begini." Ucap Mona pelan.
"Tidak apa-apa kak. Saat punya masalah, teman adalah obat yang paling ampuh. Jangan terlalu sedih. Kakak enak sudah pernah punya pacar dan tau seperti apa rasanya pacaran. Aku iri tau." Ujar Luna polos.
"Ah mana mungkin wanita secantik kamu tidak pernah pacaran." Ucap Mona tidak percaya.
"Sumpah." Ucap Luna dengan mengacungkan jarinya.
"Serius?" Tanya Mona. Luna mengangguk malu-malu.
"Jadi bersyukurlah karena kakak pernah pacaran meski akhirnya putus." Nasehat Luna.
Mona baru saja hendak bicara. Tapi wanita itu mengurungkan niat karena ponselnya berbunyi. "Ruri dia menghubungiku lagi. Aku kembali ke rumah utama ya. Maaf sudah membangunkan malam-malam begini." Ucap Mona sambil berlalu.
Luna mengangguk dan melambaikan tangan pada Mona. Begitu mona menjauh, gadis itu buru-buru masuk dan menemui Bima di kamarnya.
"Tuan sudah boleh keluar, kak Mona sudah pulang." Ucap Luna begitu sampai di dalam kamar.
"Ah Tuan lagi. Aku harus bagaimana agar kau berhenti memanggilku dengan sebutan tuan? Haruskah bibirmu ku bungkam dengan bibirku baru kau akan terbiasa?" Ancam Bima.
Seketika Luna menutup mulutnya dengan tangan. Bima tak kunjung keluar dari kamar Luna. Laki-laki itu malah dengan santai berbaring di kasurnya. Luna jadi mati gaya dan berdiri kaku di depan pintu.
"Sampai kapan kau akan berdiri di sana? Kemarilah!" Perintah Bima.
Luna tak beranjak. Dia takut berdua saja di dalam kamar bersama Bima. Apalagi sekarang hampir pukul 11 malam.
"Kemari Ruri, jangan membuatku kesal." Perintah Bima lagi.
Karena takut, Luna akhirnya menurut. Dia berdiri di sisi ranjang dengan kepala tertunduk. "Sudah malam kak. Sebaiknya kakak kembali ke rumah utama. Bagaimana kalau nyonya dan tuan mencari keberadaan kakak?" Bujuk Luna masih dengan kepala tertunduk.
Bima tersenyum sambil duduk bersandar ke kepala ranjang. "Duduk disini." Tunjuk Bima di sisi ranjang yang kosong.
Ruri menggeleng, tapi Bima menarik tangan wanita itu. Ruri yang tidak siap, tidak sengaja terjatuh ke d**a bidang Bima. Buru-buru Ruri membenahi posisinya dan sedikit menjauh dari Bima.
"Maaf kak." Ucapnya sopan.
"Kenapa meminta maaf? Bukankah aku yang menarik tanganmu?" Tanya Bima usil.
Ruri diam saja. Dia bingung harus apa. Terlebih saat Bima tak henti-henti menatap ke arahnya.
"Semakin di lihat, aku semakin penasaran. Sebenarnya kau itu siapa? Kenapa wajahmu tidak asing?" Tanya Bima lebih ke dirinya sendiri.
Luna memberanikan diri menatap ke arah Bima. "Mungkin tuan salah orang. Saya tidak pernah keluar rumah jika bukan untuk sesuatu yang benar-benar perlu. Jadi saya pikir, tuan pasti..."
Bima menarik Ruri mendekat hingga wajah mereka hampir bersentuhan. "Kau lupa atau sengaja ingin di cium?" Tanya Bima dengan senyum miring.
Buru-buru Luna menutup mulut dan mendorong Bima menjauh. "Maaf kak aku belum terbiasa." Ralat Luna.
Bima memaklumi dan membiarkan Luna kali ini. Tak lama, laki-laki itu menyerahkan ponsel Luna dan meminta Luna membuka game yang baru saja dia download.
"Ayo temani aku main game itu. Jika kau memang, aku akan memberimu hadiah. Tapi jika kau kalah, kau yang harus memberiku hadiah." Tawar Bima.
Luna menatap game yang Bima maksud. Dia mengerutkan kening. "Aku tidak pernah memainkan game ini kak." Ucap Luna jujur.
Bima tersenyum licik. "Kalau begitu kau harus mempelajarinya. Dalam dua hari, aku akan menantang mu. Untuk sementara, kita akan bertaruh dengan game yang biasa kau mainkan."
Luna menganga. Pasalnya dia tidak terlalu suka main game. Memang sih ada beberapa game yang sering dia mainkan, tapi Luna tidak yakin Bima akan menyukai game yang dia maksud. Karena Bima terus mendesak, Luna akhirnya memilih game 'lagu piano'. Game sederhana yang hanya mengharuskan pemainnya menekan tombol piano sesuai lagu. Di butuhkan kecepatan tangan dan konsentrasi tinggi untuk memainkan game tersebut.
