Episode 4

1157 Words
Episode 4 #Struggle_and_Love Rencana pelarian Sejak kejadian malam itu, hubungan Luna dan Lando mulai merenggang. Lando terkesan menghindari Luna. Pun Luna melakukan hal yang sama. Bu Ningsih juga bersikap seolah tidak tau. Tapi diam-diam beliau berencana untuk menikahkan Luna dengan anak sahabat suaminya. "Mama akan menikahkan Luna dengan Samuel. Minggu depan keluarga mereka akan datang untuk melamar." Ucap Bu Ningsih pada Lando yang hendak menuju kamar. Langkah Lando tiba-tiba terhenti. Laki-laki itu langsung mendekat ke arah ibunya. "Apa Luna tau? Apa Luna setuju?" Tanya Lando sembari menahan amarah. "Luna tidak perlu tau dan mama tidak butuh persetujuannya." Ujar Bu Ningsih tanpa menatap Lando. "Mama jangan bertindak konyol. Pernikahan bukan bahan candaan ma. Apa sekali saja mama pernah pertimbangan bagaimana perasaan Luna?" Tanya Lando emosi. "Jangan menggurui mama Lando. Coba tanya hatimu! Apa pernah kau pertimbangkan bagaimana perasaan mama? Apa pernah kau hargai almarhum papamu?" Balas Bu Ningsih tak kalah emosi. Lando ingin membalas, tapi saat melihat Luisa, adik bungsu Lando, hasil dari pernikahan ibunya dan papa Luna, Lando mengurungkan niat. "Jangan coba-coba melakukannya ma. Jika mama sampai nekat, jangan salahkan aku jika aku juga melakukan apa yang selama ini mama takutkan. Aku yang akan menikahi Luna lebih dulu tanpa persetujuan mama." Ucap Lando pelan sembari meninggalkan ibunya. Bu Ningsih mengepalkan kedua tangannya karena begitu emosi. Apa yang mereka bicarakan tidak sengaja di dengar Luna yang baru saja keluar dari dapur. Beberapa kali Luna menepuk dadanya menahan tangis. Saat berpapasan dengan Luisa, Luna mencoba bersikap biasa. "Sepertinya mama dan kak Lando bertengkar lagi." Ucap Luisa saat melihat Luna. "Jangan dengarkan Lui. Kau masih terlalu kecil untuk memahami pertengkaran mereka." Ucap Luna bijak. "Lui memang tidak mengerti kak. Tapi Lui sudah 10 tahun. Sudah cukup umur untuk mengerti arti pembicaraan mereka. Tapi apa kak Luna juga mendengarnya? Ku dengar mama bicara soal menikahkan kakak." Ujar Luisa khawatir. Luna hanya tersenyum, tak berniat menanggapi ucapan Luisa. Setelah tak melihat ibunya lagi, Luna berjalan mengendap-endap menuju kamar. Baru saja masuk ke kamar, Lando mendorong pintu kamar Luna dan masuk tanpa permisi. Tak lupa laki-laki itu menguncinya. "Katakan padaku, apa kau berniat menuruti keinginan mama?" Tanya Lando. "Apa aku boleh memilih?" Tanya Luna sarkas. Lando tak menjawab. Laki-laki itu langsung memeluk Luna erat. "Jangan! Jangan pernah menikah dengan orang lain Luna. Kumohon." Bisik Lando putus asa. "Kalian membuatku seperti boneka kak. Aku terombang-ambing tak tentu arah. Aku tidak boleh melakukan apa yang ku suka. Bahkan aku tidak boleh menentukan pilihanku sendiri." Luna terisak pelan. "Jangan bicara seperti itu Luna. Kakak sangat menyayangimu, kakak menginginkanmu. Jadi kakak mohon, bertahanlah sebentar lagi." Bujuk Lando. Luna tau, jika dia tetap bertahan, maka selamanya Luna akan terjebak. Untuk itu Luna harus mengambil sikap. Dia harus pergi, itu adalah pilihan terbaik. "Apa kakak mau coba kencan denganku?" Tanya Luna tiba-tiba. Lando melepaskan pelukannya dan menatap Luna tidak percaya. "Setidaknya, sebelum aku jadi istri orang lain, aku ingin tau seperti apa rasanya kencan dan punya seorang pacar." Lanjut Luna. Lando berbalik dan memukul daun pintu. "Jangan bicara konyol Luna. Aku tidak akan pernah mengizinkanmu menikah dengan siapapun." Luna meraih tangan Lando dan meniupnya dengan khawatir. Lando tersenyum karena mendapat perhatian dari Luna. "Jadi? Apa kakak setuju untuk kencan denganku?" Tanya Luna lagi setelah emosi Lando mereda. "Tanpa kau paksa pun, kakak dengan senang hati akan melakukannya. Tapi ingat, kakak bukan menyetujuinya untuk membiarkanmu menikah dengan laki-laki pilihan mama Luna." Ujar Lando sembari membawa Luna dalam pelukan. Dalam pelukan Lando, Luna merencanakan pelarian. Luna tidak ingin ibunya dan Lando terus bertengkar gara-gara dia. Sebelum keluarga Samuel datang untuk melamar, Luna sudah harus pergi dari rumah. Dia yakin, ibunya tidak sekedar mengancam. *** Minggu, hari yang dijanjikan itu akhirnya tiba. Luna berdandan secantik mungkin dan menggulung rambut