“Dra! Dra!” Teriakan Zen terdengar bersamaan dengan suara sandal yang beradu dengan lantai. Usai menyimpan mangkuk yang baru saja dicuci, Narendra mengeringkan tangannya dengan lap yang menggantung di atas tempat cuci piring. Dia lalu menghampiri Zen yang terengah seperti habis marathon sejauh dua ratus meter. “Selow, Zen, Selow!” “Lo matiin hp?” tanya Zen. “Iya, Ditha lagi fokus kerja, gue juga sama. Dimatiin biar gue konsentrasi. Dalam keadaan nyala gue gak tahan untuk menghubungi dia.” Dengan santai Narendra ngeluyur pergi, kemudian kembali duduk di posisi semula. Menghadap laptop dan juga catatan-catatan pemasukan serta pengeluaran selama satu bulan. “b**o, lo!” hardik Zen. “Nyokap lo barusan nelpon, pokoknya lo kudu datang buru-buru. Sekarang juga, ada yang penting dan tidak bis