5 hari lagi menjelang pernikahan Erica dan Dirga. Wanita tersebut kini sedang gusar kesana kemari untuk mencari posisi enak untuk ia rebahan di kasurnya. Wanita tersebut melirik ke arah jam dindingnya dan bergumam, "Astaga baru jam segini!" Erica kini terduduk di atas kasur dengan raut wajah masamnya.
"Percuma kalau gue tidur jam segini, nanti jam 1 dinir hari gue bangun lagi enggak bisa tidur." Kini ia berada di meja belajarnya, membuka laptop untuk bermain game. Wanita tersebut dalam mode serius ketika sudah bermain game di laptopnya.
Ketukan pintu membuatnya menoleh sekilas, namun sangat di sayangnya ia tertembak di dalam game. "Aishhh! Siyalan gue kalah!"
"Kak, kamu sudah tidur ya?"
Erica menyahut, "Belum Bu."
"Ibu masuk ya," ucap Retti di balik pintu kamar anaknya tersebut.
"Iya Bu masuk aja, enggak aku kunci kok," balas Erica. Kini ia kembali memulai permainan gamenya, sedangkan Retti kini membuka pintu sang anak dan memasuki ruang kamar Erica.
Wanita paruh baya tersebut tersenyum tipis melihat sang anak sedang berada di meja belajarnya. "Kamu lagi apa Kak?" tanya Retti.
"Main game Bu," jawab Erica santai.
"Ganti baju sana." Erica jelas menghentikkan memainkan mousenya dan mendongak ke arah sang ibu.
"Erica belum mau tidur Bu, nanti kalau mau tidur aku ganti baju kok," jawab Erica lalu melanjutkan gamenya tersebut.
Retti mengelus rambut sang anak dengan lembut dan berkata, "Siapa yang suruh kamu ganti baju tidur." Wanita tersebut kembali menoleh ke arah sang ibu yang masih setia di sampingnya.
Erica jelas menoleh kembali dan menatap lekat ke arah sang ibu yang kini hanya tersenyum tipis. "Emang mau kemana Bu?" tanya Erica dengan kerutan di keningnya.
"Mau makan malam di luar," ujar Retti.
"Wah tumben, ada apa? Papah abis menang proyek ya?" tanya Erica.
Retti berkata, "Kak kamu di tembak itu." Erica yang mendengar jelas langsung melihat ke arah laptonyanya.
"Yahhh kalah lagi!" Retti hanya tertawa pelan saja melihat raut wajah kesal dari sang anak yang kalah bermain.
"Ya sudah sana kamu ganti baju, Papah udah rapih soalnya," ucap Retti.
Erica tersenyum simpel lalu mengangguk seraya mengerti. "Ibu juga mau rapih-rapih dulu, kamu jangan lupa dandan yang cantik ya," ujar Retti.
"Ngapain dandan, kan Erica udah cantik dari Ibu." Retti yang mendengar hanya tersenyum geli dan mengelus pucuk rambut sang anak dengan lembut.
Retti membalas, "Bisa aja anak Ibu. Ya sudah kamu jangan lama-lama ya." Wanita tersebut kembali mengangguk, Retti kini melangkah keluar dari kamar sang anak.
Erica bergegas untuk mencuci muka terlebih dahulu sebelum mengganti baju dan menacapakan make up di wajahnya. "Tumben banget ngajak makan di luar Papah," gumam Erica.
Tak pakai berlama-lama lagi, wanita tersebut bergegas melangkah ke lemari putihnya untuk mencari baju yang pantas untuk pergi makan malam dengan keluarganya tersebut. "Yang ini? Ah kemarin baru pakai," cetus Erica ketika memegang dress bewarna lilac tersebut.
"Ah ini aja deh." Dress dengan warna mint jelas ia pilih, Erica langsung mengganti bajunya. Setelah itu ia menacapakan make up di wajahnya.
Sedangkan di sisi lain Dirga melajukan mobilnya menuju tempat yang telah ia janjikan. Dering telepon berbunyi membuat ia mengambil airpodsnya dan menyambungkan untuk mengangkatnya.
"Halo Mah, kenapa?"
"Kamu dimana?"
"Lagi di jalan Mah, Mamah sama Papah sudah sampai?"