panjangnya seperti biasa. Sejak 2 tahun yang lalu, Luna tidak pernah mengurai rambutnya jika keluar rumah. Apalagi kursus ibu rumah tangga yang dia jalani, mengharuskannya untuk menggulung rambut setiap hari. "Kau mau kemana?" Tanya Bu Ningsih begitu melihat Luna. "Dia pergi bersamaku." Ucap Lando santai. Bu Ningsih diam saja, kali ini dia enggan berdebat dengan Lando. Toh malam nanti keluarga Samuel akan datang melamar Luna. "Jangan pulang kemalaman. Kalian tau kita punya tamu malam ini." Ujar Bu Ningsih. Lando mengepalkan kedua tangannya karena emosi. Luna yang menyadari itu, langsung menggandeng lengan kakaknya. "Iya ma. Kami cuma pergi sampai siang. Mama tidak perlu khawatir, Luna akan menjadi anak mama yang manis dan penurut. Luna juga minta maaf karena selama ini sering membantah perintah mama." Luna tersenyum manis pada ibunya. Lando sudah ingin menyela, tapi Luna mengeratkan pegangan tangannya di lengan Lando. Lando sepertinya mengerti dan tidak jadi protes. "Baguslah." Ujar Bu Ningsih sembari berlalu. Lando dan Luna pun berangkat ke salah satu pusat perbelanjaan sebagai awal kencan mereka. Sepanjang perjalanan Luna tak banyak bicara. Pikirannya terlalu fokus untuk merencanakan pelarian. "Kau tidak serius untuk menerima lamaran Samuel kan?" Tanya Lando khawatir. "Apa kakak pikir aku selemah itu?" Luna memasang wajah cemberut. "Kau adikku, kau bukan wanita yang lemah." Ucap Lando tanpa sadar. "Ah andai aku benar-benar adik kandung kakak, semuanya tidak akan serumit ini." Luna menundukkan kepala. "Kakak tidak bermaksud mengatakannya Luna. Ah gara-gara mama yang sering menyebut kata adik, tanpa sadar kakak malah mengatakannya." Sesal Lando. "Kakak bicara apa? Aku memang adik kakak, kita saudara, itu yang selalu mereka tegaskan." Ucap Luna tegas. "Tidak bagiku, Luna. Kau wanitaku, hanya itu." Luna tak lagi membantah. Sepanjang perjalanan mereka terus diam. Yang satu sibuk merencanakan pelarian, yang satunya lagi, sibuk memikirkan bagaimana cara menikahi adiknya. Sesampainya di mall, Luna langsung mengajak kakaknya nonton bioskop. Dulu saat SMA, Luna sering nonton bersama teman-teman wanitanya. Tapi tentu saja dengan 2 orang bodyguard yang mengawasi. Ngomong-ngomong masalah bodyguard, Luna kesal setengah mati saat ibunya masih memerintahkan beberapa orang untuk mengikuti mereka. "Kenapa kau cuma mengenakan celana pendek dan kaos oblong? Kakak pikir kau akan memakai gaun dan berlagak seperti wanita yang sedang kasmaran." Ejek Lando saat mereka sudah duduk di kursi bioskop. "Lebih santai dan lebih nyaman saja kak." Bela Luna. Padahal wanita itu sengaja memakainya untuk mempermudah pelarian. "Filmnya akan segera di mulai sayang." Bisik Lando. Luna hanya mengangguk dan membiarkan Lando menautkan jemari mereka. Lampu sudah dipadamkan sejak tadi. Luna juga mulai menikmati film sembari mencari waktu yang tepat untuk keluar. Saat film yang mereka tonton menunjukan adegan yang kurang pantas, Lando menarik kepala Luna dan tidak membiarkan wanita itu melihatnya. "Jangan lihat! Pejamkan matamu! Kalau kau berani mengintip, kakak akan melakukannya padamu." Ancam Lando sambil berbisik. Luna tertawa kecil. Sesekali matanya mengintip adegan dewasa yang menurutnya tidak terlalu ekstrim. "Ternyata kau nakal juga." Bisik Lando saat menyadari Luna tidak mendengarkan ancamannya. Luna kembali tertawa pelan. "Aku sudah 20 tahun kak. Aku juga harus belajar tentang itu." Balas Luna sambil menunjuk ke arah layar yang sudah tidak lagi menampilkan adegan dewasa. "Kau mau belajar? Bagaimana kalau kakak yang ajarkan?" Tawar Lando. Luna langsung menggeleng. Tapi terlambat, Lando sudah membawa Luna dalam pelukannya. Suasana bioskop yang gelap dan pengaruh adegan dewasa yang baru saja mereka tonton, membuat Lando tidak bisa menguasai diri. Tanpa aba-aba Lando mencium bibir Luna, menghisapnya dengan lembut, dan memaksa Luna untuk mengikuti permainannya. Luna berusaha melepaskan diri sembari mencubit pinggang kakaknya kuat. Tapi bukan Lando namanya kalau langsung menyerah dan membebaskan Luna. Setelah puas, Lando menjelajahi leher Luna dengan bibirnya. Luna sendiri merasa risih sembari berpikir untuk keluar dari bioskop secepatnya. To be continue...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD