Theodoric berdiri di depan pintu yang meliuk-liuk di udara di depannya. Pemuda itu menajamkan pandangannya sembari perlahan menolehkan kepala ke belakang membuat dua orang yang sedang memperhatikannya sedari tadi jadi menegakan tubuh kaget. Pasalnya Theodoric yang dikenal datang dari dunia manusia itu kini menampakan sesuatu yang mustahil dilakukan oleh manusia.
Iris matanya berkobar seperti iris mata milik Pangeran Yatara yang sudah lama menghilang. Pemuda itu melangkah maju dengan hembusan angin yang menerpa lembut rambut gondrongnya. Aura di sekitarnya membuat Virga dan Edgar jadi bergidik samar merasa merinding. Apalagi Theodoric kini melesat maju dan menghantam tubuh Virga kuat ke tanah sampai tanah kering itu retak sepanjang tubuh Virga— raja Eternal Ice yang baru.
“Kau … apakan ayah aku?” Tanya Theodoric kembali bersikap aneh, Edgar sendiri hanya bisa memperhatikan gerak-gerik Theodoric yang persis sama dengan apa yang biasa Yatara lakukan. Tidak— sesuatu yang akan Yatara lakukan kalau pangeran itu berada di dalam situasi seperti ini.
“Kau siapa sebenarnya? Kenapa manusia rendahan sepertimu bisa melakukan hal seperti ini terhadap raja Eternal Ice?” Tanya Virga dengan menaikan alis kirinya tinggi, “ada aura aneh di dalam tubuhmu. Sulit rasanya kalau manusia sepertimu memiliki sesuatu yang spesial seperti ini.” Lanjut Virga dengan spekulasinya, menunjuk d**a Theodoric. Pemuda tampan yang menjadi raja di Eternal Ice itu bisa melihat sesuatu yang bersinar di dalam sana.
Sinar yang pernah dimiliki oleh sang pangeran mahkota— Yatara.
“Kau sebenarnya manusia yang mengambil jiwanya Yatara, atau Yatara yang meminjam tubuhmu sebagai tempat persembunyian?” Tebak Virga tepat, tersenyum miring kemudian mendorong tubuh Theodoric pelan. Namun, pemuda itu bisa terhempas dengan kuatnya sampai terseret kasar ke belakang salah satu batu besar di belakang sana.
Edgar yang masih berada di antara mereka tidak bisa melakukan apa-apa. Ia ingin maju menolong Theodoric, namun tubuhnya seperti dikutuk menjadi batu. Tidak bisa bergerak sama sekali, dan pemuda yang merupakan pengawal kerajaan itu baru sadar kalau tubuhnya kini terikat oleh kekuatan Virga yang membuatnya tidak bisa bergerak sama sekali.
“Ternyata kau selama ini tidak bisa ditemukan karena ini? Bersembunyi di tempat yang tidak akan bisa ditemukan oleh pasukan kerajaan? Licik sekali.” Ujar Virga tersenyum miring, melangkah mendekat ke depan Theodoric yang perlahan beranjak berdiri dengan ekspresi santainya. Seakan tidak terusik dengan apa yang Virga katakan. “Dan sekarang apa tujuanmu, setelah masuk ke tubuh manusia rendahan ini. Kau akan datang membalaskan dendammu, dan … membunuh anak ini secara perlahan karena kau mengisap habis energinya?” Tuduh Virga memandang lurus Theodoric yang dia yakini adalah Yatara itu. “Kau sendiri, apa yang sudah kau lakukan terhadap Raja Samuel?”
Virga terkekeh pelan, menggeleng-gelengkan kepala pelan.
“Kenapa kau tanyakan masalah raja padaku. Aku tidak tahu apa-apa, aku hanyalah orang yang bisa dia tunjuk untuk menggantikannya memimpin rakyat Eternal Ice.” Elak pemuda itu yakin.
“Apa kau sadar, kalau kau … sama sekali tidak bisa berbohong. Kau selalu bisa ditebak, jadi seberapa pun usahamu ingin bersandiwara di depanku. Aku tetap tahu kebusukanmu, sepupuku tersayang.” Kata Theodoric lagi membuat Edgar yang masih terpaku di sana membulatkan mata kaget, baru sadar kalau yang sedari tadi bersama mereka adalah Yatara.
“Kau beneran Yatara, ternyata.”
Theodoric mendekat, berdiri sejajar dengan Virga di depannya.
“Aku sebenarnya ingin sekali membunuhmu sekarang, tapi sekarang bukan saat yang tepat untuk melakukan itu.” Jeda pemuda itu mengeraskan kuat, menoleh sesaat pada Edgar yang masih terikat oleh kekuatan Virga. Theodoric mengangkat tangan kanan ke arah Edgar, membuat kobaran api keluar dari telapak tangannya dan merambat ke udara lalu menghanguskan ikatan pada tubuh Edgar. Beberapa saat kemudian, Edgar pun terlepas dan bisa menggerakan tubuhnya yang terkena sihir Virga.