"Belum, masih di jalan juga. Kamu benaran datang kan."
Dirga yang mendengar pertanyaan tersebut jelas tersenyum tipis. "Iya Mah, tenang aja."
"Ya sudah kamu hati-hati ya."
"Iya Mah." Dirga melepas airpodsnya ketika telepon sudah di matikan oleh sang Mamah.
Dirga kembali fokus melajukan mobilnya, sesekali ia melihat jam di tangannya seolah ia takut akan terlambat.
Erica telah tampil cantik, kedua orang tuanya jelas berdecak kagum dan memuji ketika menatap sang anak. "Bu, Pah? Kenapa? Make up aku ketebalan ya? Atau baju aku enggak cocok?" tanya Erica bertubi-tubi.
Gerry berkata, "Kamu cantik." Wanita tersebut jelas tersipu malu ketika mendengar pujian dari sang papah.
"Papah nih, bisa aja." Retti yang melihat sang anak tersipu malu hanya tersenyum simpul.
"Sudah ayuk kita berangkat, nanti kemalam lagi," ajak Retti.
Pria paruh baya tersebut melirik ke arah jam di tangannya dan berkata, "Ya sudah ayuk." Mereka bertiga kini menuju garasi untuk menaiki mobil.
Gerru melajukan mobil dengan kecepatan standart menjauhi halaman rumahnya. "Bu, Pah, emang kita mau makan malam di mana?" tanya Erica sambil memainkan handphonenya, dan menyenderkan tubuhnya di kursi mobil.
Retti menatap ke arah sang suami lalu melihat ke arah sang anak. "Emang Dirga enggak ngasih tahu kamu kalau kita ada pertemuan keluarga," jawab Retti.
Wanita tersebut yang sedang asik menscroll handphonenya jelas menghentikan aktifitasnya tersebut. Ia langsung duduk dengan tegap. "Dirga?" tanya Erica.
Gerry membalas, "Iya, Dirga."
"Jadi kita mau makan malam sama Dirga?" tanya Erica dengan rasa tak percaya.
Retti menyela, "Lebih tepatnya sama keluarganya juga." Erica jelas di buat terkejut atas perkataan sang ibu.
"Kok dia enggak bilang aku si!" seru Erica jelas ia kesal, kedua orang tuanya hanya tersenyum saling menatap.
Erica lalu mengirimkan pesan kepada Dirga.
To Dirga :
Om lu nyari masalah ya sama gue? Bisa-bisanya gue enggak di kasih tahu kalau malam ini ada pertemuan keluarga! Awas aja lu!
Wanita tersebut kini seolah sudah tidak mood untuk apapun itu, ia masih dengan wajah masamnya.
"Kamu mau ketemu calon mertua jangan cemberut gitu," ucap Retti ketika melihat raut wajah sang anak dari kaca.
Di sisi lain Dirga telah sampai di restauran dan langsung melangkah masuk mencari tempat duduk yang ternyata kedua orang tuanya sudah datang. "Mah, Pah." Laki-laki tersebut mengecup punggung tangan kedua orang tuanya lalu duduk tepat di hadapan sang Papah.
Tak selang berapa keluarga Erica sudah sampai di restauran tempat mereka janjian. Mereka bertiga memasuki restauran tersebut sambil celingak-celinguk melihat orang yang janjian dengan mereka. "Pah, tuh di situ." Gerry mengikuti arah tunjuk sang istri.
"Yaudah ayuk kesana, Erica ayuk," ajak Geryy. Erica yang sedamg melihat-lihat restauran tersebut langsung tersadar dan mengikuti langkah kaki kedua orang tuanya.
"Maaf ya kita terlambat," ungkap Gerry.
"Ah lu mah udah biasa telat Ger," ujar Yudi- Papah Dirga.
Gerry yang mendengar jelas menanggapinya dengan ketawa pelan saja. "Duduk, dudu," ucap Resta - Mamah Dirga.
Mereka kini duduk, tidak lupa Erica menyapa kedua orang tua Dirga yang sebentar lagi juga akan menjadi orang tuanya. "Masya Allah cantik banget Erica," puji Resta.
"Tante juga cantik kok," balas Erica.