Bima menyetujui game yang Luna tawarkan. Bahkan Bima percaya dia bisa mengalahkan Luna hanya dalam beberapa ronde. Luna memberi arahan dan membiarkan Bima terbiasa sebelum memulai taruhan. Setelah Bima yakin, barulah mereka memulainya.
Benar saja. Tak butuh waktu lama, Bima bisa mengalahkan Luna di ronde pertama. Luna tampak kecewa dan mulai bersungguh-sungguh. Pertarungan sengit terjadi, baik Luna maupun Bima, tidak ada yang berniat mengalah. Tak terasa hari semakin larut, saat jam menunjukan pukul 1 dinihari, Luna akhirnya keluar sebagai pemenang dengan skor 6:4.
"Yes." Ucap Luna girang sembari memukul bahu Bima. Dia sama sekali tidak sadar saat melakukannya.
Karena tidak bisa menerima kekalahan, Bima menantang Luna sekali lagi. Tapi wanita itu sudah sangat mengantuk dan tidak peduli pada Bima yang masih asyik bermain di sebelahnya. Tanpa sadar, Luna malah tertidur. Bima yang masih bermain, tak menyadari kalau Luna sudah tertidur.
Bima baru mengetahui saat kepala Luna secara tidak sengaja bersandar ke bahunya. "Astaga wanita ini benar-benar polos atau bodoh sih? Apa dia tidak sadar kalau dia tertidur di sebelah laki-laki dewasa?" Ujar Bima pelan. Alih-alih membenahi posisi Luna, laki-laki itu malah membiarkan Luna tertidur di bahunya.
***
Luna enggan membuka mata meski alarm ponselnya sudah berbunyi sejak tadi. Itu artinya sekarang sudah pukul setengah 5 pagi. Pagi ini Luna merasa tidurnya sangat nyaman. Hangat dan maskulin.
"Maskulin?" Luna bergumam pelan sembari membuka mata. Betapa terkejutnya wanita itu saat sadar dia tengah berada dalam pelukan Bima.
"Astaga, bagaimana ini?" Ucap Luna panik sembari menyingkirkan tangan Bima dari pinggangnya. Setelah berhasil, secepat kilat Luna turun dari ranjang.
"Aku harus apa? Bagaimana jika ada yang melihatnya disini? Astaga tuan Bima benar-benar membuatku dalam kesulitan." Ucap Luna sambil mondar-mandir. Aku harus membangunkannya, pikir wanita itu.
"Kak Bima bangun, kak." Luna mengguncang tubuh Bima pelan. Bukannya bangun, Bima malah makin erat menarik selimut menutup telinga.
"Kak Bima, please bangun. Kakak tidak boleh tertidur di sini." Ucap Luna cukup kuat.
Bima menggeliat sebelum akhirnya terbangun. "Kau sudah bangun?" Tanya Bima dengan mata masih terpejam.
"Bukan saatnya untuk menanyakan hal yang tidak perlu kak. Kakak harus kembali ke rumah sebelum ada yang memergoki kakak di sini." Ujar Luna cemas.
"Kau takut? Pergilah lebih dulu Ruri. Aku masih mengantuk." Ucap Bima santai.
Luna tampak frustasi. Pasalnya, setiap jam 7 pagi, Bu Rahayu pasti akan meminta Bima turun untuk sarapan. "Please kak. Aku bisa dalam masalah jika ada yang memergoki kakak." Ucap Luna memohon.
Bima tak menggubris. Laki-laki itu malah memeluk guling makin erat. Mau tidak mau Luna menarik tangan Bima agar segera berdiri. Bukannya berhasil, Bima malah menarik Luna hingga terjatuh di atas tubuhnya.
"Pagi-pagi kau sudah nakal, siapa yang mengajarimu?" Goda Bima.
Luna ingin menjauh, tapi Bima tidak memberinya kesempatan.
"Cukup 5 menit, berbaringlah dengan tenang, atau, aku tidak akan membiarkanmu pergi." Ancam Bima dengan mata kembali terpejam.
Mendapati ancaman Bima, Luna menurut dan merebahkan tubuhnya dengan tenang di d**a bidang laki-laki itu. Jujur dia sangat gugup. Tapi sekarang dia lebih gugup dan takut kalau-kalau ada yang memergoki mereka. Setelah dirasa cukup, Bima benar-benar menepati janjinya dan melepaskan Luna.
Tak lama laki-laki itu berdiri dan tersenyum manis. "Kau membuat tidurku sangat nyenyak Ruri. Ku rasa lain kali aku harus lebih sering tidur denganmu." Ucap Bima santai.
Luna menganga. 'Apa tidur bersama perempuan sudah menjadi kebiasaan bagi kak Bima?' pikir Luna. Gadis itu tak berani bertanya karena tau itu pertanyaan yang sangat pribadi. Sebelum pergi, Bima menyempatkan berbisik di telinga Luna.
"Kau benar-benar masih bocah. Sepertinya Bayu menemukan mainan baru yang sangat menarik. Tidak apa kan kalau aku ikut bermain?" Ucap Bima pelan.
Luna menelan ludah. Sepertinya mulai hari ini, hidupnya di rumah Bayu tidak akan mudah.
To be continue...