“Aku harus memberikan hadiah kalau bertemu dengan sepupu sendiri, kan?” Virga mengernyitkan dahi tidak paham mendengar perkataan sosok jangkung di hadapannya itu.
“Apa maksudmu?”
“Para monster tadi yang kau lepas ke dunia manusia, aku sendiri yang akan membawa mereka pada kau.” Kata Theodoric tersenyum penuh arti, “sampai ketemu lagi, sepupuku.” Sambung Theodoric kemudian menoleh pada Edgar, mengisyaratkan pada pengawalnya itu untuk mengikuti.
Keduanya melesat masuk menuju pintu manusia, meninggalkan Virga yang masih memandangi kepergian mereka.
“Kau beneran pangeran mahkota?” Tanya Edgar memicingkan mata saat mereka berdua sampai di salah satu tempat di dunia manusia. Pintu keluar mereka pun kini tertutup membuat Theodoric tersentak kaget. “Loh? Kita ada dimana sekarang?” Tanyanya dengan alis bertautan membuat Edgar di sampingnya melengos kasar. “Padahal ada banyak hal yang ingin aku katakan pada pangeran,” decak Edgar saat menyadari kalau di sebelahnya itu bukan lagi sosok Yatara tapi Theodoric.
“Bentar, ini kan … di dunia manusia kan?” Gumam pemuda itu menoleh pada Edgar yang diam saja. “Bukannya kita tadi masih di Eternal Ice, tadi ada sama Aidan … eh sama orang satu lagi itu. Siapa ya namanya?” Racau Theodoric berbicara sendiri, karena Edgar sama sekali tidak menanggapi berbagai pertanyaannya. “Eh, ini beneran di dekat kompleks rumah aku nih.” Ujar Theodoric berbinar, merasa senang bisa kembali ke dunianya sendiri.
Edgar dan Theodoric terdiam di ujung lorong, memandangi jalanan di depan mereka yang banyak korban berserakan di sana. Jalanan menuju ke pasar tradisional, membuat Theodoric menegakan tubuh kaget.
“Kenapa di sini banyak yang tiduran? Mereka lagi cosplay atau gimana ini?” Tutur Theodoric mengerjap-ngerjapkan matanya memandangi sekitarnya yang penuh dengan lautan darah itu. Bangkai-bangkai manusia pun, berserakan di sana dengan tubuh mereka yang hancur. Ada yang tercabik-cabik sampai terpotong menjadi beberapa bagian. “Ini pasar … tempat ibu aku biasa belanja.” Lirih Theodoric meneguk ludah samar.
“Para monster tadi yang ada di Eternal Ice, tidak mungkin berpindah ke sini kan?” Edgar yang berdiri agak jauh di belakangnya, berusaha melihat keadaan di sana menghela napas saja. “Kau sepertinya tidak melihat apa yang sudah terjadi. Virga yang tadi sempat kau lihat, melepaskan semua monster yang kau lihat di Eternal Ice ke sini.” Jelas pemuda itu mengerjapkan matanya dingin.
Setelah mendengar itu Theodoric berbalik pergi dan langsung berlari cepat membuat Edgar tersentak kaget melihat pemuda itu melesat dengan cepat ke depan jalan sana. Edgar tidak punya pilihan lain, selain pergi mengikuti Theodoric yang berlari dengan wajah panik.
Theodoric makin mempercepat larinya, berbelok pada salah satu lorong kemudian menaiki tanjakan gunung menuju rumahnya. Jalanan yang pernah ia lewati, saat pertama kali menemukan pedang milik Yatara. Entah sudah beberapa puluh menit mereka berlari, akhirnya Theodoric sampai di depan rumah.
Ia pun, membuka gerbang rumah pelan. Meneguk ludah samar, merasa ada yang aneh dengan perasaannya. Biasanya lampu depan selalu menyala, kini mati seperti tidak ada orang di dalam rumah.
Tenggorokan Theodoric mendadak kering, ia pun meneguk ludah samar berusaha membasahi tenggorokannya. “Ibu?” Akhirnya panggilan itu lolos begitu saja dari bibir tipisnya. “Ibu, apa ibu ada di rumah?” Theodoric kembali mengulangi pangggilannya sembari membuka pintu rumah.
Keadaan rumah yang hening membuat Theodoric makin merasa tidak tenang, ia menyalakan lampu dengan berjalan ke setiap sudut rumah berusaha mencari keberadaan ibunya. Namun, sang ibu tidak ada di dalam rumah seperti biasa.