Erica duduk di samping Dirga jelas ia menatap sengit ke arah laki-laki tersebut, Dirga menoleh dan mengerutkan kening ke arah wanita tersebut. Tanpa pikir panjang Dirga memanggip pelayan dan memesan beberapa menu untuk mereka berenam.
Resta menatap lurus ke arah calon menantunya, Erica yang menyadari dirinya di lihatin terus hanya tersenyum manis saja. "Eric sekarang manggilnya Mamah dan Papah ya, biar terbiasa sebentar lagi kan kalian akan menikah," ujar Resta.
"Iya Tan– eh maksudnya iya Mah," balas Erica sedikit kikuk. Resta jelas tersenyum melihatnya, sepertinya Erica pilihan yang tepat untuk sang anaknya.
Dirga hanya tersenyum tipis saja memperlihatkan kedua wanita tersebut. Laki-laki tersebut mengambil handphonenya ketika ada notifikasi pesan dan ternyata itu sahabatnya, namun matanya kini melihat pesan dari Erica yang membuatnya ia tersenyum ketika membacanya, kedua orang tuanya jelas melihat sang anak yang senyam-senyum memperhatikan layar handphonenya. "Dirga, kamu lihat apa sampai senyam-senyum gitu," ucap Yudi.
"Ini Pah, ada yang kirim pesan kayanya si kesal sama aku," balas Dirga sambik melirik sekilas ke arah wanita tersebut, Eric jelas menegang ketika Dirga berkata seperti itu, ia lalu menoleh ke arah laki-laki tersebut.
Resta berkata, "Siapa yang ngirim kamu pesan?" Dirga terdiam sejenak sambil menoleh ke arah Erica yang kini melotot sambil menggelengkan kepalanya pelan.
Laki-laki tersebut tersenyum manis lalu menjawab, "Orang iseng Mah, enggak penting." Erica jelas melotot tidak percaya ketika mendengar perkataan sang laki-laki tersebut.
"Dia bilang gue enggak penting?!" batin Erica seolah dongkol kepada Dirga.
Mereka semua kini menikmati makanan yang telah di hidangankan di hadapan mereka.
"Oh iya bagaimana persiapan kalian?" tanya Yudi.
Dirga menjawab, "Enggak gimana-gimana." Erica hanya tersenyum tipis saja menanggapinya.
"Maksud Papah, sudah sampai mana? Sudah berapa persen?" tanya Yudi.
"Erica enggak mau nikah mewah, jadi kita putusin untuk menikah biasa aja," jelas Dirga. Mereka yang mendengar ljelas langsung menghentikan makannya dan menatap serius ke arah Dirga dan Erica.
Retti bertanya, "Kenapa enggak mau Kak?"
"Kan nikah sekali seumur hidup, membuat pesa juga tidak masalah," ujar Yudi.
"Mamah udah bilang sama teman-teman Mamah, kalau kamu akan buat resepsi sekaligus," ucap Resta.
Dirga dan Erica saling menatap satu sama lain. "Erica hanya–"
Dirga menyela, "Erica belum siap, terlebih diakan masih menjalankan pendidikan." Erica memandang sekilas ke arah laki-laki tersebut.
"Kalain yakin?" tanya Gerry.
"Yakin, lagi pula mau pernikahan mewah atau sederhana status kita nantinya akan tetap samakan jadi suami istri," jelas Dirga.
Orang tau mereka hanya tersenyum tipis saling mengangguk, terlebih kedua orang tua Dirga. "Baik kalau itu mau kalian, kita sebagai orang tua enggak bisa maksa juga," ucap Yudi.
"Makasih Pah," ucap Erica sambil tersenyum, Yudi yang mendengar menatap wanita tersebut lalu mengangguk dan tersenyum.
Mereka melanjutkan makan malamnya dengan sesekali mengobrol singkat. Waktu begitu cepat berlalu, kini mereka telah selesai dengan makan malamnya dan bergegas untuk pulang. "Kalau gitu kita ke parkiran bareng saja," cetus Yudi.
Gerry membalas, "Boleh. Ayuk." Mereka lalu melangkah perlahan untuk keluar dari restauran tersebut
Erica menarik tangan Dirga hingga membuat laki-laki tersebut mengernyitkan dahinya. "Ada apa?" tanya Dirga.
"Lu kenapa enggak kabar-kabar ke gue kalau mau ada pertemuan?!" cetus Erica.
Dirga hanya menghela nafasnya. "Saya kira ada yang penting. Lagi pula bilang atau enggak bilang kamu pasti akan tetap ke sini dengan kedua orang tua kamu." Erica jelas menahan kesalnya kepada lak-laki di hadapannya tersebut.
"Ish!" Erica menghentakkan kakinya lalu berlalu pergi dari hadapan Dirga untuk menyusul kedua orang tuanya.
Laki-laki tersebut menatap ke arah Erica yang kini sudah melangkah meninggalkan dirinya, ia tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya. "Kekanakan dasar," gumam Dirga.
Kini mereka semua sudah berada di depan restauran. "Kalau gitu kita duluan ya," ucap Resta.
Mereka saling cipika cipiki untuk berpamitan kembali. "Iya Jeng. Hati-hati ya di jalan," balas Retti.
"Mas, Mamah Papah duluan ya." Dirga lalu mencium kedua orang tuanya.
Dirga membalas, "Hati-hati di jalan ya." Erica jelas sempat bingung ketika laki-laki tersebut tidak pulang bareng kedua orang tuanya.
"Erica Mamah, Papah duluan ya. Terima kasih sudah menerima perjodohan ini," ucap Resta sambil memeluk Erica.
Erica tersenyum tipis lalu berkata, "Hati-hati di jalan ya Mah." Tidak lupa ia bersaliman dengan Yudi.
Kedua orang tua Dirga melangkah ke mobil dan melajukan mobilnya, ketika berada di depan calon besan mereka membunyikan klakson yang di balasa lambaian tangan Gerry dan Retti.
"Bu, Pah, Driga juga pamit ya," ucap Dirga lalu mengecup punggung tangan kedua orang tua Erica.
Gerry membalas, "Kamu hati-hati ya. Terimakasih sudah mentraktir kita."
"Bukan apa-apa kok Pah," balas Dirga sambil tersenyum. Erica hanya menatao ke arah ketiga orang tersebut bergantian.
Dirga berkata, "Saya pulang duluan ya." Erica yang mengetahui laki-laki tersebut berpamitan kepada dirinya hanya berdehem saja untuk membalasnya.
Kini Dirga memasuki mobil dan melajukan mobilnya menjauh dari parkiran restauran. Begitu juga dengan Erica dan kedua orang tuanya mereka kini berada di dalam mobil, Gerry tanpa pikir panjang langsung melajukan mobilnya.
"Bu, Pah, sejak kapan Dirga manggilnya pake Ibu dan Papah juga?" tanya Erica penuh selidik.
Kedua orang tuanya hanya tersenyum tipis mendengarnya. "Emang penting kak sejak kapannya?" tanya Gerry.
"Iya enggak juga si," balas Erica. Ia kini menyenderkan tubuhnya di kursi mobil sambil melihat jalanan lewat kaca yang berada disebelahnya.
Retti berkata, "Kak, terima kasih ya sudah mau nurutin apa kata kita."
Erica yang sedang memainkan handphonenya lalu membalas, "Sama-sama Bu."
"Sebentar lagi kamu sudah mau menikah, sudah mau menjadi istri orang, dan pasti nanti kamu akan ikut suami kamu," ungkap Retti dengan nada sedikit sendu.
Wanita tersebut jelas lalu memeluk sang Ibu dari belakamg walau terhalang kursi mobil. "Erica bakal serimg main kok nanti, bagaimana pun Erica kan anak Ibu sama Papah," jelas Erica.
Gerry yang mendengarnya jelas tersenyum tipis sambil mengelus kepala sang anak dengan lembut, begitu juga dengan Retti ia memegang lembit pipi sang anak. "Harus jadi istri yang nurut nanti ya Kak," ucap Rettu menasehati.
"Siap laksanakan." Entah benar atau tidak yang di ucapkan wanita tersebut, intinya ia hanya perlu mengiyakan saja setiap perkataan dari kedua orang tuanya.
"Kalau sudsh nikah kan urusan gue sama dia nanti, gue bakal buat kesepakatan yang enggak merugikan gue," batin Erica sambil tersenyum menyeringai.