“Apa ibumu ada di rumah?” Tanya Edgar yang tahu-tahu ada di belakang tubuhnya, “tidak ada, apa menurutmu ibuku akan baik-baik saja?” Tanya Theodoric dengan menipiskan bibir samar, benar-benar merasa tidak nyaman dengan perasaannya sekarang.
“Sangat Sulit bertahan hidup saat sedang berada di situasi begini, kau … harus ikhlas.” Kata Edgar dengan nada ringan membuat Theodoric melotot tidak terima padanya. “Apa tidak ada ucapan lain yang bisa kau katakan selain itu untuk menghibur seseorang yang sedang ketakutan akan kehilang ibunya?” Kesal pemuda itu sampai mengepalkan kedua tangannya erat. “Kalau sampai ada apa-apa dengan ibuku, aku tidak akan membantu Yatara lagi. Aku akan berbuat semauku, dan menyalahkan semua yang sudah terjadi karena kesalahan Yatara.” Ujar Theodoric sudah asal, Edgar di sampingnya mendecak saja.
“Kenapa pangeran Yatara harus disalahkan, padahal dia adalah salah satu korban di sini.” Kata Edgar membela sang pangeran.
“Apanya yang korban? Kalau dia tidak datang ke dunia manusia dan membuat aku tidak sengaja bertemu dengan dia. Mungkin saja aku tidak akan pernah ke Eternal Ice, dan aku bisa saja masih bersama dengan ibuku sekarang. Kau tahu?” Edgar melangkah mendekat, memegang kedua pundak Theodoric pelan. “Aku bisa menerima apa saja yang kau katakan terhadapku. Tapi, aku tidak terima kalau kau sampai mengata-ngatai pangeran Yatara. Jadi, jaga ucapanmu.” Balas Edgar menajamkan pandangannya.
Theodoric mengeraskan rahang kuat, kemudian mengerjapkan mata kaget saat mendengar ketukan di luar gerbang rumah. Pemuda itu pun, berlari keluar dan berharap kalau yang mengetuk pintu adalah sang ibu.
Pemuda itu melemaskan bahu saat melihat sosok di depannya bukanlah sang ibu, melainkan seorang pria tua dan juga perempuan tua— kakek dan nenek yang kini menatap Theodoric dengan tatapan memohon.
“Tolong … bantu saya dan istri saya.” Kata kakek tua itu mendekat pada Theodoric masih memohon, “ada apa? Emangnya apa yang sedang terjadi?” Tanya Theodoric pada keduanya, ekspresi pemuda itu panik dan juga cemas dalam bersamaan. “Seluruh kota dipenuhi monster, saya sudah berusaha mengetuk tiap rumah-rumah, namun tidak ada tanggapan. Hanya ada di sini, saya mendengar obrolanmu tadi.” Jelas kakek tua itu sudah ingin menangis.
“Terus apa yang harus saya bantu?”
“Ijinkan saya menginap di rumah kau, nak malam ini. Saya dan istri tidak punya tempat tidur untuk malam ini. Tolong saya,”
Edgar mendekat dengan menaikan kedua alisnya tinggi, mengacungkan pedang pada keduanya membuat Theodoric menatapnya tajam. “Kau sudah gila, kenapa malah mengacungkan pedang pada orang tua begini?” Edgar mendecak kasar, menunjuk dua orang di depan mereka dengan penuh dendam.
“Kau harusnya bisa melihat kalau mereka bukan dua orang yang harus kau kasihani,” kata Edgar yakin, Theodoric mengernyitkan dahi merasa kebingungan. “Maksud kau apa?”
Sebelum Edgar memperlihatkan sosok asli dua orang di depan mereka, Theodoric sudah lebih dulu melangkah maju dan mencekik leher kakek tua itu lalu membantingnya kuat ke lantai.
“Pasukan kerajaan, kenapa bisa sampai di sini?” Ujar Theodoric dengan rahang mengeras.
Edgar jadi memicingkan mata, merasa aneh dengan apa yang sudah terjadi.
Perlahan nenek dan kakek di depan mereka berubah menjadi pasukan kerajaan. Rambut mereka berwarna perak dengan mata mereka yang memutih sepenuhnya. Pedang di tangan mereka pun bisa rasakan bagaimana hawa dinginnya.
“Belum cukup para monster dia kirim ke dunia manusia, sekarang pasukan kerajaan lagi.” Gumam Theodoric mengeraskan rahang, “seharusnya … aku kasih saja pelajaran untuk Virga. Makin lama, perbuatannya tidak bisa dimaafkan.” Lanjut pemuda itu mengeraskan rahang kuat membuat Edgar bertanya-tanya, Yatara dan Theodoric kini seakan sudah tidak bisa dia bedakan. Karena munculnya Yatara dan Theodoric seakan bergiliran dan bodohnya Edgar tidak bisa menyadari itu.